JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Dana jaminan kesehatan nasional (JKN) rawan diselewengkan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun mulai mendalami dugaan korupsi di sektor asuransi yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Diperkirakan negara mengalami kerugian sekitar Rp 500 miliar per triwulan.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan, saat ini KPK sedang melakukan pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket) terkait penggunaan dana JKN. ”Belum masuk penyelidikan, masih pulbaket,” terang dia.
Setelah tahap awal itu selesai, kata dia, bisa saja akan dilanjutkan tahap penyelidikan. Ketika unsur korupsi sudah ditemukan, maka akan diteruskan ke penyidikan. Jika sudah masuk tahap penyidikan, pihaknya pasti akan mengumumkannya. Basaria masih enggan menjelaskan apa saja yang sudah ditemukan tim KPK dalam mengusut persoalan pembiayaan layanan kesehatan.
”Belum ada temuan,” ujarnya.
Mantan jenderal Polisi bintang dua itu menyatakan, instansinya juga getol melakukan pencegahan pada sektor kesehatan. Misalnya, terkait harga obat. Agar harga tidak dimainkan, maka harus diatur sistem pengadaan obat secara jelas. Baik jenis obat maupun harganya. ”Jangan sampai harga obat terlalu mahal,” ucapnya.
Namun, tutur dia, jika dalam upaya pencegahan itu ditemukan tindak pidana korupsi, maka KPK juga tidak akan segan-segan melakukan penindakan. Kenapa KPK sangat konsen terhadap layanan kesehatan? Sebab anggaran yang dikucurkan untuk biaya kesehatan cukup besar. Jangan sampai ada uang negara yang diselewengkan.
Sumber Jawa Pos (grup Sumut Pos) menyatakan, dana BPJS sangat rawan dikorupsi. Menurut dia, setiap triwulan negara mengalami kerugian sekitar Rp 500 miliar. “Nilai itu sangat besar sekali. Ini harus mendapat perhatian. Jangan sampai negara membayar klaim asuransi kesehatan yang tidak jelas,” ucap sumber di internal KPK itu.
Kerugian itu disebabkan karena pembayaran klaim yang dimanipulasi. Dia lantas menjelaskan modus yang dilakukan para tenaga medis. Misalnya, ada seorang pesien BPJS yang dirawat di rumah sakit selama dua hari. Tapi dalam klaim kesehatan itu ditulis tiga hari. “Itu banyak dilakukan pihak rumah sakit atau tempat rujukan BPJS,” terang dia.
Biaya perawatan dua hari dengan tiga hari tentu tidak sama. Jika dalam di klaim tiga hari, maka negara akan membayar klaim asuransi kesehatan itu lebih mahal. Modus lain adalah ketika ada pasien yang meninggal dunia di rumah sakit. Setelah dirujuk ke rumah sakit, pasien itu langsung meninggal. Tapi dalam klaim asuran ditulis bahwa sebelum meninggal dunia, pasien itu sempat dirawat beberapa hari di rumah sakit.
Lagi-lagi negara harus membayar klaim yang dimanipulasi. Menurut dia, masih banyak modus yang dilakukan, sehingga negara rugi cukup besar. Saat ini, tim KPK masih melakukan pengusutan dugaan korupsi. Sumber yang tidak mau disebutkan namanya itu mengatakan, tidak hanya pihak rumah sakit saja yang bermain, pihak BPJS juga ikut terlibat.