Di sisi lain, Chief Operating Oficer (COO) PT LIB, Tigorshalom Boboy mengungkapkan bahwa, kendati belum mendapat surat resmi terkait laga yang harus berlangsung di zona netral itu, mereka tidak bisa menolak. “Karena PSSI adalah regulasi kompetisi. Tapi, kalau memang benar seperti itu, maka ini adalah pekerjaan rumah baru lagi kepada kami,” papar Tigor.
“Jadi kalau mencari kota di sekitaran Jawa untuk menggelar pertandingan yang ada Persebaya – nya, sepertinya agak susah,” ujarnya. “Jadi, besar kemungkinan untuk grup yang ada Persebaya akan kami gelar di luar Jawa. Bisa saja di Sumatera atau di Sulawesi, yang terpenting memiliki fasilitas stadion yang memenuhi standar,” jelasnya.
Sementara itu PSMS yang berambisi menjadi tuan rumah mengatakan akan legowo kalau memang delapan besar di tempat netral. “Harapannya kalau bisa ya PSMS jadi tuan rumah. Tapi walau pun nantinya digelar di tempat netral, itu merupakan keputusan yang arif. Saya sangat setuju dengan itu,” ucap Djanur.
Babak 8 besar tanpa tuan rumah, diakui Djanur merupakan opsi terbaik. Apalagi saat ini persepakbolaan Indonesia sedang marak aksi kerusuhan terutama di kalangan suporter.
Terkait diundurnya jadwal 8 besar, Djanur tak mau mempermasalahkan hal tersebut. Pihaknya justru menganggap itu sebuah keuntungan. “Dari segi persiapan, tentunya kami lebih banyak punya waktu. Kami akan maksimalkan waktu tersebut untuk menutupi kekurangan yang ada, terutama dengan akan menggelar uji coba,” sebut Djanur.
PSMS sendiri tergabung di Grup X bersama Persis Solo, Kalteng Putra dan Martapura FC. PSMS lolos ke babak 8 besar setelah menjadi runner up Grup B mendampingi PSIS Semarang.
Sementara itu Ketua Harian PSMS, Kisharianto Pasaribu menyatakan masing-masing perwakilan tim diundang menghadap PT LIB untuk membahas babak 8 besar, Jumat (20/10). “Ya kami masih berharap bisa jadi tuan rumah. Kalau pun tidak, mungkin main di tempat netral itu lebih pantas,” katanya. (ben/jpnn/don)Â