29 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Jendral Polisi Jadi Pj Gubsu

Ia pun mengkritisi landasan dan standar apa yang dipakai Mendagri sehingga ingin membawa alat negara dalam sistem pemerintahan. Cara yang ditempuh Thahjo Kumolo ini kata dia kurang lazim. Karena sudah digadang-gadang kepada publik melalui media meski baru bersifat usulan. “Wacana seperti ini menurut saya tidak elok dalam menjaga berbagai hal, khususnya subjektif orang-orang yang disebut di sana. Namun di satu sisi saya melihat, wacana ini sengaja dihembuskan untuk melihat respon publik terhadap nama-nama tersebut. Sehingga Presiden Jokowi bisa mempertimbangkan usulan tersebut,” katanya.

Sementara Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, kebijakan Mendagri patut dipertanyakan. “Kalau benar itu sangat aneh dan bertentangan dengan semangat keadilan dan transparan,” ucapnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, kemarin.

Biasanya, tutur dia, yang ditunjuk sebagai pelaksana tugas gubernur adalah pejabat sipil yang mengusai wilayah itu dan tidak berpotensi konflik kepentingan. Mungkin sekretaris daerah (Sekda) atau pejabat senior lainnya. Jadi apa yang diputuskan mendagri tidak sesuai dengan kebiasaan yang selama ini berjalan.

Menurut Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu, penunjukkan jenderal polisi akan menimbulkan keraguan di masyarakat terkait pelaksanakan pilkada yang transparan dan demokratis. Masyarakat akan beranggapan ada pengerahan mesin birokrasi untuk memenang salah satu pasangana calon (Paslon). “Karena yang ditunjukkan orang yang tidak lazim,” urai dia.

Fadli mengatakan, akan memunculkan konflik kepentingan jika jenderal polisi yang ditunjuk. Apalagi di wilayah itu salah satu paslon berasal dari polisi, sehingga dikhawarikan mereka akan menjalin hubungan. Walaupun, gubernur sementara itu bisa adil dan transparan, tapi pasti akan tetap muncul syak wasangka. Dia pun mendesak mendagri untuk merevisi keputusan tersebut agar tidak menimbulkan kegaduhan baru. “Keputusan itu harus ditolak,” tegasnya.

Didik Murkianto, anggota Komisi III DPR menyayangkan kebijakan mendagri. Menurutnya, keputusan tersebut akan bisa menganggu lahirnya demokrasi yang bersih dan fair. Sebab, akan menjadikan aparat tidak netral dalam mengawal dan menjaga pilkada. Menurut dia, pelaksanaan pilkada berpotensi tidak bisa berjalan dengan demokratis.

Dia pun meminta mendagri dan kapolri mempertimbangkan kembali serta mengevaluasi penempatan pejabat polri sebagai pejabat sementara kepala daerah. “Seharusnya polri fokus menjaga keamanan dan ketertiban selama pilkada berlangsung,” ungkap dia. (idr/far/jun/jpg/prn/adz)

Ia pun mengkritisi landasan dan standar apa yang dipakai Mendagri sehingga ingin membawa alat negara dalam sistem pemerintahan. Cara yang ditempuh Thahjo Kumolo ini kata dia kurang lazim. Karena sudah digadang-gadang kepada publik melalui media meski baru bersifat usulan. “Wacana seperti ini menurut saya tidak elok dalam menjaga berbagai hal, khususnya subjektif orang-orang yang disebut di sana. Namun di satu sisi saya melihat, wacana ini sengaja dihembuskan untuk melihat respon publik terhadap nama-nama tersebut. Sehingga Presiden Jokowi bisa mempertimbangkan usulan tersebut,” katanya.

Sementara Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, kebijakan Mendagri patut dipertanyakan. “Kalau benar itu sangat aneh dan bertentangan dengan semangat keadilan dan transparan,” ucapnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, kemarin.

Biasanya, tutur dia, yang ditunjuk sebagai pelaksana tugas gubernur adalah pejabat sipil yang mengusai wilayah itu dan tidak berpotensi konflik kepentingan. Mungkin sekretaris daerah (Sekda) atau pejabat senior lainnya. Jadi apa yang diputuskan mendagri tidak sesuai dengan kebiasaan yang selama ini berjalan.

Menurut Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu, penunjukkan jenderal polisi akan menimbulkan keraguan di masyarakat terkait pelaksanakan pilkada yang transparan dan demokratis. Masyarakat akan beranggapan ada pengerahan mesin birokrasi untuk memenang salah satu pasangana calon (Paslon). “Karena yang ditunjukkan orang yang tidak lazim,” urai dia.

Fadli mengatakan, akan memunculkan konflik kepentingan jika jenderal polisi yang ditunjuk. Apalagi di wilayah itu salah satu paslon berasal dari polisi, sehingga dikhawarikan mereka akan menjalin hubungan. Walaupun, gubernur sementara itu bisa adil dan transparan, tapi pasti akan tetap muncul syak wasangka. Dia pun mendesak mendagri untuk merevisi keputusan tersebut agar tidak menimbulkan kegaduhan baru. “Keputusan itu harus ditolak,” tegasnya.

Didik Murkianto, anggota Komisi III DPR menyayangkan kebijakan mendagri. Menurutnya, keputusan tersebut akan bisa menganggu lahirnya demokrasi yang bersih dan fair. Sebab, akan menjadikan aparat tidak netral dalam mengawal dan menjaga pilkada. Menurut dia, pelaksanaan pilkada berpotensi tidak bisa berjalan dengan demokratis.

Dia pun meminta mendagri dan kapolri mempertimbangkan kembali serta mengevaluasi penempatan pejabat polri sebagai pejabat sementara kepala daerah. “Seharusnya polri fokus menjaga keamanan dan ketertiban selama pilkada berlangsung,” ungkap dia. (idr/far/jun/jpg/prn/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/