26.7 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Bali Nine Dikabarkan Batal Dieksekusi

Andrew Chan (kiri) dan Myuran Sukumaran. Foto: ist.
Andrew Chan (kiri) dan Myuran Sukumaran. Foto: ist.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menggantungnya rencana eksekusi terpidana mati gelombang dua membuat kondisi semakin rancu. Bahkan, yang terbaru Presiden Jokowi dikabarkan membatalkan eksekusi mati terhadap duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Sesuai informasi yang didapat Jawa Pos, saat ini presiden Jokowi sedang mempertimbangkan pembatalan eksekusi mati terhadap Bali Nine. Rencana pembatalan itu dikarenakan begitu kerasnya protes dari Pemerintah Australia.

Kabar tersebut makin santer begitu melihat pemerintah sudah goyah beberapa kali untuk mengeksekusi terpidana mati pada gelombang dua. Awalnya, Kejagung memastikan akan mengeksekusi terpidana mati tiga hari pasca pemindahan. Kenyataannya, setelah duo bali nine dan terpidana mati Raheem Agbaje dipindahkan ke Nusakambangan, eksekusi mati juga tidak dilakukan.

Namun,saat dikonfirmasi soal adanya rencana pembatalan eksekusi mati terhadap Bali Nine, “Jaksa Agung H M. Prasetyo menampik kabar tersebut. Menurut dia, pihaknya tidak pernah mendapatkan instruksi seperti itu. “Jangan kabar-kabar saja, pastikan dulu,” tuturnya kemarin.

Jaksa Agung yakin bila Presiden Jokowi tidak akan memerintahkan pembatalan eksekusi terhadap dua warga Australia tersebut. “Saya tegaskan tidak ada pembatalan,” jelas mantan Jampidum 2005-2006 tersebut.

Namun, lanjut dia, kalau memang ada keputusan pembatalan itu. Maka, seharusnya ada perubahan grasi, seperti itulah mekanismenya. “Soalnya grasi penolakannya sudah diteken,” jelasnya.

Sementara Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Spontana juga menolak kemungkinan adanya pembatalan tersebut. Namun, memang kemungkinan besar eksekusi terpidana mati gelombang dua tidak akan dilakukan pada Maret ini. “Pembatalan tidak ada, yang ada menunggu proses hukum selesai,” terangnya.

Kemungkinan besar, eksekusi baru bisa dilakukan pada April mendatang. Hal tersebut dikarenakan adanya proses hukum yang dilakukan Bali Nine berupa perlawanan hukum atas putusan sidang PTUN yang menolak gugatan pada Keputusan Presiden (Keppres) grasi.

“Setahu saya putusan perlawanan hukum baru dikeluarkan 6 April, makanya eksekusi juga harus menunggu proses hukum selesai. Ya April itu kemungkinan eksekusinya,” terangnya ditemui di kantornya kemarin.

Menurut dia, sebesar apapun tekanan pemerintah Australia tidak akan menghentikan eksekusi terpidana mati. Seharusnya, Australia memahami bahwa Indonesia memiliki hukum yang harus dihormati. “Protes itu tentu tidak berpengaruh,” jelasnya.

Terpisah, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdjianto juga membantah kabar tentang posisi pemerintah yang akhirnya mengevaluasi pelaksanaan hukuman mati terhadap duo Bali Nine. “Tidak benar itu, yang ada saat ini masih menunggu proses hukum,” tegasnya, saat dihubungi, kemarin.

Dia juga memastikan, kalau tidak ada kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan Australia yang membuat agenda pelaksanaan hukuman mati menjadi batal. Belum terlaksananya hukuman mati yang menjadi domain kejaksaan, hanya persoalan waktu. “Jadi, tidak ada itu, tidak ada deal apapun dengan pihak Australia,” tandas Tedjo, lagi. (idr/dyn)

Andrew Chan (kiri) dan Myuran Sukumaran. Foto: ist.
Andrew Chan (kiri) dan Myuran Sukumaran. Foto: ist.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menggantungnya rencana eksekusi terpidana mati gelombang dua membuat kondisi semakin rancu. Bahkan, yang terbaru Presiden Jokowi dikabarkan membatalkan eksekusi mati terhadap duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Sesuai informasi yang didapat Jawa Pos, saat ini presiden Jokowi sedang mempertimbangkan pembatalan eksekusi mati terhadap Bali Nine. Rencana pembatalan itu dikarenakan begitu kerasnya protes dari Pemerintah Australia.

Kabar tersebut makin santer begitu melihat pemerintah sudah goyah beberapa kali untuk mengeksekusi terpidana mati pada gelombang dua. Awalnya, Kejagung memastikan akan mengeksekusi terpidana mati tiga hari pasca pemindahan. Kenyataannya, setelah duo bali nine dan terpidana mati Raheem Agbaje dipindahkan ke Nusakambangan, eksekusi mati juga tidak dilakukan.

Namun,saat dikonfirmasi soal adanya rencana pembatalan eksekusi mati terhadap Bali Nine, “Jaksa Agung H M. Prasetyo menampik kabar tersebut. Menurut dia, pihaknya tidak pernah mendapatkan instruksi seperti itu. “Jangan kabar-kabar saja, pastikan dulu,” tuturnya kemarin.

Jaksa Agung yakin bila Presiden Jokowi tidak akan memerintahkan pembatalan eksekusi terhadap dua warga Australia tersebut. “Saya tegaskan tidak ada pembatalan,” jelas mantan Jampidum 2005-2006 tersebut.

Namun, lanjut dia, kalau memang ada keputusan pembatalan itu. Maka, seharusnya ada perubahan grasi, seperti itulah mekanismenya. “Soalnya grasi penolakannya sudah diteken,” jelasnya.

Sementara Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Spontana juga menolak kemungkinan adanya pembatalan tersebut. Namun, memang kemungkinan besar eksekusi terpidana mati gelombang dua tidak akan dilakukan pada Maret ini. “Pembatalan tidak ada, yang ada menunggu proses hukum selesai,” terangnya.

Kemungkinan besar, eksekusi baru bisa dilakukan pada April mendatang. Hal tersebut dikarenakan adanya proses hukum yang dilakukan Bali Nine berupa perlawanan hukum atas putusan sidang PTUN yang menolak gugatan pada Keputusan Presiden (Keppres) grasi.

“Setahu saya putusan perlawanan hukum baru dikeluarkan 6 April, makanya eksekusi juga harus menunggu proses hukum selesai. Ya April itu kemungkinan eksekusinya,” terangnya ditemui di kantornya kemarin.

Menurut dia, sebesar apapun tekanan pemerintah Australia tidak akan menghentikan eksekusi terpidana mati. Seharusnya, Australia memahami bahwa Indonesia memiliki hukum yang harus dihormati. “Protes itu tentu tidak berpengaruh,” jelasnya.

Terpisah, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdjianto juga membantah kabar tentang posisi pemerintah yang akhirnya mengevaluasi pelaksanaan hukuman mati terhadap duo Bali Nine. “Tidak benar itu, yang ada saat ini masih menunggu proses hukum,” tegasnya, saat dihubungi, kemarin.

Dia juga memastikan, kalau tidak ada kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan Australia yang membuat agenda pelaksanaan hukuman mati menjadi batal. Belum terlaksananya hukuman mati yang menjadi domain kejaksaan, hanya persoalan waktu. “Jadi, tidak ada itu, tidak ada deal apapun dengan pihak Australia,” tandas Tedjo, lagi. (idr/dyn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/