26.7 C
Medan
Thursday, May 23, 2024

Apakah Presiden Jokowi tengah ‘menghancurkan’ KPK?

Joko Widodo
Joko Widodo

SUMUTPOS.CO- “Mengapa Presiden Jokowi tidak berusaha lebih untuk membantu komisi anti-korupsi?” Pertanyaan seperti itu banyak disampaikan oleh kalangan aktivis dan pebisnis.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diberhentikan, Bambang Widjojanto, juga mengajukan pertanyaan yang sama. Bambang mengatakan kepada wartawan bahwa yang dibutuhkan KPK adalah akses langsung kepada presiden.

“Presiden Widodo mengatakan bahwa dia peduli mengenai masalah korupsi. Tapi apakah dia akan mendukung kita?” tanya Bambang. “Kami telah berbicara ke presiden dan sudah menjelaskan program-program anti-korupsi yang bisa kami jalankan, namun masih membutuhkan jaminan darinya.”

Presiden Indonesia Joko Widodo baru empat bulan menjalankan tugasnya, namun dia sudah menghadapi krisis politik terbesar dalam kariernya.

Selama beberapa minggu belakangan, dia terlibat dalam perselisihan antara kepolisian dan KPK.

Konflik bermula ketika Jokowi mencalonkan Budi Gunawan sebagai Kapolri, tapi KPK menetapkan pria berpangkat Komjen tersebut sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi.

Kepolisian kemudian membalas dengan menetapkan beberapa pimpinan KPK sebagai tersangka dalam sejumlah kasus.

Berminggu-minggu lewat begitu saja tanpa adanya komentar dari presiden. Kesunyian itu diisi oleh teori-teori konspirasi dan spekulasi.

Sejumlah kalangan berasumsi bahwa Jokowi berada di bawah tekanan politik yang besar dari ketua umum partai pengusungnya, Megawati Soekarnoputri.

Ranah media sosial pun diramaikan dengan kemunculan gerakan menyelamatkan lembaga anti-korupsi serta kicauan berisi desakan agar presiden turun tangan.

Demonstrasi “Save KPK” diadakan di depan gedung KPK, dipimpin oleh sejumlah aktivis yang menuntut Joko Widodo untuk menepati janjinya untuk memberantas korupsi – alasan besar mengapa rakyat memilihnya sebagai presiden.

Akhirnya, Joko Widodo berbicara. Dia membatalkan nominasi Budi Gunawan dan menggantinya dengan seorang perwira polisi lain. Tindakan tersebut membawa kelegaan sesaat untuk pendukungnya, namun keputusan sang presiden untuk menonaktifkan dua komisioner KPK menuai kritik.

Dadang Trisasongko, Sekretaris Jenderal organisasi Transparency International Indonesia, mengatakan bahwa kasus terhadap kedua anggota KPK tersebut sama dengan “kriminalisasi sistematis” lembaga tersebut.

“Kasus-kasus tersebut berakibat buruk terhadap lembaga anti-korupsi,” katanya kepada BBC. “Saya menghimbau pimpinan KPK lainnya untuk proaktif menyelamatkan KPK dan juga untuk membangun komunikasi yang lancar dengan presiden dan kepolisian demi menghentikan kriminalisasi KPK.”

Menurut para aktivis, badan anti-korupsi tersebut sedang diserang dan mungkin sedang dalam titik terlemahnya sepanjang sejarah.

Meragukan Jokowi

KPK dibentuk pada 2003 dan diberikan wewenang bebas untuk mengejar politisi dan pebisnis yang dicurigai melakukan aksi korupsi.

Misi lembaga tersebut adalah memberantas korupsi di Indonesia – bukan tugas yang mudah di negara yang sering masuk dalam daftar negara terkorup di dunia.

KPK menuai sukses dengan cepat dan hasil kerja mereka kasat mata. Beberapa koruptor kelas kakap diseret ke bui, yang menyebabkan lembaga itu memiliki banyak musuh.

