25 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Puncak Waisak Dihadiri Biksu 6 Negara

MAGELANG – Puluhan ribu umat Buddha dari berbagai negara berkumpul di Candi Mendut, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, untuk mengikuti puncak acara perayaan hari raya Tri Suci Waisak 2557 BE/2013 kemarin. Melalui perayaan tersebut, umat Buddha diajak untuk melatih diri menjadi pribadi yang penuh kebajikan.

Puncak perayaan Waisak dilakukan pukul 11.24.29. Dalam detik-detik Waisak itu, seluruh umat Buddha melakukan meditasi perenungan diri untuk menjadi makhluk yang lebih baik di tahun berikutnya.

Prosesi detik-detik Waisak dipimpin oleh Biksu Wongsin Labiko Mahatera. Suasana kawasan Candi Mendut menjadi begitu hening dalam beberapa saat.

Sebelum detik-detik Waisak, masing-masing sangha atau majelis membaca doa mantra dan sutra di depan altar. Tercatat 20 majelis yang hadir. Termasuk para biksu dari Thailand, Sri Lanka, Taiwan, Jepang, Singapura, dan Malaysia.

Dalam kesempatan itu, umat Buddha diberi pencerahan Waisak oleh Biksu Tadhisa Paramitha Mahasthasavira. Dalam khotbahnya, biksu senior itu mengajak seluruh umat Buddha mempelajari darma yang diteladani oleh Mahaguru Buddha.

Salah satunya, kata dia, ialah melatih diri menjadi manusia yang bajik. Kebajikan, kata dia, merupakan sikap positif yang mampu menjadikan kehidupan tenteram dan penuh berkah.

“Orang bajik tidak merasa dirinya baik karena selalu introspeksi diri dan melihat kesalahan pada diri sendiri bukan pada orang lain,” ungkap dia.

Selain itu, Biksu Tadhisa mengajak umat Buddha untuk senantiasa menjadi manusia yang baik, membuka diri, merasa puas dengan kehidupan yang dijalani, dan selalu menggunakan akal sehat dalam kehidupannya.

“Juga perlu meningkatkan peran dan sumbangsih kepada yang membutuhkan secara rutin, konsisten, dan berkelanjutan.

Ini untuk peradaban luhur dan mencapai perbuatan yang bajik,” pintanya.

Umat Buddha, lanjut dia, juga harus menjadikan pengalaman kesehariannya sebagai cermin dari aktualisasi pikiran pribadi. Karena itu, berpikirlah yang jernih dan menggunakan secara bijak. “Maka, pelajarilah Buddha Dharma secara penuh, jangan sepenggal-sepenggal.

Harus dipahami secara lengkap supaya menumbuhkan sikap kearifan,” katanya.

Sekretaris Jenderal Sangha Mahayana Tanah Suci Indonesia Biksu Dwi Wirya mengatakan, Waisak kali ini mengambil tema “Dengan semangat Waisak, kita tingkatkan kesadaran untuk berbuat kebajikan”. Peringatan Waisak dimaknai dengan memperingati tiga peristiwa penting yang dialami Sidarta Gautama.

Meliputi, kelahiran Pangeran Sidharta, pencapaian kesempurnaan menjadi Sang Buddha, serta wafat pada hari dan waktu yang sama.

Setelah melakukan peringatan detik-detik Waisak, puluhan ribu umat Buddha bersama para biksu melakukan perjalanan darma dari Candi Mendut ke Candi Borobudur. Perjalanan yang menempuh jarak empat kilometer itu sebagai salah satu cara mengenang perjalanan Sang Buddha mencapai penerangan agung.

Dalam perjalanan itu, api abadi dari pegunungan Mrapen, Kabupaten Purwodadi, dan air suci dari mata air Jumprit, Kabupaten Temanggung, dibawa dan kemudian disemayamkan di pelataran Candi Borobudur. Sebelumnya, api dan air itu disemayamkan di Candi Mendut.

