31 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Ada Kecurangan di Tebing Tinggi

Soal PSB Pemerintah Daerah Harus Bertindak

Sekolah-sekolah negeri, khususnya jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP),
dilarang memungut biaya kepada orangtua siswa saat penerimaan siswa baru (PSB). Alasannya, menurut Wakil Mendiknas Fasli Jalal, jenjang SD dan SMP masuk ke dalam program wajib belajar sembilan tahun.

“Untuk wajib belajar di sekolah negeri, itu tidak boleh ada pungutan-pungutan awal. Sekolah-sekolah negeri tidak boleh dengan alasan apapun untuk memungut biaya di saat penerimaan murid baru. Itu sudah ditekankan oleh Mendiknas. Jadi wajib dibebaskan biaya di sekolah negeri,” tegas Fasli di Gedung Kemdiknas, Jakarta, Selasa (5/7) lalu.

Mantan Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemdiknas ini menerangkan, jika pungutan liar itu tetap terjadi di lapangan, maka yang wajib bertindak adalah pemerintah daerah setempat. “Pemda sudah diberikan kewajiban untuk menindak sekolah-sekolah yang melanggar aturan tersebut. Pemerintah kan juga sudah menyusun koridor-koridornya seperti apa. Itu sudah jelas semua,” tukasnya.
Sayangnya, di Kota Tebing Tinggi, apa yang dikhawatirkan Fasli Jalal menjadi kenyataan. Ya,

penerimaan siswa baru tahun 2011 untuk SMP di kota tersebut banyak mendapat protes dari pihak orangtua. Pasalnya, biaya yang harus disetor ke sekolah SMP tersebut sebesar Rp200.000 per siswa baru yang akan mendaftar ulang. Dan, dana itu hanya untuk membeli pakaian olahraga, topi, dasi dan simbol sekolah.

Tak pelak, orangtua siswa yang anaknya lulus di SMP ini merasa keberatan dengan biaya tersebut. “Hal itu mengundang berbagai masalah, bagaimana jika orangtuanya tidak mampu. Kurasa untuk mendaftar ulangpun tidak berani datang, sementara pembayarannya harus cash tidak bisa dicicil,” jelas ET, warga Kelurahan Badak Bejuang, Kota Tebing Tinggi.

Kepala Sekolah SMP Negeri 4, Syafril Purba, yang terletak di Jalan Nangka, Kota Tebing Tinggi, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa itu telah menjadi keputusan semua kepala sekolah untuk SMP yang ada di Tebing Tinggi. Yakni, mematok biaya sebesar Rp200.000 per siswa untuk biaya kelengkapan dan itu atas petunjuk dari Dinas Pendidikan Kota Tebing Tinggi. Dan, dana itu bisa dicicil tiga kali oleh orangtua siswa. “Kalau ada yah bayar cash lah, itu semua (perlengkapan) sudah dibeli oleh pihak sekolah,” ucap Syafril Purba sedikit gerogi.

Masalahnya, jika dilihat dari mutu barang yang ditukarkan dengan Rp200.000 tersebut adalah sangat tidak sebanding. Belum lagi, jika calon siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu. “Saya harap pihak pers mohon mengertilah, ambil beritanya untuk positifnya, jangan selalu berpikiran yang negatif,” bilang Syafril Purba.

Sementara itu, selain soal Rp200.000, ada isu untuk bisa masuk ke sekolah SMP Negeri 4 Tebing Tinggi secara mulus, orangtua siswa yang mendaftar akan menyetor sejumlah uang kepada Tata Usaha (TU). Tentunya ini terkait dengan calon siswa yang nilainya kurang bagus. Menurut sumber yang tak mau menyebutkan namanya, seorang pedagang rujak warga Kampung Brohol, telah menyetor uang Rp600.000 kepada TU yang ada di sekolah tersebut untuk meluluskan anaknya. Nah, setelah disetor, saat pengumuman anaknya dinyatakan diterima walaapun nilainya pas-pasan.  (mag-3/cha/jpnn)

Soal PSB Pemerintah Daerah Harus Bertindak

Sekolah-sekolah negeri, khususnya jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP),
dilarang memungut biaya kepada orangtua siswa saat penerimaan siswa baru (PSB). Alasannya, menurut Wakil Mendiknas Fasli Jalal, jenjang SD dan SMP masuk ke dalam program wajib belajar sembilan tahun.

