25 C
Medan
Monday, December 29, 2025
Home Blog Page 13965

Calo CPNS ‘Cikeas’ PNS Pemko Medan

MEDAN-Sepuluh orang korban penipuan CPNS Pemko Medan 2010, Minggu (5/1), mendatangi rumah HHS, calo yang telah menilep uang mereka di Jalan Monginsidi. Namun HHS yang berkerja sebagai PNS di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Medan itu, tidak bisa mengembalikan uang para korbannya.
Kepada para korbannya, HHS mengatakan, dia memang pernah berjanji akan mengembalikan uang mereka jika anak mereka tidak lulus seleksi CPNS. Namun hal itu tidak bisa dilakukannya, karena semua uangnya telah disetorkan kepada Damari Sianturi, PNS di Dinas Kesehatan (Dinkes) Medan.

Sebelumnya di Mapoldasu, Damari mengaku juga menjadi ‘korban’, karena uang para korban telah disetorkannya kepada Plancius Panjaitan. Plancius menurut Damari adalah pengusaha ekspedisi yang mengaku bisa meloloskan peserta seleksi CPNS karena memiliki kedekatan dengan Presiden SBY dan orang-orang di Cikeas.

Sementara itu, para korban mengaku telah menyetorkan uang sebanyak Rp115 juta hingga Rp180 juta kepada HHSn Penyetoran uang tersebut disertai kwitansi bermaterai. “Si HHS ngakunya, uang sudah disetorkan semuanya sama Damari. Katanya, ada kwitansinya. Jadi kami fotokopi semua kwitansinya itu. Dari 24 kwitansi, yang ada sama saya 22 kwitansi. Dua kwitansi lainnya, katanya terselip-selip entah kemana. Katanya mau dicari sama si HHS itu,” ungkap salah seorang korban yang enggan disebutkan identitasnya. Sebagian besar korban penipuan calo CPNS itu menolak disebut identitasnya.

Dari rumah HHS, para korban kemudian mendatangi kediaman Damari, PNS Dinkes Medan yang bertugas di Puskesmas Kelurahan Lalang, Medan Sunggal. Rumah Damari yang berada di Gang Suplir, Kelurahan Cinta Damai, Medan Sunggal itu sepi. Di rumah tersebut hanya ada suami Damari, Desmon Simangunsong. Damari sendiri tak diketahui berada di mana.

Kepada para ‘tamunya’ Desmon mengatakan istrinya telah menyerahkan uang dari para korban CPNS kepada Plancius Panjaitan di Jakarta. Tak berhasil memperoleh kejelasan kapan uanganya dikembalikan, para korban percaloan itupun bubar.

Seorang korban kepada wartawan koran ini menginginkan, agar persoalan ini tidak berlanjut ke jalur hukum, tapi diselesaikan dengan cara kekeluargaan. “Ya itu, maksudnya uang kami kembali dan gak sampai ke polisi. Nanti kalau ke polisi, jadi ribet. Takutnya kalau ke polisi, uang kami nggak kembali malah kami keluar uang lagi. Kami juga heran, kenapa si Damari itu dilepaskan Poldasu,” tutupnya.

Sementara itu, sebelumnya sejumlah korban calo CPNS menyayangkan sikap Ditreskrimum Poldasu yang melepas Damari Sianturi. Pasalnya, bukti-bukti keterlibatan PNS di Dinas Kesehatan Medan itu sudah sangat jelas.

Kepada polisi, Damari juga telah mengakui keterlibatannya. Meski dia mengaku menjadi korban pelaku lainnya, Plancius Panjaitan, yang mengaku orang dekat ‘Cikeas’. Para korbannya juga mengaku memiliki kwitansi bermaterai, bukti penyetoran uang ke Damari dan sindikatnya.

Alasan polisi melepas Damari karena tidak ada korban yang melaporkannya. Sejumlah korban yang ditemui wartawan koran ini, kemarin (3/2), mengaku enggan melaporkan Damari dan sindikatnya ke polisi karena masih berharap uang mereka dikembalikan. “Kita masih ingin baik-baik. Kalau nanti ke polisi, lama prosesnya. Dipanggil-panggil lagi dan sebagainya,” ujar Jasa Karokaro, salah seorang dari 42 korban Damari.

Jasa Karokaro menyerahkan uang tersebut kepada perempuan berinisial HHS, PNS di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Medan. Jasa Karokaro mengaku menyerahkan Rp180 juta agar keponakannya, Hasan Tarigan, lulus jadi CPNS rekruitmen 2010 di Pemko Medan.

