Kisruh Pembongkaran Pagar Lapangan Gajah Mada
Sengketa tanah di beberapa wilyah Medan tampaknya belum juga usai. Selain kasus saling klaim, pertentangan antara dua belah pihak pun menjurus pertikaian. Kemarin, hal ini kembali terjadi, tepatnya di Lapangan Gajah Mada, Jalan Krakatau Medan.
Ceritanya, hal ini bermula dari pemagaran Lapangan Gajah Mada oleh pihak yang mengaku ahli waris. Nah, pemagaran inilah yang memicu ketegangan. Pasalnya, Pemko Medan melalui instansi Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB) Kota Medan berencana membongkar pagar setinggi lebih kurang 1,5 meter di atas lahan seluas lebih dari 110 x 60 meter itu.
Pagar ini dibongkar karena Izin Mendiri Bangunan (IMB) belum ada. Sehingga, TRTB akan menertibkan pagar tersebut. Dari pantauan Sumut Pos di lokasi, terlihat puluhan satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Medan serta dibantu puluhan kepolisian untuk mengamankan lokasi tersebut.
Pembongkaran pagar tersebut tidak berjalan seperti yang diinginkan. Puluhan pemuda yang pro kepada ahli waris menghadang petugas dengan memberikan perlawanan dengan cara berdiri di depan pagar. Adu mulut pun terjadi antara kedua belah pihak.
Eldin Rusli sebagai kuasa hukum ahli waris mengatakan IMB pagar Lapangan Gajah Mada masih dalam proses pengerjaan. Dia menyayangkan pihak Pemko melalui TRTB tidak sabar. “Untuk proses pembongkaran pagar pihak Pemko Medan tidak ada melakukan negosiasi dulu terhadap ahli waris. Tiba-tiba turun saja puluhan Satpol PP yang dibantu polisi untuk menghancurkan pagar ini. Kita melihat dalam hal ini Pemko memperlihatkan arogansinya biar dilihat warga dan media,” ungkapnya.
“Lalu, bagaimana dengan bangunan lain yang tidak memiliki IMB, kenapa tidak dibongkar? Ini kan tidak adil,” tambahnya.
Selain itu, pihak ahli waris pun menganggap apa yang dilakukan oleh Pemko sebagai suatu tindakan yang aneh. “ Kami menyengketa ini sejak 1992 dan MA dalam putusannya PK 2001 menyatakan ini milik ahli waris M Basri, jadi tak masuk akal kalau sekarang Pemko Medan kembali mengklaim sebagai pemiliknya,” kata Eldin Rusli.
Rahmat, cucu Alm M Basri, pun bersikeras bahwa tembok yang mengelingi dan masih dalam tahap pembangunan tidak boleh dirobohkan karena IMB-nya akan segera selesai. “Takkan kita izinkan satu batu bata pun dirobohkan,” ujarnya.
Sementara Camat Medan Timur P Pasaribu yang turun ke lokasi mengaku tak tahu apa-apa tentang permasalahan tanah itu, dengan dalih sebagai pejabat baru. “Saya cuma diperintahkan Wali Kota Medan, ini urusan TRTB,” tukasnya.
Di sisi lain, Kriswan, Komandan Satuan Sat Pol PP Kota Medan mengatakan mereka hanya melakukan tugas. Agar tidak terjadi adu fisik, mereka turun dibantu pihak kepolisian untuk pengamanan.
Setelah adu mulut sekian lama, pembongkaran akhirnya dibatalkan. Pantauan Sumut Pos, hingga 13. 30 WIB, Satpol PP dan Polisi serta massa pro ahli waris membubarkan diri.
Soal Lapangan Gajah Mada ini memang masih menjadi sengketa. Pemko tetap bertahan kalau areal tersebut adalah aset kota. Yang menjadi landasan atau dasar hukum Pemko Medan adalah berdasarkan, putusan Mahkamah Agung (MA) No2862K/Pdt 1994 Tanggal 18 Juni 1996.
