26.7 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Tangkap Hidup Atau Mati

Densus Yakini Hayat Dibantu Orang Asli Solo

JAKARTA-Hingga empat hari setelah peristiwa peledakan GBIS Kepunton Solo, tidak ada satupun anggota Densus 88 yang bisa santai, apalagi pulang ke rumah. Beban berat berada di pundak mereka. Sebab, Kapolri Jenderal Timur Pradopo telah memerintahkan agar penindakan terhadap jaringan Hayat dilakukan dalam tempo secepatnya.
Perintah Kapolri itu diperkuat lagi dengan komando dari Kadensus 88 Mabes Polri agar semua anggota yang bergerak di lapangan dilengkapi dengan senjata beramunisi lengkap.

“Kita akan tangkap mereka hidup atau mati,” kata seorang sumber Jawa Pos (grup Sumut Pos) di lapangan, kemarin (28/9).

Prinsip penindakan terhadap tersangka teroris tetap mengedepankan peringatan. “Tapi, kalau mereka melawan, membahayakan petugas dan warga, kami diminta tidak takut untuk tegas (menembak),” katanya.
Saat ini ada empat buron utama yakni Yadi, Nanang Ndut, Beni Asri dan Heru Komarudin.

“Selain mereka kami yakini Hayat juga dibantu orang asli Solo, minimal untuk persiapannya,” tambahnya.
Penindakan dengan peluru tajam sempat menjadi perdebatan panas antara Komnas HAM dan Polri terkait tewasnya Sigit Qurdowi di Solo Mei 2011 lalu. Saat itu, penggerebegan tim Densus juga menewaskan Nur Iman pedagang angkringan.

Bahkan, Komnas HAM mengirim tim penyelidik ke lokasi terbunuhnya Sigit. Hasilnya, komisioner Komnas Ham Saharudin Daming menilai ada kelalaian prosedur yang dilakukan Densus 88. “Sejak kasus itu, anggota memang lebih hati-hati memegang dan membawa senjata. Tapi, setelah bom Solo ini, kita tidak akan ragu-ragu,” ujarnya.
Tim pengejar jaringan Hayat meyakini buruannya bersenjata dan berbahaya. Selain kemungkinan ada senjata api genggam yang masih dimiliki, kelompok ini juga diduga punya bom-bom pipa siap lempar. “Mereka ini DPO sejak April, masih bisa mengelak, bahkan mengebom lagi. Jadi, kita tak mau ambil resiko,” katanya.

Apakah ada deadline atau tenggat waktu untuk mengungkap sisa-sisa jaringan Hayat? “Ada, dalam sebulan kita harus buat laporan lengkap,? katanya.

Menurut perwira ini, tim yakin kewaspadaan kelompok DPO ini sedang tinggi-tingginya. Karena itu, mereka pasti memasang telinga, dan mencari informasi darimana saja. Termasuk berita di koran. “So this is enough (cukup) ya, aku sudah ditegur pimpinan,” katanya pada Jawa Pos.

Secara terpisah, perintah Presiden SBY untuk dilakukan investigasi internal di tubuh Polri pasca insiden bom, langsung ditindaklanjuti petinggi korps baju cokelat itu. Kapolri Jenderal Timur Pradopo menyatakan, investigasi internal langsung dilakukan setelah perintah dari Presiden itu muncul.

Sudah saya lakukan (investigasi internal, Red). Sudah dilaksanakan intelijen,” kata Timur usai rapat tim pengawas kasus Bank Century di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (28/9).Menurut Kapolri, sebenarnya Kepolisian telah menerima kecurigaan akan adanya aksi bom bunuh diri, sebelum pelaksanaan ibadah di GBIS Kepunton berlangsung. Informasi itu langsung ditindaklanjuti aparat setempat untuk menyusun rencana kegiatan. “Polri setiap hari kan membuat rencana kegiatan. Dan itu dilaksanakan pada saat itu,” ujarnya.

Terkait informasi bom bunuh diri, Timur menyatakan sudah dikerahkan personel kepolisian untuk dilakukan pengamanan. Tidak hanya di GBIS Kepunton, sejumlah aparat kepolisian dikerahkan di sejumlah Gereja di wilayah Solo. “Salah satu rencana kegiatan itu, menempatkan dua petugas Polri. Kemudian dilakukan pemeriksaan. Itu semua sudah dilaksanakan,” jelasnya.

Menurut Kapolri, dari proses ibadah hingga selesai, aparat kepolisian tidak menemukan adanya penyusup. Baru, saat ibadah di GBIS Kepunton usai, ternyata terjadi insiden yang menimbulkan korban jiwa itu. “Itu kan kejadian jam 10.55 (WIB). Itu memang pada saat itu (pelaku) masuk saat jemaah sedang keluar. Itu sebagai evaluasi (bagi Polri),” tandasnya.