Menurutnya, HHS saat itu menyatakan, bila sampai 5 Januari 2011 tak lulus CPNS, maka uang tersebut dikembalikan. HHS kemudian menyetorkannya kepada Damari. Menurut pengakuan Damari, dia langsung menyetorkannya ke Plancius Panjaitan.

“Uangnya saya serahkan langsung ke HHS, dan diberi kwitansi. Janjinya Januari 2011 lalu sudah masuk kerja. Kalau sampai tanggal 5 Januari 2011 lalu tidak juga diterima, maka dia (HHS, red) akan mengembalikan uangnya secara utuh. Tapi sampai sekarang tidak pernah dikembalikan. Saya sudah menemuinya di rumah, di Pemko Medan. Kadang ketemu, kadang tidak. Kalau pas ketemu, waktu kuminta uangnya alasannya sudah disetorkan ke kawan atau atasannya,” ungkapnya.

Jasa Karokaro menyatakan, dirinya masih mengharapkan itikad baik dari HHS untuk mengembalikan uangnya. Karenanya dia belum berniat melaporkannya ke polisi.

Korban lain yang enggan disebutkan identitasnya saat ditemui wartawan koran ini di kediamannya, menunjukkan kwitansi bermaterai, bukti penyetoran uang Rp115 juta kepada HHS. Kwitansi yang ditandatangani HHS itu bertanggal 1 Januari 2011. Dia sendiri sudah berulangkali menemui HHS, namun HHS mengatakan uangnya telah disetorkannya kepada Damari.

“HHS ini menyetorkannya ke Damari Sianturi itu. Makanya kami aneh, kok bisa dilepaskan polisi dia (Damari, red). Memang itulah. Kami ini kan masyarakat awam, kami takut juga mau melapor ke polisi. Nanti makin lama selesainya, dipanggil sana-sini. Terus takutnya nggak kembali uang kami. Kalau kwitansinya kami punya semua,” ujar korban tersebut.

Setelah diajak berdiskusi, korban tersebut berencana mengontak puluhan korban lainnya agar membuat pengaduan bersama-sama. “Kami ini akan ngumpul dan membicarakan itu dulu. Ya itu tadi, maklumlah kami masyarakat awam,” keluhnya.

Penerimaan CPNS tahun 2010 (prosesnya hingga 2011, Red) merupakan penerimaan terakhir sebelum moratorium dilakukan pemerintah pusat. Saat itu Jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Medan masih dijabat oleh Lahum Lubis yang saat ini menduduki jabatan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Medan.

Kepada wartawan koran ini, Lahum Lubis menyatakan persoalan calo CPNS untuk penerimaan tahun 2010 lalu memang sudah jauh hari didengarnya. Bahkan dia juga sempat dipanggil untuk memberikan keterangan kepada pihak Polresta Medan. “Iya, ini sudah pernah. Waktu itu kita diminta memberi klarifikasi ke Polresta Medan. Apa yang dilakukannya (HHS, red), itu bukan atas nama Pemko Medan melainkan atas nama pribadinya dan mungkin kawan-kawannya. Kita juga sudah pernah buat teguran kepada yang bersangkutan,” akunya.

Lahum kemudian menuturkan, HHS ini bekerjasama dengan petugas di Puskesmas Dinas Kesehatan (Dinkes) Medan. “Itu orangnya katanya kerjasama dengan petugas di salah satu puskesmas di Medan. Saya lupa namanya,” ungkapnya.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Edwin Effendy, mengatakan Damari Sianturi adalah PNS di Puskesmas Kelurahan Lalang, Medan Sunggal. Dan sosok Damari Sianturi ini merupakan, sosok PNS yang tidak baik. Sebagai atasan, dia telah menyerahkan kepada BKD Medan untuk pemberian sanksinya. “Iya, itu sudah pernah kita tegur dan kita peringati. Kita sudah memberikan surat penyerahan ke BKD Pemko Medan, untuk diambil tindakan tegas terhadapnya. Semua surat-surat mengenai perilaku buruk sebagai petugas puskesmas itu, ada semua sama saya,” tegasnya.

Kasubdit III/Umum Polda Sumut, AKBP Andry Setiawan kepada Sumut Pos menyatakan, agar sebaiknya para korban-korban penipuan CPNS tersebut segera melaporkan hal itu, guna dilakukan penyelidikan dan pengembangan terhadap kasus penipuan CPNS tersebut.
“Sebaiknya segera dilaporkan, agar bisa segera juga kita tangani,” ungkapnya.

