32.8 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

KPK Didesak Tuntaskan e-KTP

TANDA PENGENAL: Seorang warga tengah melakukan proses pembuatan e-KTP. JPG/SUMUT POS
TANDA PENGENAL: Seorang warga tengah melakukan proses pembuatan e-KTP.
JPG/SUMUT POS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO   – Proses penanganan dugaan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) dinilai masih jalan di tempat. Bagi Anggota Komisi II DPR Muchtar Luthfi A Mutty, lambannya kasus ini bukan saja berdampak kepada pendataan penduduk. Namun juga dapat mengganggu hak pelayanan masyarakat.

“Harus segera diselesaikan proses outcome dari e-KTP itu, tidak cukup sampai di situ benefit dengan adanya penggunaan sistem ini. Apa saja yang akan didapat masyarakat juga harus disampaikan,” ujarnya kepada INDOPOS (Grup Sumut Pos) di Jakarta, kemarin.

Namun Muchtar menilai pemerintah saat ini kurang serius dan tanggap dalam menyelesaikan permasalahan ini, terutama dalam melakukan sosialisasi fungsi e-KTP itu sendiri.

“Saya lihat, belum ada benefit dari e-KTP ini, dari semua apa yang digadang-gadangkan yang katanya mempermudah membuat ini-itu,” katanya menyindir.

Terkait dengan dugaan korupsi dalam pengadaan e-KTP, dirinya mendesak kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menuntaskan permasalahan ini. Terlebih kasus itu diduga merugikan negara triliunan rupiah dan ada tersangka baru yang ditahan, yakni Dirjen Pendudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri) Irman.

“Kalau benar dugaan korupsi sampai Rp2 triliun, berarti itu megakorupsi. Oleh sebab itu, Irman  harus segera disidangkan, itu bisa jadi pintu masuk membongkar megakorupsi ini. Dan KPK juga jangan tebang pilih. Siapapun pejabat negara yang terlibat harus diungkap,” tegasnya.

Pemaparan serupa juga disampaikan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman yang meminta kepada KPK untuk menjelaskan sejauhmana penanganan kasus e-KTP. Terlebih sudah pernah memeriksa Ketua DPR RI Setya Novanto yang diduga mengetahui kasus ini.

“KPK harus memperjelas status hukum e-KTP ini dengan segera menyidangkan Surgiato dan Irman di pengadilan, agar jelas peran Setya Novanto,” tegasnya.

Dirinya berharap agar permasalahan ini dapat diselesaikan dengan secepat mungkin karena bagaimanapun publik tetap menunggu perkembangan sejauh apa lembaga anti rasuah itu menindaklanjuti. “Saya yakin KPK Tidak akan tebang Pilih dan main-main, Setya Novanto kemarin sudah dipanggil tinggal ditunggu bagaimana prosesnya,” tandasnya.

Sebelumnya, KPK menahan tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, Irman pada Rabu (21/12) lalu. Irman pun sudah mengajukan surat permohonan menjadi justice collaborator (JC) ke KPK untuk membongkar megakorupsi yang diduga merugikan negara Rp2 triliun itu.

Penahanan itu dilakukan setelah mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri itu diperiksa penyidik komisi antirasuah selama 12 jam. “Ditahan selama 20 hari ke depan,” ujar juru bicara KPK Febri Diansyah.

Dia menjelaskan, Irman akan mendekam di rumah tahanan KPK hingga 9 Januari 2017. Tujuan penahanan Irman untuk kepentingan penyidikan dalam kasus e-KTP periode 2011-2012 yang diduga merugikan negara Rp 2 triliun. (dil/jpg)

 

TANDA PENGENAL: Seorang warga tengah melakukan proses pembuatan e-KTP. JPG/SUMUT POS
TANDA PENGENAL: Seorang warga tengah melakukan proses pembuatan e-KTP.
JPG/SUMUT POS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO   – Proses penanganan dugaan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) dinilai masih jalan di tempat. Bagi Anggota Komisi II DPR Muchtar Luthfi A Mutty, lambannya kasus ini bukan saja berdampak kepada pendataan penduduk. Namun juga dapat mengganggu hak pelayanan masyarakat.

“Harus segera diselesaikan proses outcome dari e-KTP itu, tidak cukup sampai di situ benefit dengan adanya penggunaan sistem ini. Apa saja yang akan didapat masyarakat juga harus disampaikan,” ujarnya kepada INDOPOS (Grup Sumut Pos) di Jakarta, kemarin.

Namun Muchtar menilai pemerintah saat ini kurang serius dan tanggap dalam menyelesaikan permasalahan ini, terutama dalam melakukan sosialisasi fungsi e-KTP itu sendiri.

“Saya lihat, belum ada benefit dari e-KTP ini, dari semua apa yang digadang-gadangkan yang katanya mempermudah membuat ini-itu,” katanya menyindir.

Terkait dengan dugaan korupsi dalam pengadaan e-KTP, dirinya mendesak kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menuntaskan permasalahan ini. Terlebih kasus itu diduga merugikan negara triliunan rupiah dan ada tersangka baru yang ditahan, yakni Dirjen Pendudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri) Irman.

“Kalau benar dugaan korupsi sampai Rp2 triliun, berarti itu megakorupsi. Oleh sebab itu, Irman  harus segera disidangkan, itu bisa jadi pintu masuk membongkar megakorupsi ini. Dan KPK juga jangan tebang pilih. Siapapun pejabat negara yang terlibat harus diungkap,” tegasnya.

Pemaparan serupa juga disampaikan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman yang meminta kepada KPK untuk menjelaskan sejauhmana penanganan kasus e-KTP. Terlebih sudah pernah memeriksa Ketua DPR RI Setya Novanto yang diduga mengetahui kasus ini.

“KPK harus memperjelas status hukum e-KTP ini dengan segera menyidangkan Surgiato dan Irman di pengadilan, agar jelas peran Setya Novanto,” tegasnya.

Dirinya berharap agar permasalahan ini dapat diselesaikan dengan secepat mungkin karena bagaimanapun publik tetap menunggu perkembangan sejauh apa lembaga anti rasuah itu menindaklanjuti. “Saya yakin KPK Tidak akan tebang Pilih dan main-main, Setya Novanto kemarin sudah dipanggil tinggal ditunggu bagaimana prosesnya,” tandasnya.

Sebelumnya, KPK menahan tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, Irman pada Rabu (21/12) lalu. Irman pun sudah mengajukan surat permohonan menjadi justice collaborator (JC) ke KPK untuk membongkar megakorupsi yang diduga merugikan negara Rp2 triliun itu.

Penahanan itu dilakukan setelah mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri itu diperiksa penyidik komisi antirasuah selama 12 jam. “Ditahan selama 20 hari ke depan,” ujar juru bicara KPK Febri Diansyah.

Dia menjelaskan, Irman akan mendekam di rumah tahanan KPK hingga 9 Januari 2017. Tujuan penahanan Irman untuk kepentingan penyidikan dalam kasus e-KTP periode 2011-2012 yang diduga merugikan negara Rp 2 triliun. (dil/jpg)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/