Malam harinya umat Buddha menggelar ritual doa bersama dan pradaksina di candi terbesar peninggalan Wangsa Syailendra itu. Rangkaian acara Waisak ditutup dengan menerbangkan seribu lampion dari pelataran candi. (vie/ c4/kim)

MAGELANG – Puluhan ribu umat Buddha dari berbagai negara berkumpul di Candi Mendut, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, untuk mengikuti puncak acara perayaan hari raya Tri Suci Waisak 2557 BE/2013 kemarin. Melalui perayaan tersebut, umat Buddha diajak untuk melatih diri menjadi pribadi yang penuh kebajikan.

Puncak perayaan Waisak dilakukan pukul 11.24.29. Dalam detik-detik Waisak itu, seluruh umat Buddha melakukan meditasi perenungan diri untuk menjadi makhluk yang lebih baik di tahun berikutnya.

Prosesi detik-detik Waisak dipimpin oleh Biksu Wongsin Labiko Mahatera. Suasana kawasan Candi Mendut menjadi begitu hening dalam beberapa saat.

Sebelum detik-detik Waisak, masing-masing sangha atau majelis membaca doa mantra dan sutra di depan altar. Tercatat 20 majelis yang hadir. Termasuk para biksu dari Thailand, Sri Lanka, Taiwan, Jepang, Singapura, dan Malaysia.

Dalam kesempatan itu, umat Buddha diberi pencerahan Waisak oleh Biksu Tadhisa Paramitha Mahasthasavira. Dalam khotbahnya, biksu senior itu mengajak seluruh umat Buddha mempelajari darma yang diteladani oleh Mahaguru Buddha.

Salah satunya, kata dia, ialah melatih diri menjadi manusia yang bajik. Kebajikan, kata dia, merupakan sikap positif yang mampu menjadikan kehidupan tenteram dan penuh berkah.

“Orang bajik tidak merasa dirinya baik karena selalu introspeksi diri dan melihat kesalahan pada diri sendiri bukan pada orang lain,” ungkap dia.

Selain itu, Biksu Tadhisa mengajak umat Buddha untuk senantiasa menjadi manusia yang baik, membuka diri, merasa puas dengan kehidupan yang dijalani, dan selalu menggunakan akal sehat dalam kehidupannya.

“Juga perlu meningkatkan peran dan sumbangsih kepada yang membutuhkan secara rutin, konsisten, dan berkelanjutan.

Ini untuk peradaban luhur dan mencapai perbuatan yang bajik,” pintanya.

Umat Buddha, lanjut dia, juga harus menjadikan pengalaman kesehariannya sebagai cermin dari aktualisasi pikiran pribadi. Karena itu, berpikirlah yang jernih dan menggunakan secara bijak. “Maka, pelajarilah Buddha Dharma secara penuh, jangan sepenggal-sepenggal.

Harus dipahami secara lengkap supaya menumbuhkan sikap kearifan,” katanya.

Sekretaris Jenderal Sangha Mahayana Tanah Suci Indonesia Biksu Dwi Wirya mengatakan, Waisak kali ini mengambil tema “Dengan semangat Waisak, kita tingkatkan kesadaran untuk berbuat kebajikan”. Peringatan Waisak dimaknai dengan memperingati tiga peristiwa penting yang dialami Sidarta Gautama.

Meliputi, kelahiran Pangeran Sidharta, pencapaian kesempurnaan menjadi Sang Buddha, serta wafat pada hari dan waktu yang sama.

Setelah melakukan peringatan detik-detik Waisak, puluhan ribu umat Buddha bersama para biksu melakukan perjalanan darma dari Candi Mendut ke Candi Borobudur. Perjalanan yang menempuh jarak empat kilometer itu sebagai salah satu cara mengenang perjalanan Sang Buddha mencapai penerangan agung.

Dalam perjalanan itu, api abadi dari pegunungan Mrapen, Kabupaten Purwodadi, dan air suci dari mata air Jumprit, Kabupaten Temanggung, dibawa dan kemudian disemayamkan di pelataran Candi Borobudur. Sebelumnya, api dan air itu disemayamkan di Candi Mendut.

Malam harinya umat Buddha menggelar ritual doa bersama dan pradaksina di candi terbesar peninggalan Wangsa Syailendra itu. Rangkaian acara Waisak ditutup dengan menerbangkan seribu lampion dari pelataran candi. (vie/ c4/kim)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/