25.6 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Prestasi Roslinda Sarmauli Boru Manurung di Cabor Catur dan Tenis Meja

MEDAN-“Tuhan, saya tak berharap lebih untuk meraih medali. Hanya saja, maksimalkanlah kemampuan saya dalam pertandingan, dan berikan permainan yang terindah.”

Itulah doa yang kerap diucapkan Roslinda Sarmauli boru Manurung sebelum melakoni berbagai pertandingan. Roslinda yang akrab dipanggil Ros itu, merupakan seorang atlet perempuan penyandang cacat yang berprestasi di cabor catur dan tenis meja, baik di tingkat Nasional maupun ajang Internasional.

Warga Jalan Turi Ujung Gang Perhubungan nomor 3 Medan itu, awalnya bukanlah perempuan yang menekuni olahraga, apalagi berniat menjadi seorang atlet. Pasalnya, sejak kecil, ia merupakan orang yang tak menderita cacat. Namun, nasib berkata lain.
Saat Ros kecil berumur delapan tahun, ia mendapat kecelakaan saat berjalan di jalan raya. Ia ditabrak taksi, akibatnya ia pun dilarikan ke RSU dr Pirngadi Medan. Tak kunjung sehat, ia lalu di pindahkan ke Rumah Sakit Putri Hijau Medan. Namun, kesehatannya tak semakin membaik juga.
Dari dua rumah sakit yang dikunjungi orangtuanya, tak ada satupun yang mampu menyembuhkan luka parah yang didapat Ros kecil di kakinya. “Sempat juga saya dibawa ke rumah sakit di Siantar. Tapi, hasilnya sama saja, juga tidak sembuh,” ungkap istri dari Halomoan Lumban Tobing itu.
Putus asa pun mulai menghantui benaknya. Tak jarang Ros kecil sering mendekam di rumah tiap hari, akibat cacat yang dideritanya.
Ayah Ros, Bariun Manurung, akhirnya membeli sebuah papan catur dan tenis meja untuk menghiburnya dengan mengisi hari-harinya yang terlihat semakin terpuruk.
Dengan seringnya memperhatikan ayahnya, Ros pun dengan cepat dapat bermain catur, kemudian mahir bermain tenis meja. “Ketika itu banyak teman ayah yang datang dan mengajak saya untuk bermain pula,” ujarnya.
Merasa telah mahir, Ros pun mengikuti kejuaraan yang diadakan di Gereja dekat lingkungannya. “Saat itu saya ikut kejuaraan di persatuan Gereja di lingkugan rumah. Dari kejuaraan itu saya mendapatkan juara satu di antara orang normal,” ucapnya.
Melihat bakat yang dimiliki, saudara Ros pun mendaftarkannya ke KONI Sumut, yang saat itu membutuhkan atlet penyandang cacat. Setelah masuk sebagai atlet di bawah naungan KONI, ia dilatih lebih intens untuk mempertajam kemahirannya tersebut. “Tapi, sempat juga saya menghilang dari latihan karena saya lihat tak ada perkembangan di sana,” ungkapnya.
Namun, ia dipanggil lagi. Pada 2004, pertama sekali ia diikutsertakan dalam kejuaraan Porcanas (Pekan Olahraga Cacat Nasional) di Palembang dalam cabor catur. “Saat itu saya mempersembahkan medali emas,” ujar Ros.
Di 2005 ia mengikuti Kejurnas di Ternate. Dewi fortuna kembali menaunginya. Pasalnya, ia kembali mempersembahkan medali emas. “Namun, setelah itu saya berpindah ke cabor tenis meja,” sambungnya.
Di cabor tenis meja, ia pun tak kalah banyak dalam mengukir prestasi. Katanya, saat 2007 ia mengikut Kejurnas tenis meja di Solo, dan diikutsertakan ke Thailand dalam kejuaraan Asean Para Games. “Di Solo saya meraih juara pertama dan berhak ke Thailand,” ungkap Ros lagi. Namun, sebelum ke Thailand pada 2008, ia sempat mengikuti Paperpanas di Kalimantan Timur. Di sana ia juga mengukir namanya menjadi juara pertama dan berhak meraih medali emas.
Dengan tekad dan doa yang kerap dipanjatkannya kepada Tuhan, ia pun berhasil mengumandangkan lagu Indonesia Raya di Thailand. “Saya sampai mengeluarkan air mata, saking terharunya. Dan tak menyangka orang cacat pun bisa mengharumkan nama Indonesia di luar negeri,” tutur Ros.
Setelah balik ke Indonesia, namanya pun semakin bersinar. Pada 2010 lalu, dengan adanya Kejuaraan Asean Para Games di Solo, namanya kembali terukir dengan tinta emas. “Saya juga mendapatkan medali di cabor tenis meja. Saat itu lawan saya juga sama dengan yang di Thailand,” katanya.
Pada 2012 lalu, ia pun turut ke kejuaraan Peparpenas Riau. Ia mendapatkan medali emas.
Itulah sebagian besar torehan prestasi yang diraih Ros dalam berbagai kejuaraan, baik di tingkat Nasional dan Internasional. “Ke depannya, saya akan mengikuti kejuaraan catur di Myanmar. Karena di cabor catur, atletnya semakin sedikit untuk penyandang cacat,” ujarnya.
Ros pun selalu berpesan pada atlet lain, agar saat bertanding jangan sekali-kali menganggap remeh lawan, meski lawan tersebut dianggap mudah. Dan jangan bosan-bosan untuk latihan serta mendengar arahan pelatih. “Saya berharap pemerintah mau menyamakan kemakmuran atlet penyandang cacat dengan atlet yang normal. Karena, hingga saat ini belum ada penyetaraan mengenai hal itu. Padahal, kami sama-sama mengharumkan nama Indonesia di dunia Internasional,” tandasnya. (ban)

MEDAN-“Tuhan, saya tak berharap lebih untuk meraih medali. Hanya saja, maksimalkanlah kemampuan saya dalam pertandingan, dan berikan permainan yang terindah.”