Selama dua masa jabatan mantan presiden Susilo Bambang Yudoyhono terdapat beberapa upaya untuk melumpuhkan KPK, namun tidak berhasil. KPK adalah satu dari sedikit institusi yang dipercayai warga Indonesia, dan sering diumpamakan sebagai cicak yang mengejar buaya-buaya di antara kaum elite bisnis dan politik.

Melihat riwayatnya, Jokowi dipandang sebagai orang yang sesuai untuk mendukung kekuatan lembaga tersebut.

Dia dulunya merupakan pengusaha mebel dan tinggal di daerah permukiman kumuh. Dia adalah presiden terpilih pertama yang tidak terkait dengan penguasa masa lalu.

Prestasi itu tidak bisa dianggap enteng. Sebelumnya, hanya anggota elite politik dan militer dipilih sebagai presiden di negara ini.

Jokowi, nama panggilannya di Indonesia, memulai jabatan publiknya sebagai wali kota Solo, sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Di sanalah dia mulai menarik perhatian warga setempat yang berjumlah sekitar 500.000 orang dengan janji-janjinya untuk menekan korupsi dan menghilangkan birokrasi.

Dan dengan janji-janji itu juga Jokowi mendapatkan banyak sekali pendukung di seluruh Indonesia yang memilihnya sebagai presiden.

Inspeksi mendadak dan blusukan yang sering dilakukannya membuatnya menjadi pahlawan di antara masyarakat miskin Indonesia.

Namun janji-janji tersebut seperti dilupakan dan rakyat Indonesia mulai meragukan apakah presiden yang mereka pilih benar-benar berkomitmen untuk memberantas korupsi.

“Saya memilihnya pada bulan Juli karena saya pikir dia orang yang jujur,” kata Wawan, seorang supir di Jakarta. “Di kampung, teman-teman saya tidak terlalu memerhatikan apa yang sedang terjadi di Jakarta, jadi mereka tetap mendukung Pak Jokowi. Tapi saya kecewa bahwa ia membiarkan politik mengubah dirinya begitu cepat.”

Jokowi harus bergerak dengan tegas untuk memastikan bahwa dia tidak kehilangan dukungan dari orang-orang yang mengangkatnya sebagai presiden Indonesia. (BBC)

Joko Widodo
Joko Widodo

SUMUTPOS.CO- “Mengapa Presiden Jokowi tidak berusaha lebih untuk membantu komisi anti-korupsi?” Pertanyaan seperti itu banyak disampaikan oleh kalangan aktivis dan pebisnis.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diberhentikan, Bambang Widjojanto, juga mengajukan pertanyaan yang sama. Bambang mengatakan kepada wartawan bahwa yang dibutuhkan KPK adalah akses langsung kepada presiden.

“Presiden Widodo mengatakan bahwa dia peduli mengenai masalah korupsi. Tapi apakah dia akan mendukung kita?” tanya Bambang. “Kami telah berbicara ke presiden dan sudah menjelaskan program-program anti-korupsi yang bisa kami jalankan, namun masih membutuhkan jaminan darinya.”

Presiden Indonesia Joko Widodo baru empat bulan menjalankan tugasnya, namun dia sudah menghadapi krisis politik terbesar dalam kariernya.

Selama beberapa minggu belakangan, dia terlibat dalam perselisihan antara kepolisian dan KPK.

Konflik bermula ketika Jokowi mencalonkan Budi Gunawan sebagai Kapolri, tapi KPK menetapkan pria berpangkat Komjen tersebut sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi.

Kepolisian kemudian membalas dengan menetapkan beberapa pimpinan KPK sebagai tersangka dalam sejumlah kasus.

Berminggu-minggu lewat begitu saja tanpa adanya komentar dari presiden. Kesunyian itu diisi oleh teori-teori konspirasi dan spekulasi.

Sejumlah kalangan berasumsi bahwa Jokowi berada di bawah tekanan politik yang besar dari ketua umum partai pengusungnya, Megawati Soekarnoputri.

Ranah media sosial pun diramaikan dengan kemunculan gerakan menyelamatkan lembaga anti-korupsi serta kicauan berisi desakan agar presiden turun tangan.