“Untuk wajib belajar di sekolah negeri, itu tidak boleh ada pungutan-pungutan awal. Sekolah-sekolah negeri tidak boleh dengan alasan apapun untuk memungut biaya di saat penerimaan murid baru. Itu sudah ditekankan oleh Mendiknas. Jadi wajib dibebaskan biaya di sekolah negeri,” tegas Fasli di Gedung Kemdiknas, Jakarta, Selasa (5/7) lalu.

Mantan Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemdiknas ini menerangkan, jika pungutan liar itu tetap terjadi di lapangan, maka yang wajib bertindak adalah pemerintah daerah setempat. “Pemda sudah diberikan kewajiban untuk menindak sekolah-sekolah yang melanggar aturan tersebut. Pemerintah kan juga sudah menyusun koridor-koridornya seperti apa. Itu sudah jelas semua,” tukasnya.
Sayangnya, di Kota Tebing Tinggi, apa yang dikhawatirkan Fasli Jalal menjadi kenyataan. Ya,

penerimaan siswa baru tahun 2011 untuk SMP di kota tersebut banyak mendapat protes dari pihak orangtua. Pasalnya, biaya yang harus disetor ke sekolah SMP tersebut sebesar Rp200.000 per siswa baru yang akan mendaftar ulang. Dan, dana itu hanya untuk membeli pakaian olahraga, topi, dasi dan simbol sekolah.

Tak pelak, orangtua siswa yang anaknya lulus di SMP ini merasa keberatan dengan biaya tersebut. “Hal itu mengundang berbagai masalah, bagaimana jika orangtuanya tidak mampu. Kurasa untuk mendaftar ulangpun tidak berani datang, sementara pembayarannya harus cash tidak bisa dicicil,” jelas ET, warga Kelurahan Badak Bejuang, Kota Tebing Tinggi.

Kepala Sekolah SMP Negeri 4, Syafril Purba, yang terletak di Jalan Nangka, Kota Tebing Tinggi, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa itu telah menjadi keputusan semua kepala sekolah untuk SMP yang ada di Tebing Tinggi. Yakni, mematok biaya sebesar Rp200.000 per siswa untuk biaya kelengkapan dan itu atas petunjuk dari Dinas Pendidikan Kota Tebing Tinggi. Dan, dana itu bisa dicicil tiga kali oleh orangtua siswa. “Kalau ada yah bayar cash lah, itu semua (perlengkapan) sudah dibeli oleh pihak sekolah,” ucap Syafril Purba sedikit gerogi.

Masalahnya, jika dilihat dari mutu barang yang ditukarkan dengan Rp200.000 tersebut adalah sangat tidak sebanding. Belum lagi, jika calon siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu. “Saya harap pihak pers mohon mengertilah, ambil beritanya untuk positifnya, jangan selalu berpikiran yang negatif,” bilang Syafril Purba.

Sementara itu, selain soal Rp200.000, ada isu untuk bisa masuk ke sekolah SMP Negeri 4 Tebing Tinggi secara mulus, orangtua siswa yang mendaftar akan menyetor sejumlah uang kepada Tata Usaha (TU). Tentunya ini terkait dengan calon siswa yang nilainya kurang bagus. Menurut sumber yang tak mau menyebutkan namanya, seorang pedagang rujak warga Kampung Brohol, telah menyetor uang Rp600.000 kepada TU yang ada di sekolah tersebut untuk meluluskan anaknya. Nah, setelah disetor, saat pengumuman anaknya dinyatakan diterima walaapun nilainya pas-pasan.  (mag-3/cha/jpnn)

Artikel Terkait

Gatot Ligat Permulus Jalan Sumut

Gatot-Sutias Saling Setia

Erry Nuradi Minta PNS Profesional

Terpopuler

Artikel Terbaru

/