30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Fahri Paksakan Hak Angket

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif masih menimbang kemungkinan tindakan hukum lain untuk menyikapi hak angket DPR. Saat ini, pihaknya tetap fokus menangani kasus korupsi e-KTP dan perkara lain, seperti SKL BLBI. ”Kemungkinan tindakan hukum lain akan kami bicarakan lebih lanjut di KPK,” ujarnya kepada Jawa Pos.

Laode mengatakan, lembaganya tetap mengecam upaya pihak luar yang berpotensi menghambat penegakkan hukum. KPK pun berharap mendapat banyak masukan dari masyarakat. Baik itu soal keluarnya hak angket maupun proses hukum penuntasan kasus e-KTP. ”Termasuk e-KTP dan kasus keterangan tidak benar di pengadilan tentu saja akan ditolak KPK,” ujarnya.

Menurutnya, bukti-bukti yang dibuka di luar pengadilan berisiko menghambat proses hukum. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan akan berdampak tidak tuntasnya penanganan sebuah kasus. Tidak terkecuali mega korupsi e-KTP yang kini tengah gencar-gencarnya diusut penyidik KPK. ”KPK menyatakan tidak bisa menyerahkan bukti-bukti yang terkait dengan kasus ini (e-KTP),” terangnya.

Sementara terkait alasan DPR menggulirkan hak angket berdasar temuan Badan Pemeriksa Keuangan tentang Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan KPK tahun 2015, KPK tidak terlalu menanggapinya. Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebut alasan itu terkesan mencari titik kesalahan lembaganya. ”Nanti akan kami jelaskan itu,” ungkapnya.

Menurut Febri, pihaknya tidak mau terburu-buru masuk dalam frame yang dibuat DPR untuk menjatuhkan KPK. Komisi antirasuah lebih mengedepankan untuk mengumpulkan data dan fakta untuk menjelaskan secara terperinci poin-poin yang dipermasalahkan anggota dewan. ”Sebenarnya kami sudah menjawab itu (temuan BPK, Red),” imbuh mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) ini.

Mantan pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan, hak angket DPR tidak selalu memiliki kekuatan eksekutorial. Artinya, jarang ada implementasi hukum dari hak konstitusional DPR tersebut. Misal, Hak Angket Ahok Gate dan Hak Angket Sadap terhadap mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). ”Juga pansus terhadap kasus Pelindo,” tuturnya.

Menurutnya, KPK memiliki hak imunitas untuk menolak memberikan atau membuka rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani. Penolakan itu dibenarkan sesuai asas kepastian hukum (rechtmatigheid) dan kemanfaatan hukum (doelmatigheid). ”Apapun keputusan hak angket sama sekali tidak akan berdampak hukum maupun politik terhadap kelembagaan KPK,” paparnya.

Dia menegaskan, proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan (pra-ajudikasi) yang dilakukan KPK tetap harus rahasia dan tertutup. Tidak terkecuali rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani. Rekaman itu murni wewenang penuh KPK atas dasar proses penegakkan hukum. ”Proses itu (penegakkan hukum) harus bersih dari intervensi,” imbuhnya. (lum/bay/adl/tyo/jpg/adz)

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif masih menimbang kemungkinan tindakan hukum lain untuk menyikapi hak angket DPR. Saat ini, pihaknya tetap fokus menangani kasus korupsi e-KTP dan perkara lain, seperti SKL BLBI. ”Kemungkinan tindakan hukum lain akan kami bicarakan lebih lanjut di KPK,” ujarnya kepada Jawa Pos.

Laode mengatakan, lembaganya tetap mengecam upaya pihak luar yang berpotensi menghambat penegakkan hukum. KPK pun berharap mendapat banyak masukan dari masyarakat. Baik itu soal keluarnya hak angket maupun proses hukum penuntasan kasus e-KTP. ”Termasuk e-KTP dan kasus keterangan tidak benar di pengadilan tentu saja akan ditolak KPK,” ujarnya.

Menurutnya, bukti-bukti yang dibuka di luar pengadilan berisiko menghambat proses hukum. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan akan berdampak tidak tuntasnya penanganan sebuah kasus. Tidak terkecuali mega korupsi e-KTP yang kini tengah gencar-gencarnya diusut penyidik KPK. ”KPK menyatakan tidak bisa menyerahkan bukti-bukti yang terkait dengan kasus ini (e-KTP),” terangnya.

Sementara terkait alasan DPR menggulirkan hak angket berdasar temuan Badan Pemeriksa Keuangan tentang Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan KPK tahun 2015, KPK tidak terlalu menanggapinya. Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebut alasan itu terkesan mencari titik kesalahan lembaganya. ”Nanti akan kami jelaskan itu,” ungkapnya.

Menurut Febri, pihaknya tidak mau terburu-buru masuk dalam frame yang dibuat DPR untuk menjatuhkan KPK. Komisi antirasuah lebih mengedepankan untuk mengumpulkan data dan fakta untuk menjelaskan secara terperinci poin-poin yang dipermasalahkan anggota dewan. ”Sebenarnya kami sudah menjawab itu (temuan BPK, Red),” imbuh mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) ini.

Mantan pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan, hak angket DPR tidak selalu memiliki kekuatan eksekutorial. Artinya, jarang ada implementasi hukum dari hak konstitusional DPR tersebut. Misal, Hak Angket Ahok Gate dan Hak Angket Sadap terhadap mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). ”Juga pansus terhadap kasus Pelindo,” tuturnya.

Menurutnya, KPK memiliki hak imunitas untuk menolak memberikan atau membuka rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani. Penolakan itu dibenarkan sesuai asas kepastian hukum (rechtmatigheid) dan kemanfaatan hukum (doelmatigheid). ”Apapun keputusan hak angket sama sekali tidak akan berdampak hukum maupun politik terhadap kelembagaan KPK,” paparnya.

Dia menegaskan, proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan (pra-ajudikasi) yang dilakukan KPK tetap harus rahasia dan tertutup. Tidak terkecuali rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani. Rekaman itu murni wewenang penuh KPK atas dasar proses penegakkan hukum. ”Proses itu (penegakkan hukum) harus bersih dari intervensi,” imbuhnya. (lum/bay/adl/tyo/jpg/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/