26.7 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

KPU: Itu Wewenang Pemerintah

Pangi menambahkan, patut diwaspadai TNI dan Polri diseret-seret ke gelanggang ranah politik praktis. Sebab sudah ada sinyal dan koding dugaan ke arah sana. Ada resiko yang tak main-main yaitu mengganggu kualitas demokrasi itu sendiri (fair play). “Jangan sampai demokrasi dan Pilkada dibajak oleh oknum yang punya niat untuk curang dalam kontestasi elektoral Pilkada Serentak 2018,” ujarnya.

Konsekuensi dihapusnya dwifungsi ABRI, memastikan netralitas Polri yang bertanggung jawab terhadap keamanan negara. Reformasi yang telah berhasil memisahkan dan menjaga netralitas kedua institusi tersebut, menurut dia, jangan digoda-goda terjun ke politik praktis. “Para kontestan baik calon bupati, wali kota dan gubernur jangan salahkan mereka nanti menolak hasil proses Pemilu karena tidak menjunjung semangat jujur dan adil (jurdil). Jangan paksa dan berharap mereka menerima hasil dengan legowo, apabila diduga ada yang ganjil dan tak beres dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018,” jelasnya.

Ia menilai wajar masyarakat menaruh curiga dengan usulan Pjs Gubernur dari polisi aktif karena PDIP, partai bernaungnya Menteri Tjahjo, saat ini mengusung calon kepala daerah di Jabar dengan latar belakang TNI dan Polri. “Jangan sampai menghalalkan segala cara untuk memenangkan sebuah kontestasi elektoral Pilkada dan melanggar regulasi serta fatsun politik,” tegas Pangi.

Sementara, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak menilai, Mendagri telah merusak tatanan demokrasi yang sudah ada. Menurut Dahnil, reformasi berusaha mengubur Dwi Fungsi TNI, namun rencana Tjahjo tersebut seolah menyediakan arena untuk menghadirkan laku ‘Multifungsi Polri” dan menyeret makin dalam kepolisian dalam pusaran political game.

Meski rencana Plt Gubernur dari polisi tidak melanggar UU, jelas Dahnil, banyak etika politik dan kenegaraan yang ditabrak oleh Tjahjo. Jadi, menurut dia, penting Presiden Joko Widodo mempertimbangkan dengan matang untuk membatalkan usulan Mendagrinya tersebut. “Bila meminjam penalaran Pak Tjahyo Kumolo yang menyatakan penunjukkan perwira kepolisian karena ada kerawanan keamanan di daerah-daerah tersebut, bila rencana itu tetap dilaksanakan dan Pak Jokowi mengabaikan kritik publik, agaknya perlu Pak Presiden Joko Widodo pun mempertimbangkan untuk mengganti Mendagri Tjahyo Kumolo dengan jenderal polisi aktif,” jelasnya.

Sebab, lanjut Dahnil. jelang Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019 potensi kerawanan keamanan pasti terjadi. Bila perlu, Kemendagri digabungkan saja dengan Polri. “Jadi Kemendagri berada di bawah Polri, ini kebijakan yang paling tepat lho bila meminjam penalaran Pak Tjahyo Kumolo tersebut,” tukas pendiri Mahadrasah Antikorupsi ini.

Pangi menambahkan, patut diwaspadai TNI dan Polri diseret-seret ke gelanggang ranah politik praktis. Sebab sudah ada sinyal dan koding dugaan ke arah sana. Ada resiko yang tak main-main yaitu mengganggu kualitas demokrasi itu sendiri (fair play). “Jangan sampai demokrasi dan Pilkada dibajak oleh oknum yang punya niat untuk curang dalam kontestasi elektoral Pilkada Serentak 2018,” ujarnya.

Konsekuensi dihapusnya dwifungsi ABRI, memastikan netralitas Polri yang bertanggung jawab terhadap keamanan negara. Reformasi yang telah berhasil memisahkan dan menjaga netralitas kedua institusi tersebut, menurut dia, jangan digoda-goda terjun ke politik praktis. “Para kontestan baik calon bupati, wali kota dan gubernur jangan salahkan mereka nanti menolak hasil proses Pemilu karena tidak menjunjung semangat jujur dan adil (jurdil). Jangan paksa dan berharap mereka menerima hasil dengan legowo, apabila diduga ada yang ganjil dan tak beres dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018,” jelasnya.

Ia menilai wajar masyarakat menaruh curiga dengan usulan Pjs Gubernur dari polisi aktif karena PDIP, partai bernaungnya Menteri Tjahjo, saat ini mengusung calon kepala daerah di Jabar dengan latar belakang TNI dan Polri. “Jangan sampai menghalalkan segala cara untuk memenangkan sebuah kontestasi elektoral Pilkada dan melanggar regulasi serta fatsun politik,” tegas Pangi.

Sementara, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak menilai, Mendagri telah merusak tatanan demokrasi yang sudah ada. Menurut Dahnil, reformasi berusaha mengubur Dwi Fungsi TNI, namun rencana Tjahjo tersebut seolah menyediakan arena untuk menghadirkan laku ‘Multifungsi Polri” dan menyeret makin dalam kepolisian dalam pusaran political game.

Meski rencana Plt Gubernur dari polisi tidak melanggar UU, jelas Dahnil, banyak etika politik dan kenegaraan yang ditabrak oleh Tjahjo. Jadi, menurut dia, penting Presiden Joko Widodo mempertimbangkan dengan matang untuk membatalkan usulan Mendagrinya tersebut. “Bila meminjam penalaran Pak Tjahyo Kumolo yang menyatakan penunjukkan perwira kepolisian karena ada kerawanan keamanan di daerah-daerah tersebut, bila rencana itu tetap dilaksanakan dan Pak Jokowi mengabaikan kritik publik, agaknya perlu Pak Presiden Joko Widodo pun mempertimbangkan untuk mengganti Mendagri Tjahyo Kumolo dengan jenderal polisi aktif,” jelasnya.

Sebab, lanjut Dahnil. jelang Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019 potensi kerawanan keamanan pasti terjadi. Bila perlu, Kemendagri digabungkan saja dengan Polri. “Jadi Kemendagri berada di bawah Polri, ini kebijakan yang paling tepat lho bila meminjam penalaran Pak Tjahyo Kumolo tersebut,” tukas pendiri Mahadrasah Antikorupsi ini.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/