Dalam penjelasan surat tersebut, Pemko Medan dimenangkan atas tanah seluas 7.200 meter persegi dengan perincian 120 m X 60 m. Namun, dalam putusan itu Pemko Medan harus mengganti rugi kepada pihak ahli waris yang dititipkan kepada pengadilan sebesar Rp500 juta. Nah, ahli waris Lapangan Gajah Mada tersebut adalah M Basri (Almarhum) dan Suparman.
Sebelumnya, ahli waris Keluarga M Basri melalui kuasanya yang lain, FJ Pinem mengatakan bahwa pihaknya adalah pemilik sah dari lapangan itu, sesuai putusan Mahkamah Agung atas Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan pihaknya. “Ahli waris almarhum M Basri telah memenangkan PK dari MA yang berarti putusan Pengadilan Tinggi (PT) Medan lah yang kembali diikuti dan sah secara hukum. Putusan PT Medan memenangkan gugatan M Basri,” tegas FJ Pinem.
Dia menambahkan, polemik kepemilikan lapangan Gajah Mada Jalan Krakatau antara M Basri dengan Pemko Medan telah memasuki ranah hukum. Basri telah memenangkan di tingkat Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT).Namun pada tingkat kasasi, MA memutuskan memenangkan sebagian tuntutan Basri dan memerintahkan Pemko Medan untuk membayarkan tanggung renteng sebesar Rp500 juta.
Namun,keluarga M Basri yang tidak menerima putusan kasasi tersebut kemudian menolak menerima pembayaran dimaksud dan mengajukan PK. Putusan PK menyatakan menguatkan putusan PT Medan yang memenangkan tuntutan M Basri. “Kami berharap Pemko Medan mematuhi putusan hukum tersebut dan tidak bertahan mengklaim Lapangan Gajah Mada sebagai aset mereka,” tandasnya. (mag-7/ari)
Ganti Rugi Sudah Diterima Ahli Waris
Terkait adanya upaya pembongkaran pagar yang mengelilingi Lapangan Gajah Mada, di Jalan Gunung Kratakatau Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan Timur atas nama Pemerintah Kota (Pemko) Medan melalui tim dari Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB), Selasa (7/6), dibenarkan oleh pihak Pemko Medan.
“Iya memang ada tim dari TRTB tadi di Lapangan Gajah Mada, untuk melakukan pembongkaran. Ada juga warga yang berjaga-jaga,” ujar Kepala Bagian Aset dan Perlengkapan Pemko Medan Muhammad Husni saat dikonfirmasi Sumut Pos di Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Wilayah Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, sesaat sebelum mendampingi Wali Kota Medan Rahudman Harahap ketika hendak menerima Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2010.
Dijelaskannya, Pemko Medan tetap akan bersikukuh untuk mempertahankan tanah tersebut, meskipun ada yang mengklaimnya. Yang menjadi landasan atau dasar hukum Pemko Medan adalah berdasarkan, putusan Mahkamah Agung (MA) No2862K/Pdt 1994 Tanggal 18 Juni 1996.
Dalam penjelasan surat tersebut, Pemko Medan dimenangkan atas tanah seluas 7.200 m dengan perincian 120 m X 60 m. Namun, dalam putusan itu Pemko Medan harus mengganti rugi kepada pihak ahli waris yang dititipkan kepada pengadilan sebesar Rp500 juta. Nah, ahli waris Lapangan Gajah Mada tersebut adalah M Basri (Almarhum) dan Suparman.
“Kita tetap berpendapat bahwa itu tetap aset Pemko Medan, berdasarkan adanya putusan MA itu. Ditambah lagi dalam putusan MA itu, sudah jelas telah ada ganti rugi lahan sebesar Rp500 juta yang diterima oleh ahli waris tersebut,” ungkapnya. (mag-7/ari)