26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

APBN Rp300 M untuk Petani Sumut Sia-sia

JAKARTA -Perkara dugaan korupsi Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) paket 1 tahun 2012 yang melibatkan sejumlah kepala dinas di sejumlah daerah, termasuk di Sumut, tidak mengagetkan anggota Komisi IV DPR Anton Sihombing.

Politisi Partai Golkar itu mengatakan, praktik mengorupsi dana-dana yang seharusnya dinikmati para petani, sudah lama terjadi. “Ini bukan cerita baru. Bantuan-bantuan yang ditujukan ke petani, masih saja dimanipulasi. Jadi percuma saja anggaran untuk para petani ditambah setiap tahunnya,” ujar Anton kepada koran ini di Jakarta, kemarin (25/8).

Untuk Sumut misalnya, Anton menyebut, dana dari APBN 2013 yang dikucurkan untuk kebutuhan petani mencapai Rp300 miliar. Jauh dibanding 2010 yang hanya mencapai Rp50 miliar.

“Tapi kesejahteraan petani tak berubah, masih saja sengsara. Saya selaku anggota DPR yang duduk di Komisi IV selalu mendorong agar kinerja kementerian pertanian ditata,” tegas Anton.

Terlebih lanjutnya, anggaran Kementan juga terus naik. Anggaran untuk litbang saja, lanjutnya, mencapai Rp1,7 triliun. “Tapi penggunaan anggarannya tak jelas,” cetusnya.

Terkait dengan kasus dugaan korupsi BLBU, menurut Anton, memang program bantuan ini sangat rawan diselewengkan. Modus yang biasa dimainkan, lanjutnya, dana yang mestinya dibelikan bibit jenis A, dibelikan jenis B yang lebih murah. “Atau sesuai jenisnya, tapi jumlahnya dikurangi,” ujar Anton.
Apa yang akan dilakukan Komisi IV DPR yang membidangi masalah pertanian itu? Anton mengatakan, jauh hari dewan sudah mengambil langkah progresif, yakni penyusunan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, yang sudah disahkan Juli 2013.

Dengan UU itu, lanjutnya, nantinya petani akan lebih mudah mendapatkan dana lewat Lembaga Keuangan Petani. “Nantinya petani juga mendapatkan asuransi, misalnya jika gagal panen, ada hama wereng, sawah kebanjiran, dan sebagainya. Pemerintah juga wajib membangun infrastruktur pertanian seperti irigasi,” ujar mantan anggota tim perumus dan tim sinkronisasi UU dimaksud itu.

Diberitakan, Tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa Kapala Dinas Pertanian Provinsi Sumut, M Roem, Jumat (23/8). Ia menjadi saksi perkara dugaan korupsi BLBU paket 1 tahun 2012 oleh PT Hidayah Nur Wahana (HNW) di Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian yang diduga merugikan negara senilai Rp209 miliar.

Selain Roem, Kejagung juga telah memeriksa Kadis Pertanian Labuhanbatu, Asahan, dan Pakpak Bharat.
Pemeriksaan itu mengambil tempat di ruang Aspidsus Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Setia Untung yang di konfirmasi Sumut Pos mengatakan penyimpangan dalam penyaluran BLBU berupa padi lahan kering, padi hibrida, padi nonhibrida, dan kedelai diduga tidak sesuai varietasnya, kurang volume dalam realisasinya serta beberapa pelaksanaan yang fiktif.
Proyek pengadaan benih itu akan ditebar untuk Paket I, yakni wilayah Aceh, Sumatra Barat, Bengkulu, dan Sumatera Utara. Dari hasil penyelidikan ditemukan bukti permulaan yang cukup dan akan dikroscek ke lapangan pengadaan barang yang fiktif dan yang tidak sesuai dengan tender.
Mentan Suswono tidak menjawab pertanyaan yang diajukan koran ini lewat layanan pesan singkat, terkait persoalan ini. Dihubungi, ponselnya tak diangkat. Begitu pun Wakil Mentan Rusman Heriawan, juga tak mengangkat ponselnya. (sam)

JAKARTA -Perkara dugaan korupsi Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) paket 1 tahun 2012 yang melibatkan sejumlah kepala dinas di sejumlah daerah, termasuk di Sumut, tidak mengagetkan anggota Komisi IV DPR Anton Sihombing.

