Dianggap Pro Pengusaha
Tepuk tangan membahana di ruang sidang paripurna, kemarin (16/12), setelah pimpinan sidang Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengetok palu sidang. Bahkan, tepuk riuh juga datang dari balkon di mana para perwakilan serikat pekerja mengikuti proses persidangan.
Respon itu muncul spontan atas dihapuskannya usulan RUU tentang Perubahan atas UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan. RUU itu hampir saja masuk dalam deretan 66 RUU yang akan disahkan sebagai prioritas program legislasi nasional (Prolegnas) DPR tahun 2012.
“Apakah setuju RUU ini kita drop?,” tanya Pramono. “Setuju…,” sahut para anggota dewan kompak.
Sebelumnya, munculnya RUU itu sempat memicu gelombang interupsi. Interupsi pertama datangnya dari anggota Komisi IX (Tenaga Kerja) asal PKS Ansory Siregar. Bahkan, Ansory ngotot menyampaikan interupsi sebelum Ketua Badan Legislasi (Baleg) Ignatius Moelyono yang berada di podium mulai berbicara.
RUU tersebut merupakan usul pemerintah dengan leading sector Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar. “RUU ini pro pengusaha. Dan, itu mungkin bukan menteri tenaga kerja, tapi menteri pengusaha,” sindir Ansory. Dia mengingatkan pada 2006, RUU tersebut juga pernah diusulkan pemerintah. Tapi, semua fraksi menolaknya. Kembali munculnya usulan ini di DPR periode sekarang, lanjut Ansory, juga tidak sepengetahuan Komisi IX.
“Jangan langsung-langsung saja. Berarti ada yang di belakang itu,” tuding Ansory, dengan nada curiga.
Rieke Diah Pitaloka, anggota Komisi IX dari PDIP, juga meminta usulan RUU itu dihapus. “Kami tidak asal menolak,” kata Rieke yang tengah hamil tua, itu. Pihak Kemenakertrans telah mempresentasikan konsep revisi RUU itu ke DPR. Arahnya ternyata justru pemberangusan hak-hak pekerja.
Salah satunya mengenai perjanjian kerja dalam waktu tertentu atau sistem kontrak. Saat ini, berlaku ketentuan kontrak boleh selama dua tahun plus perpanjangan satu tahun. Lewat dari itu harus diangkat menjadi pekerja tetap. “Aturan itu mau direvisi menjadi untuk semua jenis pekerjaan, hanya bisa menjadi pekerja tetap di penyalur tenaga kerjanya,” ungkap Rieke. Dengan kata lain, pemerintah hendak mendorong sistem outsourcing. Selain itu, upah minimum kota dan kabupaten juga ditiadakan. “Tidak ada juga kewajiban THR (Tunjangan Hari Raya, Red), hanya disebut perusahaan memberi bantuan THR,” kata Rieke, dengan geram.
Gandung Pardiman dari Partai Golkar menambahkan RUU yang diusulkan pemerintah itu mendorong upah minimum regional (UMR) ditinjau setiap dua tahun sekali. Dia merasa itu akan sangat menyengsarakan pekerja. “Apalagi, beban perekonomian merangkak setiap hari,” kata politisi dari dapil Jogja, itu.
Ketua Baleg Ignatius Moelyono sempat berargumentasi bahwa revisi UU Ketenagakerjaan diperlukan untuk merespon perkembangan yang terjadi. Mulai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Ketenagakerjaan sampai disahkannya UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang didalamnya terdapat muatan mengenai ketenagakerjaan.
“Masalah outsourcing dan upah minimum, banyak yang sudah dilakukan perubahan dari yang awalnya diusulkan pemerintah,” bantah politisi Partai Demokrat, itu.
Selain menghapus revisi RUU Ketenagakerjaan, sidang paripurna juga bersepakat untuk menghapus usulan RUU tentang Perubahan atas UU No.18/2003 tentang Advokat. Dengan demikian, RUU prioritas yang disahkan DPR, kemarin, hanya 64 RUU.
Desakan menghapus usul revisi RUU Advokat disampaikan anggota Komisi III Muhammad Nasir Djamil. Menurut kader PKS itu, Komisi III tidak pernah mengusulkan RUU ini dalam prolegnas prioritas tahun 2012. “Kami minta penjelasan pimpinan baleg (badan legeslatif), mengapa ini masuk dan minta dicabut. Kalau diduga pelanggaran etika, kami meminta BK memeriksa,” katanya.
Interupsi itu disahut Nudirman Munir. Anggota Komisi III dari Golkar itu menyebut kalau usulan revisi RUU Advokat diajukan secara mereka oleh Ahmad Yani dari FPPP saat rapat dengan Baleg. Yani adalah kolega mereka sendiri di komisi hukum. “Kalau memang bisa diterima syukur alhamdulillah, kalau nggak bisa nggak apa-apa. Saya sendiri juga mendukung untuk itu dimasukkan,” ujar Nudirman.
Ketua Komisi III Benny Kabur Harman lantas menyampaikan komisinya hanya mengusulkan RUU tentang Perubahan atas UU No.30/2002 tentang KPK dan ikut masuk dalam prolegnas prioritas. “Kalau RUU advokat, Komissi III tidak pernah mengusulkan itu,” katanya. (pri/jpnn)
Buruh pun Gembira
SERIKAT Pekerja atau Serikat Buruh tingkat nasional maupun daerah yang tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) dengan tegas menolak rencana dari Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) untuk memasukkan revisi UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan ke dalam program legislasi nasional 2012.
Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KAJS, Said Iqbal dalam keterangan pers yang dikirim ke redaksi, Senin (12/11).
Menurut Iqbal, penolakan ini dilakukan karena jika revisi itu dilakukan, maka akan memasung atau menghapus hak-hak konstitusional pekerja dan buruh. “Dalam revisi UU yang draftnya sejak tahun 2006 silam, revisi yang akan dilakukan adalah seputar hubungan kerja dengan PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu), kerja kontrak, mempekerjakan pekerja dan buruh dari perusahaan,” lanjutnya.
Selain itu, dalam draft itu, posisi outsoursing di dalam perusahaan utama tidak akan dibatasi. Jika ini terjadi, maka terbuka kemungkinan semua lini produksi dikuasai outsorcing.
“Dalam draft itu juga, akan terjadi pengurangan nilai pesangon, pemutusan hubungan kerja (PHK) juga akan dipermudah, peninjauan Upah Minimum tidak lagi dilakukan setiap tahun tetapi setiap dua tahun sekali. Selain itu, mogok kerja akan lebih dipersulit. “Revisi ini adallah permintaan IMF melalui World Bank mewakili kaum kapitalis,” tegas Said. (arp/jpnn)