Sementara itu, meledaknya bom di GBIS Solo mematik reaksi sekelompok orang untuk melakukan deradikalisasi kelompok garis keras. Sasarannya tidak hanya dari organisasi keagamaan, geng jalanan juga digandeng untuk mengakhiri kekerasan dalam bentuk apapun. Gerakan tersebut dituangkan dengan menandatangani kain kafan.
Dalam deklarasi yang dilakukan di Apartemen Park Royale, Jakarta, itu dihadiri banyak pihak. Mulai Asosiasi Korban Bom Terorisme di Indonesia (ASKOBI), mantan Alumni Relawan Afganistan yang pernah melawan Rusia, mantan Jamaah Islamiyah, Geng Choker yang terlibat kerusuhan Ambon dan kelompok masyarakat lainya.

Tanda tangan tersebut rencananya untuk memecahkan rekor tanda tangan terpanjang. Mulai kemarin, akan terus dilakukan penggalangan dibeberapa tempat dengan puncaknya 12 Oktober nanti. Tanggal tersebut bertepatan dengan peringatan meledaknya bom bali. “Sekaligus untuk peringatan bom bali,” ujar salah satu penggagas Demian Demantra.
Ketua Askobi Wahyu Adiartono mengatakan pihaknya bangga bisa mengajak para anggota eks Afghanistan untuk ikut menentang kekerasan. Dia berharap, langkah para senior itu bisa diikuti oleh anggota garis keras lainnya untuk tidak lagi radikal. “Kami ingin yang mengajak masyarakat untuk ikut menentang kekerasan juga,” katanya.

Ahmad Jazuli, ketua forum eks Afganistan membenarkan jika pihaknya mendukung langkah deradikalisasi itu. Dia mengatakan sudah cukup aksi kekerasa dengan teror terjadi di Indonesia. Sebanyak 293 eks Afganistan saat ini sudah mulai masuk masa deradikalisasi dan bisa dijamin tidak akan melakukan teror.

“Sejak awal kami tidak pernah terlibat aksi. Tetapi, tetap kami minta komitmennya untuk mendukung deradikalisasi,” urainya. Kesepakatan awal dari eks Afganistan itu adalah bahwa aksi teror tidak pernah dibenarkan dalam kacamata Islam. Oleh sebab itu, dia menegaskan jika pelaku teror bukanlah seseorang yang beragama Islam secara benar.
Eks pentolan JI, Nasir Abbas membenarkan hal itu. Sebagai sesame eks Afganistan, dia menegaskan jika teror tidak pernah dibenarkan dalam Islam. Tanda tangan diatas kain kafan itu sendiri sembagai symbol bahwa semua orang akan mati, namun jangan sampai mati sia-sia.

“Siapa yang menjamin pelaku bom masuk surga. Tidak ada, karena itu hak Allah untuk menentukan,” urainya. Yang jelas, lanjut Nasir, Allah tidak membenarkan hambanya berbuat kekerasan terhadap sesama. Apalagi, melukai warga sipil yang tidak bersenjata.

Dia setuju adanya upaya deradikalisasi itu, sebab saat ini banyak kelompok-kelompok kecil baru yang dinilai lebih berbahaya. Mereka menyerang secara acak dan tidak memiliki target pasti. Apalagi, kemudahan mengakses informasi juga membuat kelompok itu leluasa membuat bom. “Bom yang meledak di Solo hanya butuh Rp200 ribu,” terangnya.
Kelompok yang siap melakukan deradikalisasi tersebut juga akan melakukan upaya-upaya pencegahan penyebaran ideologi keras. Nasir menyatakan siap berdialog dengan siapapun yang memiliki konsep jihad dengan cara teror. Dengan dibukanya akses itu, dia berharap anak-anak muda tidak mudah masuk kelompok garis keras.

