25 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Awas! Jangan Salah dalam Memandang Pasar

MARKETING SERIES (31)

Dalam marketing, segmentasi adalah elemen strategi. Ketika segmentasi salah, cara memandang pasar pastilah akan salah. Misalnya, kita melakukan segmentasi secara geografis. Menyebut Pulau Sumatera, misalnya, sudah sangat heterogen need and want-nya. Begitu juga pulau-pulau lain, apalagi Jawa. Makin mobile orang, segmentasi geografis makin sulit jadi alat efektif. Kenapa? Karena orang sudah begitu mudah berada dan menyebar ke pulau-pulau yang ada di Indonesia ini.

Itulah yang menyebabkan segmen Jawa tidak sama dengan segmen orang Jawa. Padahal, yang penting untuk disegmenkan memang orangnya, bukan tempat tinggalnya. Segmentasi secara demografis, segmen laki-laki dan segmen perempuan, dulu bisa efektif karena punya need and want yang jelas perbedaannya.

Setelah ada gerakan emansipasi, perempuan tak mau kalah dengan laki-laki. Soal kerja, urusan di kantor, cara berpikir, soal kepraktisan, dan seterusnya. Maka, mereka bisa punya need and want yang sama. Bahkan, sampai pada ekspektasi dan persepsi yang sama pula.

Perempuan butuh baju kantor yang mirip dengan baju laki-laki. Juga harus bisa rapat yang sistematis. Padahal, aslinya, perempuan butuh rok yang feminin serta suka ngobrol dan ngerumpi. Begitu juga kaum laki-laki, banyak yang ingin jadi metroseksual. Hobi shopping, pakaian modis. Karena sudah capek di kantor. Karena itu, ada juga aspek maskulin di segmen perempuan. Juga, ada aspek feminin di segmen laki-laki.

Kini segmentasi harus menggunakan pendekatan kekinian yang lebih canggih, yaitu yang bersifat psikografis dan behavioural. Misalnya, segmen quality, price, dan value tidak peduli orang-orangnya tinggal di mana dan demografisnya apa.

Tapi, segmen quality memang terdiri atas orang-orang yang cenderung mencari kualitas ketimbang harga. Sedangkan segmen price sebaliknya. Segmen value mempertimbangkan keduanya secara seimbang. Dengan demikian, tiap-tiap segmen psikografis lebih homogen.Begitu juga segmen behavioural. Segmen heavy user pasti terdiri atas orang-orang yang sudah pakai sebuah produk dengan frekuensi tinggi. Segmen medium user tidak begitu tinggi. Sedangkan yang light user, frekuensinya rendah.

Segmentasi jelas semakin dibutuhkan ketika kompetisi terus meningkat. Dengan demikian, tiap company nanti bisa memilih segmen mana yang dianggap cocok. Nah, kalau segmen itu sendiri sudah tidak homogen, percuma ada segmentasi. Buat apa? Segmentasi geografis-demografis sering dipakai karena identifikasi orang-orangnya mudah walaupun kurang homogen. Sedangkan segmentasi psikografis-perilaku, walaupun lebih efektif, sulit pelacakan di mana dan siapa orang-orangnya.

Di era internet, orang bersikap inklusif, horizontal, dan sosial. Artinya? Orang mau saja berinteraksi walaupun berbeda secara demografis, apalagi geografis. Mereka tidak mempersoalkan jenis kelamin, bangsa, etnis, agama, usia, warna kulit, dan pendapatan serta berada di borderless world.
Pada segmen psikografis-behavioural yang berbeda pun sangat bisa terjadi interaksi. Karena itu, bisa saja terjadi pergeseran pada dua variabel tersebut. Yang quality jadi value, sedangkan yang value juga bisa jadi price. Begitu juga yang light user, bisa menjadi medium dan heavy setelah berinteraksi karena demonstration effect.

Itulah rahasia makin tidak relevannya segmentasi karena makin gampangnya terbentuk community yang terdiri atas orang-orang yang berinteraksi secara intensif. Inilah titik awal kelahiran era New Wave Marketing.

