JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Usulan dana aspirasi Rp20 miliar per anggota yang dilontarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), menuai beragam penolakan. Salah satunya dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Adrinof Chaniago mengatakan, usulan dan aspirasi bisa bertabrakan dengan skema perencanaan pembangunan yang merupakan terjemahan dari visi dan misi presiden. “Jadi intinya presiden tidak setuju,” ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan kemarin (24/6).
Menurut Adrianof, pemerintah ingin DPR konsisten dengan pola pembahasan anggaran selama ini yang berasal dari usulan pemerintah. DPR selaku pemegang fungsi legislatif bisa bersama-sama membahas perencanaan pembangunan yang masuk dalam skema Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Kalau usulan tetap dari pemerintah,” katanya.
Isyarat pemerintah tidak akan mengabulkan keinginan DPR terkait dana aspirasi juga disampaikan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Dia menegaskan, penambahan mata anggaran dalam APBN tidak bisa didilakukan begitu saja. Ada sejumlah ketentuan yang harus ditaati.
Yang utama, beber dia, sebuah program tidak bisa menyusul masuk kalau berlainan dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). “Yang pasti, pembahasan anggaran sesuai ketentuan dan tidak ada penambahan anggaran baru. Jadi, kalau pun mau dicoba, harus mengikuti aturan yang ada,” kata Bambang Brodjonegoro, di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Dia menambahkan, dilaluinya mekanisme yang benar terkait penganggaran itu jauh lebih penting ketimbang persoalan ketersediaan ruang fiskal ketika membicarakan usulan dana aspirasi. “Jadi, sudah ada item-itemnya (di RKP), tidak boleh ditambah,” imbuhnya.
Pemerintah Jokowi-JK telah mulai melakukan pembahasan anggaran untuk 2016 sejak awal tahun ini. Tahapannya, diawali dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Daerah. Dan, sejak April lalu, usulan dari Musrenbang Daerah tersebut telah mulai dibahas di Musrenbang Nasional. Usulan-usulan program di Musrenbang Nasional itu”lah”yang kemudian masuk dalam RKP 2016.
Mendagri Tjahjo Kumolo juga menyatakan kalau posisi pemerintah memang belum sependapat dengan arus besar di DPR soal dana aspirasi. Meski demikian, dia memperkirakan, akan ada titik temu ketika melakukan pembahasan bersama soal anggaran 2016 nantinya. “Akan ada titik temu yang mana pemerintah juga akan perhatikan apa yang jadi aspirasi DPR, dan DPR juga akan memperhatikan dan mendukung apa yang menjadi perencanaan pemerintah,” kata Tjahjo.
Di parlemen, tidak hanya tiga fraksi pewakilan parpol yang menyatakan menolak dana aspirasi atau UP2DP. Partai Demokrat melalui Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono juga ikut menegaskan penolakan terhadap dana aspirasi. Sama seperti kasus pembahasan Rancangan Undang Undang Pemilihan Kepala Daerah di tahun 2014 lalu, SBY mengeluarkan pernyataan penolakan setelah Fraksi Partai Demokrat setuju pengesahan peraturan terkait program UP2DP dalam sidang paripurna DPR, Selasa (23/6).
“Perlu saya tegaskan, sikap Partai Demokrat tetap tidak setuju jika dana aspirasi tersebut diartikan sebagai ‘jatah anggaran’ anggota DPR untuk dapilnya,” kata SBY dalam akun twitter resminya.
Menurut SBY, dirinya mendapat laporan bahwa Fraksi Partai Demokrat baru sebatas setuju untuk membahas peraturan terkait UP2DP. SBY menyebut jika Fraksi Partai Demokrat ingin mengetahui sejauh mana aplikasi pasal 80 huruf j UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, bisa berjalan terkait pembangunan di daerah pemilihan.
“Fraksi PD ingin menguji apakah implementasi UU 17/2014 tersebut tetap seperti dulu atau berbeda, dan bukan jatah anggaran anggota DPR,” kata presiden ke-VI RI itu.
Jika implementasinya tetap seperti dulu, SBY menegaskan bahwa Partai Demokrat tegas menolak. Ini karena, ada potensi semacam duplikasi anggaran, bagi-bagi jatah, hingga potensi pelanggaran DPR sebagai eksekutor anggaran, jika kebijakan dana aspirasi sama seperti dulu.