Terkait ucapan Polri yang menyebut JAT dibalik aksi bom, Nasir tidak mau berkomentar banyak. Yang jelas, dibubarkan atau tidak kelompok-kelompok Islam itu tidak akan berpengaruh banyak. Alasannya, setiap individu saat ini bisa membentuk kelompok-kelompok baru dengan mudah. “Termasuk membuat bom karena itu mudah,” jelasnya.
Dia lebih suka untuk melakukan deradikalisasi kepada para anggota kelompok-kelompok yang dianggap garis keras. Sehingga, kelompok yang ada tidak akan berbahaya meski memiliki banyak anggota.(rdl/bay/dim/jpnn)

Densus Yakini Hayat Dibantu Orang Asli Solo

JAKARTA-Hingga empat hari setelah peristiwa peledakan GBIS Kepunton Solo, tidak ada satupun anggota Densus 88 yang bisa santai, apalagi pulang ke rumah. Beban berat berada di pundak mereka. Sebab, Kapolri Jenderal Timur Pradopo telah memerintahkan agar penindakan terhadap jaringan Hayat dilakukan dalam tempo secepatnya.
Perintah Kapolri itu diperkuat lagi dengan komando dari Kadensus 88 Mabes Polri agar semua anggota yang bergerak di lapangan dilengkapi dengan senjata beramunisi lengkap.

“Kita akan tangkap mereka hidup atau mati,” kata seorang sumber Jawa Pos (grup Sumut Pos) di lapangan, kemarin (28/9).

Prinsip penindakan terhadap tersangka teroris tetap mengedepankan peringatan. “Tapi, kalau mereka melawan, membahayakan petugas dan warga, kami diminta tidak takut untuk tegas (menembak),” katanya.
Saat ini ada empat buron utama yakni Yadi, Nanang Ndut, Beni Asri dan Heru Komarudin.

“Selain mereka kami yakini Hayat juga dibantu orang asli Solo, minimal untuk persiapannya,” tambahnya.
Penindakan dengan peluru tajam sempat menjadi perdebatan panas antara Komnas HAM dan Polri terkait tewasnya Sigit Qurdowi di Solo Mei 2011 lalu. Saat itu, penggerebegan tim Densus juga menewaskan Nur Iman pedagang angkringan.

Bahkan, Komnas HAM mengirim tim penyelidik ke lokasi terbunuhnya Sigit. Hasilnya, komisioner Komnas Ham Saharudin Daming menilai ada kelalaian prosedur yang dilakukan Densus 88. “Sejak kasus itu, anggota memang lebih hati-hati memegang dan membawa senjata. Tapi, setelah bom Solo ini, kita tidak akan ragu-ragu,” ujarnya.
Tim pengejar jaringan Hayat meyakini buruannya bersenjata dan berbahaya. Selain kemungkinan ada senjata api genggam yang masih dimiliki, kelompok ini juga diduga punya bom-bom pipa siap lempar. “Mereka ini DPO sejak April, masih bisa mengelak, bahkan mengebom lagi. Jadi, kita tak mau ambil resiko,” katanya.

Apakah ada deadline atau tenggat waktu untuk mengungkap sisa-sisa jaringan Hayat? “Ada, dalam sebulan kita harus buat laporan lengkap,? katanya.

Menurut perwira ini, tim yakin kewaspadaan kelompok DPO ini sedang tinggi-tingginya. Karena itu, mereka pasti memasang telinga, dan mencari informasi darimana saja. Termasuk berita di koran. “So this is enough (cukup) ya, aku sudah ditegur pimpinan,” katanya pada Jawa Pos.

Secara terpisah, perintah Presiden SBY untuk dilakukan investigasi internal di tubuh Polri pasca insiden bom, langsung ditindaklanjuti petinggi korps baju cokelat itu. Kapolri Jenderal Timur Pradopo menyatakan, investigasi internal langsung dilakukan setelah perintah dari Presiden itu muncul.

Sudah saya lakukan (investigasi internal, Red). Sudah dilaksanakan intelijen,” kata Timur usai rapat tim pengawas kasus Bank Century di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (28/9).Menurut Kapolri, sebenarnya Kepolisian telah menerima kecurigaan akan adanya aksi bom bunuh diri, sebelum pelaksanaan ibadah di GBIS Kepunton berlangsung. Informasi itu langsung ditindaklanjuti aparat setempat untuk menyusun rencana kegiatan. “Polri setiap hari kan membuat rencana kegiatan. Dan itu dilaksanakan pada saat itu,” ujarnya.

Terkait informasi bom bunuh diri, Timur menyatakan sudah dikerahkan personel kepolisian untuk dilakukan pengamanan. Tidak hanya di GBIS Kepunton, sejumlah aparat kepolisian dikerahkan di sejumlah Gereja di wilayah Solo. “Salah satu rencana kegiatan itu, menempatkan dua petugas Polri. Kemudian dilakukan pemeriksaan. Itu semua sudah dilaksanakan,” jelasnya.

Menurut Kapolri, dari proses ibadah hingga selesai, aparat kepolisian tidak menemukan adanya penyusup. Baru, saat ibadah di GBIS Kepunton usai, ternyata terjadi insiden yang menimbulkan korban jiwa itu. “Itu kan kejadian jam 10.55 (WIB). Itu memang pada saat itu (pelaku) masuk saat jemaah sedang keluar. Itu sebagai evaluasi (bagi Polri),” tandasnya.

