26.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Fahri Paksakan Hak Angket

Foto: Mustafa Ramli/Jawa Pos
Suasana Rapat Paripurna DPR RI, yang dipimpin Ketua DPR RI, Marzuki Alie, Senin (17 Juni 2013) lalu, di Gedung Parlemen di Jakarta. Tampak anggota DPR Fraksi PKS, Mahfudz Sidiq memotret Fahri Hamzah rekanannya yang sedang interupsi. Dalam sidang paripurna Jumat (28/4) kemarin, giliran Fahri Hamzah yang mengabaikan interupsi dari rekan-rekannya.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus siap ‘diobok-obok’ DPR. Terutama terkait penanganan perkara korupsi e-KTP. Sebab, dewan baru saja menyepakati hak angket untuk komisi antirasuah. Dengan hak melakukan penyelidikan itu, mereka bisa dengan mudah meminta penjelasan lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo itu.

Penggunaan hak angket diputuskan dalam rapat paripurna, Jumat (28/4). Pimpinan DPR terkesan arogan dan memaksakan kehendaknya dalam pengambilan keputusan. Sebelum diputuskan, Taufiqulhadi, wakil dari pengusul hak angket membacakan surat usulan. ”Usulan ini merupakan hak yang dimiliki DPR seperti yang diatur dalam undang-undang,” terang dia mengawali pembacaan surat itu. Yaitu, Undang-Undang Nomor 17/2014 tentang MD3.

Dia pun menyampaikan alasan pengusungan hak angket. Menurut dia, komisi antirasuah wajib patuh terhadap Undang-Undang KPK. Bekerja berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Lembaga tersebut juga harus bersedia dilakukan pengawasan. “Laporan pertanggungjawaban KPK disampaikan kepada presiden, DPR, dan BPK,” paparnya.

Politikus Partai Nasdem itu mengatakan, pihaknya mendapatkan informasi bahwa KPK tidak selalu bekerja sesuai dengan tupoksinya. Hal itu terlihat  dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang disampaikan BPK pada 2015. Ada tujuh item yang menunjukkan ketidakpatuhan KPK dalam pengelolaan keuangan. Di antaranya, kelebihan pembayaran gaji dan pembayaran belanja perjalanan dinas.

Tidak hanya itu, pihaknya juga mendapat laporan tentang bocorannya BAP, sprindik dan surat cekal. Bahkan, ada oknum KPK yang membocorkan nama-nama yang diduga terlibat, padahal belum ada kepastian. Ada juga ketidakharmonisan di internal KPK. ”Itu mengemuka dalam rapat di Komisi III,” urai pria kelahiran Aceh itu.

Dan yang juga menjadi sorotan DPR adalah adanya pencabutan BAP oleh Miryam S Haryani setelah mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III. Komisi yang membidangi masalah hukum itu pun mempertanyakan kebenaran pernyataan tersangka e-KTP. Untuk membuktikannya, dewan pun meminta rekaman pemeriksaan Miryam, tapi KPK tidak bersedia memberikannya.

Melihat begitu banyak persoalan, maka pihaknya pun sepakat mengusulkan hak angket untuk memperdalam masalah yang belum terjawab. ”DPR wajib menjaga KPK agar melaksanakan tugasnya dengan baik. Transparan dan akuntable,” terang dia. Menurut dia, seluruh prosedur dan mekanisme hak angket sudah terpenuhi.

Foto: Mustafa Ramli/Jawa Pos
Suasana Rapat Paripurna DPR RI, yang dipimpin Ketua DPR RI, Marzuki Alie, Senin (17 Juni 2013) lalu, di Gedung Parlemen di Jakarta. Tampak anggota DPR Fraksi PKS, Mahfudz Sidiq memotret Fahri Hamzah rekanannya yang sedang interupsi. Dalam sidang paripurna Jumat (28/4) kemarin, giliran Fahri Hamzah yang mengabaikan interupsi dari rekan-rekannya.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus siap ‘diobok-obok’ DPR. Terutama terkait penanganan perkara korupsi e-KTP. Sebab, dewan baru saja menyepakati hak angket untuk komisi antirasuah. Dengan hak melakukan penyelidikan itu, mereka bisa dengan mudah meminta penjelasan lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo itu.

Penggunaan hak angket diputuskan dalam rapat paripurna, Jumat (28/4). Pimpinan DPR terkesan arogan dan memaksakan kehendaknya dalam pengambilan keputusan. Sebelum diputuskan, Taufiqulhadi, wakil dari pengusul hak angket membacakan surat usulan. ”Usulan ini merupakan hak yang dimiliki DPR seperti yang diatur dalam undang-undang,” terang dia mengawali pembacaan surat itu. Yaitu, Undang-Undang Nomor 17/2014 tentang MD3.

Dia pun menyampaikan alasan pengusungan hak angket. Menurut dia, komisi antirasuah wajib patuh terhadap Undang-Undang KPK. Bekerja berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Lembaga tersebut juga harus bersedia dilakukan pengawasan. “Laporan pertanggungjawaban KPK disampaikan kepada presiden, DPR, dan BPK,” paparnya.

Politikus Partai Nasdem itu mengatakan, pihaknya mendapatkan informasi bahwa KPK tidak selalu bekerja sesuai dengan tupoksinya. Hal itu terlihat  dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang disampaikan BPK pada 2015. Ada tujuh item yang menunjukkan ketidakpatuhan KPK dalam pengelolaan keuangan. Di antaranya, kelebihan pembayaran gaji dan pembayaran belanja perjalanan dinas.

Tidak hanya itu, pihaknya juga mendapat laporan tentang bocorannya BAP, sprindik dan surat cekal. Bahkan, ada oknum KPK yang membocorkan nama-nama yang diduga terlibat, padahal belum ada kepastian. Ada juga ketidakharmonisan di internal KPK. ”Itu mengemuka dalam rapat di Komisi III,” urai pria kelahiran Aceh itu.

Dan yang juga menjadi sorotan DPR adalah adanya pencabutan BAP oleh Miryam S Haryani setelah mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III. Komisi yang membidangi masalah hukum itu pun mempertanyakan kebenaran pernyataan tersangka e-KTP. Untuk membuktikannya, dewan pun meminta rekaman pemeriksaan Miryam, tapi KPK tidak bersedia memberikannya.

Melihat begitu banyak persoalan, maka pihaknya pun sepakat mengusulkan hak angket untuk memperdalam masalah yang belum terjawab. ”DPR wajib menjaga KPK agar melaksanakan tugasnya dengan baik. Transparan dan akuntable,” terang dia. Menurut dia, seluruh prosedur dan mekanisme hak angket sudah terpenuhi.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/