Berita sebelumnya, Damari Sianturi dan dua orang rekannya menyerahkan diri ke Polda Jawa Barat, setelah tak berhasil melacak keberadaan ‘orang dekat’ Cikeas di Jakarta dan Bandung. Ketiganya kemudian dijemput petugas Poldasu. Namun setelah diperiksa, Damari dilepaskan. Polisi beralasan tidak ada pengaduan para korban terkait keterlibatan Damari. Dalam kasus ini bebeberapa orang telah ditahan dan disidang PN Medan, diantaranya Delisa. Perempuan ini merupakan satu jaringan di bawah Plancius Panjaitan. Menurut pengakuan Damari, diperkirakan ada sekitar Rp60 miliar yang disetorkan sejumlah ‘korban’ seperti dirinya kepada Plancius Panjaitan. (ari)

Sopir Mitra 63 Geruduk Kantor

MEDAN-Puluhan sopir dan pemilik angkutan Mitra 63, Sabtu (4/2), menggelar unjuk rasa di kantor angkutan tersebut, CV Mitra, Jalan Ir H Juanda. Mereka menolak aturan baru manajemen yang memperpanjang lintasan trayek hingga ke Tanjung Anom. Selain membawa spanduk, mereka juga memarkirkan 70 angkot di sepanjang Jalan Ir H Juanda. Meski sempat memanas, aksi tersebut tidak sampai mengganggu lalulintas.

Selain menolak perpanjangan trayek, para sopir juga menolak membayar kenaikan tarif iuran harian. Pasalnya, kenaikan iuran yang dilakukan tanpa meminta persetujuan para sopir dan pemilik angkutan.

“Kedatangan kami ke kantor CV Mitra ini untuk mempertanyakan masalah panjang trayek ke Tanjung Anom yang sudah jelas merugikan supir Mitra. Trayek makin panjang, semakin bertambah uang minyak. Sedangkan sewa (penumpang, Red) di Tanjung Anom tidak ada, dan kondisi jalan di sana rusak parah. Jelas kami menolak untuk perpanjangan trayek itu. Kami juga menolak kenaikan iuran harian dari Rp3 ribu menjadi Rp6 ribu,” jelasnya.

Menurutnya, mandor Mitra 63 yang berinisial CS juga tidak memperhatikan kesejahteraan para sopir. “Percuma saja ada mandor, tapi tidak bisa menjembatani sopir dengan kantor (manajemen, Red). Kami akan terus melakukan aksi beberapa hari sampai tuntutan kami direalisasikan kantor,” ujarnya.

Saat ditanya aksi mereka membuat penumpang terlantar, Johnson menyatakan meminta maaf atas ketidaknyamanan itu. Namun apa yang dilakukan para sopir jauh lebih penting, karena berhubungan dengan kelangsungan hidup mereka. “Kami tidak ada mikirkan sewa hari ini, karena kami merasa kasihan dengan seluruh sopir yang bekerja mencari sesuap nasi untuk keluarga yang sudah menunggu di rumah,” ucapnya.

Pantauan wartawan koran ini, para sopir kemudian membuat surat pernyataan bersama yang berisikan penolakan pemberlakuan perpanjangan trayek,  dan meminta manajemen menurunkan uang iuran sopir. Setelah surat tuntutan ditulis, para sopir kemudian antre untuk membubuhkan tanda tangan di bagian bawah surat tersebut.

Sementara itu, Kabag Keuangan CV Mitra, Syahrial,  yang menerima keluhan para  sopir tidak bisa memberikan keputusan. “Saya belum tahu masalahnya, nanti akan saya sampaikan kepada atasan kami. Tetapi untuk tindak lanjut, CV Mitra akan melakukan pemanggilan terhadap mandor,” ujar Syahrial. (adl)

Cap Go Meh di City Walk dan Yanglim

MEDAN-Kegiatan Mega Bazar memeriahkan Cap Go Meh berlangsung meriah di komplek City Walk Perumahan Royal Sumatera Medan, Sabtu (4/2) malam. Rencananya kegiatan ini akan berlangsung hingga Senin (6/2).

Kegiatan dimeriahkan pertunjukan barongsai, modern dance, magic show, lampion terbang dan aneka acara lain. Pengunjung juga bisa berbelanja sembari beramal pada puluhan stan penjualan.

Kemeriahan juga terjadi di Bazar Cap Go Meh di pelataran parkir Yanglim Plaza Jalan Emas Medan, Sabtu (4/2). Di sini juga dimeriahkan dengan berbagai acara termasuk lomba nyanyi lagu Mandarin dan pameran puluhan stan.

