Sementara itu, Juru Bicara (Jubir) Presiden Johan Budi mengungkapkan grasi yang diberikan kepada Antasari Azhar didasarkan pada pertimbangan MA. Dia menegaskan, grasi berbentuk keppres itu ditandatangani pada 16 Januari. ”Isi Keppres adalah mengurangi hukuman pidana dari 18 tahun menjadi 12 tahun. Artinya, ada pengurangan pidana selama 6 tahun,” ujarnya.
Tapi, Johan tidak tahu detail pertimbangan MA yang dijadikan acuan keppres tersebut. Yang jelas, grasi itu bisa mengurangi jumlah hukuman. Misalnya hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup. Nah, dalam kasus Antasari ini pengurangan hukuman adalah enam tahun.
”Permohonan grasi Pak Antasari panjang lebar isinya, kemudian presiden atas permohonan grasi itu meminta pertimbangan kepada Mahkamah Agung. Dari pertimbangan yang panjang lebar juga presiden menerbitkan keppres itu,” terang mantan pimpinan KPK ini.
Di sisi lain, Yusril Ihza Mahendra menyebut sudah sewajarnya grasi itu diberikan kepada Antasari. Namun, dia menilai grasi yang diberikan presiden bukan grasi demi hukum, melainkan grasi biasa atas permohonan terpidana. Grasi demi hukum dikenal dalam ilmu hukum sebagai tindakan yang dilakukan oleh presiden. Bukan sebuah intervensi kepada badan peradilan.
”(Grasi) satu-satunya cara yang dapat ditempuh Presiden untuk membebaskan seseorang dari hukuman, karena menyadari adanya ketidakadilan dalam proses peradilannya,” ujar pakar hukum tata negara ini. Kendati demikian, Yusril menghargai grasi tersebut. ”Namun saya menganggap grasi itu terlambat diberikan,” paparnya.
Yusril menerangkan, penilaian lambat atas pemberian grasi itu lantaran Antasari saat ini sudah diputuskan bebas bersyarat setelah menjalani lebih separuh dari pidananya. ”Waktu selama itu, telah memberikan penderitaan yang luar biasa kepada beliau (Antasari, Red),” imbuhnya. (tyo/jun)