Bagaimana pendapat Anda? (*)

MARKETING SERIES (31)

Dalam marketing, segmentasi adalah elemen strategi. Ketika segmentasi salah, cara memandang pasar pastilah akan salah. Misalnya, kita melakukan segmentasi secara geografis. Menyebut Pulau Sumatera, misalnya, sudah sangat heterogen need and want-nya. Begitu juga pulau-pulau lain, apalagi Jawa. Makin mobile orang, segmentasi geografis makin sulit jadi alat efektif. Kenapa? Karena orang sudah begitu mudah berada dan menyebar ke pulau-pulau yang ada di Indonesia ini.

Itulah yang menyebabkan segmen Jawa tidak sama dengan segmen orang Jawa. Padahal, yang penting untuk disegmenkan memang orangnya, bukan tempat tinggalnya. Segmentasi secara demografis, segmen laki-laki dan segmen perempuan, dulu bisa efektif karena punya need and want yang jelas perbedaannya.

Setelah ada gerakan emansipasi, perempuan tak mau kalah dengan laki-laki. Soal kerja, urusan di kantor, cara berpikir, soal kepraktisan, dan seterusnya. Maka, mereka bisa punya need and want yang sama. Bahkan, sampai pada ekspektasi dan persepsi yang sama pula.

Perempuan butuh baju kantor yang mirip dengan baju laki-laki. Juga harus bisa rapat yang sistematis. Padahal, aslinya, perempuan butuh rok yang feminin serta suka ngobrol dan ngerumpi. Begitu juga kaum laki-laki, banyak yang ingin jadi metroseksual. Hobi shopping, pakaian modis. Karena sudah capek di kantor. Karena itu, ada juga aspek maskulin di segmen perempuan. Juga, ada aspek feminin di segmen laki-laki.

Kini segmentasi harus menggunakan pendekatan kekinian yang lebih canggih, yaitu yang bersifat psikografis dan behavioural. Misalnya, segmen quality, price, dan value tidak peduli orang-orangnya tinggal di mana dan demografisnya apa.

Tapi, segmen quality memang terdiri atas orang-orang yang cenderung mencari kualitas ketimbang harga. Sedangkan segmen price sebaliknya. Segmen value mempertimbangkan keduanya secara seimbang. Dengan demikian, tiap-tiap segmen psikografis lebih homogen.Begitu juga segmen behavioural. Segmen heavy user pasti terdiri atas orang-orang yang sudah pakai sebuah produk dengan frekuensi tinggi. Segmen medium user tidak begitu tinggi. Sedangkan yang light user, frekuensinya rendah.

Segmentasi jelas semakin dibutuhkan ketika kompetisi terus meningkat. Dengan demikian, tiap company nanti bisa memilih segmen mana yang dianggap cocok. Nah, kalau segmen itu sendiri sudah tidak homogen, percuma ada segmentasi. Buat apa? Segmentasi geografis-demografis sering dipakai karena identifikasi orang-orangnya mudah walaupun kurang homogen. Sedangkan segmentasi psikografis-perilaku, walaupun lebih efektif, sulit pelacakan di mana dan siapa orang-orangnya.

Di era internet, orang bersikap inklusif, horizontal, dan sosial. Artinya? Orang mau saja berinteraksi walaupun berbeda secara demografis, apalagi geografis. Mereka tidak mempersoalkan jenis kelamin, bangsa, etnis, agama, usia, warna kulit, dan pendapatan serta berada di borderless world.
Pada segmen psikografis-behavioural yang berbeda pun sangat bisa terjadi interaksi. Karena itu, bisa saja terjadi pergeseran pada dua variabel tersebut. Yang quality jadi value, sedangkan yang value juga bisa jadi price. Begitu juga yang light user, bisa menjadi medium dan heavy setelah berinteraksi karena demonstration effect.

Itulah rahasia makin tidak relevannya segmentasi karena makin gampangnya terbentuk community yang terdiri atas orang-orang yang berinteraksi secara intensif. Inilah titik awal kelahiran era New Wave Marketing.

Bagaimana pendapat Anda? (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/