Demonstrasi “Save KPK” diadakan di depan gedung KPK, dipimpin oleh sejumlah aktivis yang menuntut Joko Widodo untuk menepati janjinya untuk memberantas korupsi – alasan besar mengapa rakyat memilihnya sebagai presiden.

Akhirnya, Joko Widodo berbicara. Dia membatalkan nominasi Budi Gunawan dan menggantinya dengan seorang perwira polisi lain. Tindakan tersebut membawa kelegaan sesaat untuk pendukungnya, namun keputusan sang presiden untuk menonaktifkan dua komisioner KPK menuai kritik.

Dadang Trisasongko, Sekretaris Jenderal organisasi Transparency International Indonesia, mengatakan bahwa kasus terhadap kedua anggota KPK tersebut sama dengan “kriminalisasi sistematis” lembaga tersebut.

“Kasus-kasus tersebut berakibat buruk terhadap lembaga anti-korupsi,” katanya kepada BBC. “Saya menghimbau pimpinan KPK lainnya untuk proaktif menyelamatkan KPK dan juga untuk membangun komunikasi yang lancar dengan presiden dan kepolisian demi menghentikan kriminalisasi KPK.”

Menurut para aktivis, badan anti-korupsi tersebut sedang diserang dan mungkin sedang dalam titik terlemahnya sepanjang sejarah.

Meragukan Jokowi

KPK dibentuk pada 2003 dan diberikan wewenang bebas untuk mengejar politisi dan pebisnis yang dicurigai melakukan aksi korupsi.

Misi lembaga tersebut adalah memberantas korupsi di Indonesia – bukan tugas yang mudah di negara yang sering masuk dalam daftar negara terkorup di dunia.

KPK menuai sukses dengan cepat dan hasil kerja mereka kasat mata. Beberapa koruptor kelas kakap diseret ke bui, yang menyebabkan lembaga itu memiliki banyak musuh.

Selama dua masa jabatan mantan presiden Susilo Bambang Yudoyhono terdapat beberapa upaya untuk melumpuhkan KPK, namun tidak berhasil. KPK adalah satu dari sedikit institusi yang dipercayai warga Indonesia, dan sering diumpamakan sebagai cicak yang mengejar buaya-buaya di antara kaum elite bisnis dan politik.

Melihat riwayatnya, Jokowi dipandang sebagai orang yang sesuai untuk mendukung kekuatan lembaga tersebut.

Dia dulunya merupakan pengusaha mebel dan tinggal di daerah permukiman kumuh. Dia adalah presiden terpilih pertama yang tidak terkait dengan penguasa masa lalu.

Prestasi itu tidak bisa dianggap enteng. Sebelumnya, hanya anggota elite politik dan militer dipilih sebagai presiden di negara ini.

Jokowi, nama panggilannya di Indonesia, memulai jabatan publiknya sebagai wali kota Solo, sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Di sanalah dia mulai menarik perhatian warga setempat yang berjumlah sekitar 500.000 orang dengan janji-janjinya untuk menekan korupsi dan menghilangkan birokrasi.

Dan dengan janji-janji itu juga Jokowi mendapatkan banyak sekali pendukung di seluruh Indonesia yang memilihnya sebagai presiden.

Inspeksi mendadak dan blusukan yang sering dilakukannya membuatnya menjadi pahlawan di antara masyarakat miskin Indonesia.

Namun janji-janji tersebut seperti dilupakan dan rakyat Indonesia mulai meragukan apakah presiden yang mereka pilih benar-benar berkomitmen untuk memberantas korupsi.

“Saya memilihnya pada bulan Juli karena saya pikir dia orang yang jujur,” kata Wawan, seorang supir di Jakarta. “Di kampung, teman-teman saya tidak terlalu memerhatikan apa yang sedang terjadi di Jakarta, jadi mereka tetap mendukung Pak Jokowi. Tapi saya kecewa bahwa ia membiarkan politik mengubah dirinya begitu cepat.”

Jokowi harus bergerak dengan tegas untuk memastikan bahwa dia tidak kehilangan dukungan dari orang-orang yang mengangkatnya sebagai presiden Indonesia. (BBC)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/