Itulah doa yang kerap diucapkan Roslinda Sarmauli boru Manurung sebelum melakoni berbagai pertandingan. Roslinda yang akrab dipanggil Ros itu, merupakan seorang atlet perempuan penyandang cacat yang berprestasi di cabor catur dan tenis meja, baik di tingkat Nasional maupun ajang Internasional.

Warga Jalan Turi Ujung Gang Perhubungan nomor 3 Medan itu, awalnya bukanlah perempuan yang menekuni olahraga, apalagi berniat menjadi seorang atlet. Pasalnya, sejak kecil, ia merupakan orang yang tak menderita cacat. Namun, nasib berkata lain.
Saat Ros kecil berumur delapan tahun, ia mendapat kecelakaan saat berjalan di jalan raya. Ia ditabrak taksi, akibatnya ia pun dilarikan ke RSU dr Pirngadi Medan. Tak kunjung sehat, ia lalu di pindahkan ke Rumah Sakit Putri Hijau Medan. Namun, kesehatannya tak semakin membaik juga.
Dari dua rumah sakit yang dikunjungi orangtuanya, tak ada satupun yang mampu menyembuhkan luka parah yang didapat Ros kecil di kakinya. “Sempat juga saya dibawa ke rumah sakit di Siantar. Tapi, hasilnya sama saja, juga tidak sembuh,” ungkap istri dari Halomoan Lumban Tobing itu.
Putus asa pun mulai menghantui benaknya. Tak jarang Ros kecil sering mendekam di rumah tiap hari, akibat cacat yang dideritanya.
Ayah Ros, Bariun Manurung, akhirnya membeli sebuah papan catur dan tenis meja untuk menghiburnya dengan mengisi hari-harinya yang terlihat semakin terpuruk.
Dengan seringnya memperhatikan ayahnya, Ros pun dengan cepat dapat bermain catur, kemudian mahir bermain tenis meja. “Ketika itu banyak teman ayah yang datang dan mengajak saya untuk bermain pula,” ujarnya.
Merasa telah mahir, Ros pun mengikuti kejuaraan yang diadakan di Gereja dekat lingkungannya. “Saat itu saya ikut kejuaraan di persatuan Gereja di lingkugan rumah. Dari kejuaraan itu saya mendapatkan juara satu di antara orang normal,” ucapnya.
Melihat bakat yang dimiliki, saudara Ros pun mendaftarkannya ke KONI Sumut, yang saat itu membutuhkan atlet penyandang cacat. Setelah masuk sebagai atlet di bawah naungan KONI, ia dilatih lebih intens untuk mempertajam kemahirannya tersebut. “Tapi, sempat juga saya menghilang dari latihan karena saya lihat tak ada perkembangan di sana,” ungkapnya.
Namun, ia dipanggil lagi. Pada 2004, pertama sekali ia diikutsertakan dalam kejuaraan Porcanas (Pekan Olahraga Cacat Nasional) di Palembang dalam cabor catur. “Saat itu saya mempersembahkan medali emas,” ujar Ros.
Di 2005 ia mengikuti Kejurnas di Ternate. Dewi fortuna kembali menaunginya. Pasalnya, ia kembali mempersembahkan medali emas. “Namun, setelah itu saya berpindah ke cabor tenis meja,” sambungnya.
Di cabor tenis meja, ia pun tak kalah banyak dalam mengukir prestasi. Katanya, saat 2007 ia mengikut Kejurnas tenis meja di Solo, dan diikutsertakan ke Thailand dalam kejuaraan Asean Para Games. “Di Solo saya meraih juara pertama dan berhak ke Thailand,” ungkap Ros lagi. Namun, sebelum ke Thailand pada 2008, ia sempat mengikuti Paperpanas di Kalimantan Timur. Di sana ia juga mengukir namanya menjadi juara pertama dan berhak meraih medali emas.
Dengan tekad dan doa yang kerap dipanjatkannya kepada Tuhan, ia pun berhasil mengumandangkan lagu Indonesia Raya di Thailand. “Saya sampai mengeluarkan air mata, saking terharunya. Dan tak menyangka orang cacat pun bisa mengharumkan nama Indonesia di luar negeri,” tutur Ros.
Setelah balik ke Indonesia, namanya pun semakin bersinar. Pada 2010 lalu, dengan adanya Kejuaraan Asean Para Games di Solo, namanya kembali terukir dengan tinta emas. “Saya juga mendapatkan medali di cabor tenis meja. Saat itu lawan saya juga sama dengan yang di Thailand,” katanya.
Pada 2012 lalu, ia pun turut ke kejuaraan Peparpenas Riau. Ia mendapatkan medali emas.
Itulah sebagian besar torehan prestasi yang diraih Ros dalam berbagai kejuaraan, baik di tingkat Nasional dan Internasional. “Ke depannya, saya akan mengikuti kejuaraan catur di Myanmar. Karena di cabor catur, atletnya semakin sedikit untuk penyandang cacat,” ujarnya.
Ros pun selalu berpesan pada atlet lain, agar saat bertanding jangan sekali-kali menganggap remeh lawan, meski lawan tersebut dianggap mudah. Dan jangan bosan-bosan untuk latihan serta mendengar arahan pelatih. “Saya berharap pemerintah mau menyamakan kemakmuran atlet penyandang cacat dengan atlet yang normal. Karena, hingga saat ini belum ada penyetaraan mengenai hal itu. Padahal, kami sama-sama mengharumkan nama Indonesia di dunia Internasional,” tandasnya. (ban)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/