26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Perlu Dibentuk Komisi Perlindungan TKI

Anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka mendukung dibentuknya komisi independen untuk melakukan perlindungan terhadap buruh migran. Dia mengusulkan agar komisi ini menjadi salah satu bagian penting dalam revisi UU Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI Di Luar Negeri.

“Peran komisi baru ini sangat penting untuk mengentaskan persoalan TKI, baik di dalam, maupun luar negeri,” kata Rieke di Megawati Institute, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, kemarin (27/9).

Komisi ini, menurut Rieke yang kader PDIP itu, nantinya akan beranggotakan para stakeholder yang terkait dengan persoalan buruh migran.”Saya berharap fraksi-fraksi lain nantinya mau ikut mendukung,” tegas Rieke.

Dia menyampaikan FPDIP mengusulkan perubahan nama UU menjadi UU Perlindungan Buruh Migran Indonesia. Ini sebagai penegasan bahwa UU tersebut bukan untuk ‘melestarikan’, apalagi mengembangkan pengiriman TKI  ke luar negeri. Rieke menolak keras anggapan bahwa pengiriman TKI merupakan solusi atas tidak adanya lapangan kerja di tanah air. Prioritas utama, kata dia, tetap pada penyediaan lapangan kerja di dalam negeri.

“TKI kita itu di luar negeri itu bekerja yang serba 3D, yakni dangerous (bahaya), dirty (kotor), and difficult (sulit),” kata Rieke.  Dia memandang tak seharusnya para tenaga kerja berangkat ke luar negeri hanya untuk menjadi pembantu rumah tangga, buruh bangunan, atau tukang kebun. “Masak pekerjaan seperti itu saja di dalam negeri tidak bisa (disediakan, Red),” ujarnya.

Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mendukung penuh pembentukan komisi baru itu. Bahkan, Anis mengusulkan namanya adalah Komisi Nasional Perlindungan Buruh Migran Indonesia. Menurut dia, saat ini, ada 18 instansi atau lembaga Negara yang mengurusi buruh migran. Mulai Kemenakertrans sampai Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Namun, persoalan buruh migran tetap penuh carut marut.

“Anggarannya besar-besar semua. Cuma nggak ada yang nyambung satu sama lain. Padahal, kalau kalau semua itu ada sinergi dan koordinasi, apa yang dikeluhkan buruh migrant bisa terselesaikan,” kata Anis.
Komisi baru ini, imbuh Anis, berfungsi untuk melakukan pencegahan, pengawasan, mediasi, dan perlindungan hak-hak asasi buruh migran beserta keluarganya. Anis menyampaikan gagasan tentang pembentukan baru ini merupakan evaluasi terhadap BNP2TKI. “Bahasa lainnya ya seperti Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) negeri,” ucap Anis.  (pri/jpnn)

Anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka mendukung dibentuknya komisi independen untuk melakukan perlindungan terhadap buruh migran. Dia mengusulkan agar komisi ini menjadi salah satu bagian penting dalam revisi UU Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI Di Luar Negeri.

“Peran komisi baru ini sangat penting untuk mengentaskan persoalan TKI, baik di dalam, maupun luar negeri,” kata Rieke di Megawati Institute, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, kemarin (27/9).

Komisi ini, menurut Rieke yang kader PDIP itu, nantinya akan beranggotakan para stakeholder yang terkait dengan persoalan buruh migran.”Saya berharap fraksi-fraksi lain nantinya mau ikut mendukung,” tegas Rieke.

Dia menyampaikan FPDIP mengusulkan perubahan nama UU menjadi UU Perlindungan Buruh Migran Indonesia. Ini sebagai penegasan bahwa UU tersebut bukan untuk ‘melestarikan’, apalagi mengembangkan pengiriman TKI  ke luar negeri. Rieke menolak keras anggapan bahwa pengiriman TKI merupakan solusi atas tidak adanya lapangan kerja di tanah air. Prioritas utama, kata dia, tetap pada penyediaan lapangan kerja di dalam negeri.

“TKI kita itu di luar negeri itu bekerja yang serba 3D, yakni dangerous (bahaya), dirty (kotor), and difficult (sulit),” kata Rieke.  Dia memandang tak seharusnya para tenaga kerja berangkat ke luar negeri hanya untuk menjadi pembantu rumah tangga, buruh bangunan, atau tukang kebun. “Masak pekerjaan seperti itu saja di dalam negeri tidak bisa (disediakan, Red),” ujarnya.

Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mendukung penuh pembentukan komisi baru itu. Bahkan, Anis mengusulkan namanya adalah Komisi Nasional Perlindungan Buruh Migran Indonesia. Menurut dia, saat ini, ada 18 instansi atau lembaga Negara yang mengurusi buruh migran. Mulai Kemenakertrans sampai Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Namun, persoalan buruh migran tetap penuh carut marut.

“Anggarannya besar-besar semua. Cuma nggak ada yang nyambung satu sama lain. Padahal, kalau kalau semua itu ada sinergi dan koordinasi, apa yang dikeluhkan buruh migrant bisa terselesaikan,” kata Anis.
Komisi baru ini, imbuh Anis, berfungsi untuk melakukan pencegahan, pengawasan, mediasi, dan perlindungan hak-hak asasi buruh migran beserta keluarganya. Anis menyampaikan gagasan tentang pembentukan baru ini merupakan evaluasi terhadap BNP2TKI. “Bahasa lainnya ya seperti Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) negeri,” ucap Anis.  (pri/jpnn)

Artikel Terkait

Gatot Ligat Permulus Jalan Sumut

Gatot-Sutias Saling Setia

Erry Nuradi Minta PNS Profesional

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/