Sementara itu, meledaknya bom di GBIS Solo mematik reaksi sekelompok orang untuk melakukan deradikalisasi kelompok garis keras. Sasarannya tidak hanya dari organisasi keagamaan, geng jalanan juga digandeng untuk mengakhiri kekerasan dalam bentuk apapun. Gerakan tersebut dituangkan dengan menandatangani kain kafan.
Dalam deklarasi yang dilakukan di Apartemen Park Royale, Jakarta, itu dihadiri banyak pihak. Mulai Asosiasi Korban Bom Terorisme di Indonesia (ASKOBI), mantan Alumni Relawan Afganistan yang pernah melawan Rusia, mantan Jamaah Islamiyah, Geng Choker yang terlibat kerusuhan Ambon dan kelompok masyarakat lainya.

Tanda tangan tersebut rencananya untuk memecahkan rekor tanda tangan terpanjang. Mulai kemarin, akan terus dilakukan penggalangan dibeberapa tempat dengan puncaknya 12 Oktober nanti. Tanggal tersebut bertepatan dengan peringatan meledaknya bom bali. “Sekaligus untuk peringatan bom bali,” ujar salah satu penggagas Demian Demantra.
Ketua Askobi Wahyu Adiartono mengatakan pihaknya bangga bisa mengajak para anggota eks Afghanistan untuk ikut menentang kekerasan. Dia berharap, langkah para senior itu bisa diikuti oleh anggota garis keras lainnya untuk tidak lagi radikal. “Kami ingin yang mengajak masyarakat untuk ikut menentang kekerasan juga,” katanya.

Ahmad Jazuli, ketua forum eks Afganistan membenarkan jika pihaknya mendukung langkah deradikalisasi itu. Dia mengatakan sudah cukup aksi kekerasa dengan teror terjadi di Indonesia. Sebanyak 293 eks Afganistan saat ini sudah mulai masuk masa deradikalisasi dan bisa dijamin tidak akan melakukan teror.

“Sejak awal kami tidak pernah terlibat aksi. Tetapi, tetap kami minta komitmennya untuk mendukung deradikalisasi,” urainya. Kesepakatan awal dari eks Afganistan itu adalah bahwa aksi teror tidak pernah dibenarkan dalam kacamata Islam. Oleh sebab itu, dia menegaskan jika pelaku teror bukanlah seseorang yang beragama Islam secara benar.
Eks pentolan JI, Nasir Abbas membenarkan hal itu. Sebagai sesame eks Afganistan, dia menegaskan jika teror tidak pernah dibenarkan dalam Islam. Tanda tangan diatas kain kafan itu sendiri sembagai symbol bahwa semua orang akan mati, namun jangan sampai mati sia-sia.

“Siapa yang menjamin pelaku bom masuk surga. Tidak ada, karena itu hak Allah untuk menentukan,” urainya. Yang jelas, lanjut Nasir, Allah tidak membenarkan hambanya berbuat kekerasan terhadap sesama. Apalagi, melukai warga sipil yang tidak bersenjata.

Dia setuju adanya upaya deradikalisasi itu, sebab saat ini banyak kelompok-kelompok kecil baru yang dinilai lebih berbahaya. Mereka menyerang secara acak dan tidak memiliki target pasti. Apalagi, kemudahan mengakses informasi juga membuat kelompok itu leluasa membuat bom. “Bom yang meledak di Solo hanya butuh Rp200 ribu,” terangnya.
Kelompok yang siap melakukan deradikalisasi tersebut juga akan melakukan upaya-upaya pencegahan penyebaran ideologi keras. Nasir menyatakan siap berdialog dengan siapapun yang memiliki konsep jihad dengan cara teror. Dengan dibukanya akses itu, dia berharap anak-anak muda tidak mudah masuk kelompok garis keras.

Terkait ucapan Polri yang menyebut JAT dibalik aksi bom, Nasir tidak mau berkomentar banyak. Yang jelas, dibubarkan atau tidak kelompok-kelompok Islam itu tidak akan berpengaruh banyak. Alasannya, setiap individu saat ini bisa membentuk kelompok-kelompok baru dengan mudah. “Termasuk membuat bom karena itu mudah,” jelasnya.
Dia lebih suka untuk melakukan deradikalisasi kepada para anggota kelompok-kelompok yang dianggap garis keras. Sehingga, kelompok yang ada tidak akan berbahaya meski memiliki banyak anggota.(rdl/bay/dim/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/