Politisi Partai Golkar itu mengatakan, praktik mengorupsi dana-dana yang seharusnya dinikmati para petani, sudah lama terjadi. “Ini bukan cerita baru. Bantuan-bantuan yang ditujukan ke petani, masih saja dimanipulasi. Jadi percuma saja anggaran untuk para petani ditambah setiap tahunnya,” ujar Anton kepada koran ini di Jakarta, kemarin (25/8).

Untuk Sumut misalnya, Anton menyebut, dana dari APBN 2013 yang dikucurkan untuk kebutuhan petani mencapai Rp300 miliar. Jauh dibanding 2010 yang hanya mencapai Rp50 miliar.

“Tapi kesejahteraan petani tak berubah, masih saja sengsara. Saya selaku anggota DPR yang duduk di Komisi IV selalu mendorong agar kinerja kementerian pertanian ditata,” tegas Anton.

Terlebih lanjutnya, anggaran Kementan juga terus naik. Anggaran untuk litbang saja, lanjutnya, mencapai Rp1,7 triliun. “Tapi penggunaan anggarannya tak jelas,” cetusnya.

Terkait dengan kasus dugaan korupsi BLBU, menurut Anton, memang program bantuan ini sangat rawan diselewengkan. Modus yang biasa dimainkan, lanjutnya, dana yang mestinya dibelikan bibit jenis A, dibelikan jenis B yang lebih murah. “Atau sesuai jenisnya, tapi jumlahnya dikurangi,” ujar Anton.
Apa yang akan dilakukan Komisi IV DPR yang membidangi masalah pertanian itu? Anton mengatakan, jauh hari dewan sudah mengambil langkah progresif, yakni penyusunan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, yang sudah disahkan Juli 2013.

Dengan UU itu, lanjutnya, nantinya petani akan lebih mudah mendapatkan dana lewat Lembaga Keuangan Petani. “Nantinya petani juga mendapatkan asuransi, misalnya jika gagal panen, ada hama wereng, sawah kebanjiran, dan sebagainya. Pemerintah juga wajib membangun infrastruktur pertanian seperti irigasi,” ujar mantan anggota tim perumus dan tim sinkronisasi UU dimaksud itu.

Diberitakan, Tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa Kapala Dinas Pertanian Provinsi Sumut, M Roem, Jumat (23/8). Ia menjadi saksi perkara dugaan korupsi BLBU paket 1 tahun 2012 oleh PT Hidayah Nur Wahana (HNW) di Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian yang diduga merugikan negara senilai Rp209 miliar.

Selain Roem, Kejagung juga telah memeriksa Kadis Pertanian Labuhanbatu, Asahan, dan Pakpak Bharat.
Pemeriksaan itu mengambil tempat di ruang Aspidsus Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Setia Untung yang di konfirmasi Sumut Pos mengatakan penyimpangan dalam penyaluran BLBU berupa padi lahan kering, padi hibrida, padi nonhibrida, dan kedelai diduga tidak sesuai varietasnya, kurang volume dalam realisasinya serta beberapa pelaksanaan yang fiktif.
Proyek pengadaan benih itu akan ditebar untuk Paket I, yakni wilayah Aceh, Sumatra Barat, Bengkulu, dan Sumatera Utara. Dari hasil penyelidikan ditemukan bukti permulaan yang cukup dan akan dikroscek ke lapangan pengadaan barang yang fiktif dan yang tidak sesuai dengan tender.
Mentan Suswono tidak menjawab pertanyaan yang diajukan koran ini lewat layanan pesan singkat, terkait persoalan ini. Dihubungi, ponselnya tak diangkat. Begitu pun Wakil Mentan Rusman Heriawan, juga tak mengangkat ponselnya. (sam)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/