Direktur Utama Bank Sumut H Gus Irawan Pasaribu yang hadir dalam Mega  Bazar Cap Go Meh di City Walk mengungkapkan dukungan terhadap rencana membangun pusat kuliner terbesar di Medan di City Walk Royal Sumatera yang akan menjadi ikon pariwisata Sumatera Utara.
Menurut Gus Irawan, mega bazar yang dilaksanakan Lions Club Distrik 307 yang hasilnya digunakan untuk kegiatan bakti sosial sekaligus membantu masyarakat kurang mampu harus terus dikembangkan. ‘’Lions Club banyak melaksanakan kegiatan sosial termasuk memberi beasiswa bagi lebih seribu anak kurang mampu, operasi katarak gratis dan kepedulian sosial lain,’’ katanya.

Ia mengatakan, anggota Lions Club akan menjadi penghuni surga berkat bakti sosial yang dilaksanakan dalam membantu masyarakat. Untuk itu, Gus mengatakan, keberadaan Lions Club menjadi contoh teladan bagi organisasi bersifat sosial karena memberi manfaat bagi masyarakat Sumut.
Direktur Utama Bank Sumut ini juga mengatakan, momentum Imlek dan Cap Go Meh pada Tahun Naga Air akan semakin meningkatkan rezeki bagai air yang terus mengalir.

Secara terpisah Anggota DPD RI yang juga Ketua Perhimpunan Pendonor Darah Indonesia (PPDI) Sumut Parlindungan Purba SH MM bersama Wali Kota Medan diwakili Kadis Pariwisata Busral Manan juga memberi apresiasi pada Bazar Cap Go Meh di Yanglim Plaza Medan.

‘’Ini hal yang bagus dan menggembirakan yang dilaksanakan Lions Club Medan Mulia yang juga Ketua PPDI Kota Medan. Ini menunjukkan kepedulian karena hasilnya dipakai untuk amal. Hal semacam ini harus terus ditanamkan terutama pada para generasi muda,’’ imbuhnya.
Kadis Pariwisata Medan Busral Manan menambahkan even ini dapat terus dikembangkan di masa mendatang. Apalagi, menurut dia, saat ini pemerintah dan bersama pihak terkait sedang melaksanakan program Medan Visit Year 2012. (dmp)

Warga Sari Rejo Tunggu Janji Wali Kota

Warga Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia masih menunggu janji  Wali Kota Medan, Drs H Rahudman Harahap untuk menyelesaikan tanah di Sari Rejo. Apa kata warga ? Berikut wawancara wartawan Sumut Pos Adlansyah Nasution bersaman Ketua Forum Masyarakat Sari Rejo (Formas), Riwayat Pakpahan.

Bagaimana perjuangan warga terhadap tanah Sari Rejo?

Kami hanya meminta agar segera menuntaskan persoalan status tanah seluas 260 hektare di Kelurahan Sari Rejo. Kami tahu, Wali Kota Medan sudah memperjuangkan hak warga Sari Rejo sejak dirinya menjabat Pj Wali Kota Medan. Dengan melakukan pembuktian seperti merealisasikan janjinya kepada warga Kelurahan Sari Rejo, diketahui saat melakukan kunjungan ke Mabes TNI di Jakarta Utara pada 2010 lalu.
Selanjutnya menyerahkan berkas terkait persoalan tanah Kelurahan Sari Rejo seluas 260 hektar.

Hal lainnya, Rahudman juga menggelar pembahasan mengenai persoalan tanah di Kelurahan Sari Rejo dengan sejumlah petinggi TNI AU di Medan. Dalam pembicaraan itu ada keputusan Pemko Medan menyurati Mabes TNI, Menteri Petahanan dan Departemen Keuangan. Sekarang, Wali Kota kemmbali menunjukkan buktinya tetap memperjuangkan tanah di Kelurahan Sari Rejo dengan menyurati Mabes TNI, Menteri Petahanan dan Departemen Keuangan agar masalah tanah Sari Rejo diserahkan kepadanya.

Selanjutnya apa yang dilakukan warga?

Kami hanya bisa menunggu janji Wali Kota Medan selama dua minggu sejak kemarin silatuhrahmi Wali Kota Medan bersama warga Kelurahan Sari Rejo, Kamis (2/2) lalu. Ke depan, janji untuk menyelesaikan tanah masyarakat. Diharapkan dalam waktu tersebut sudah rampung. Kami meminta kepada Wali Kota Medan agar jangan hanya berjanji saja, tanpa ada titik terangnya. Warga sudah jenuh dengan janji-janjinya. Kita kan tahu, saat Rahudman Harahap menjadi Penjabat Wali Kota Medan telah berjanji untuk menyelesaikan persoalan tanah Sari Rejo, namun sampai saat ini tidak ada terealisasi. Untuk itu, diminta kepada Pemko Medan jangan terus menerus mengumbar janji kepada masyarakat. Kita sangat mengharapkan janji Wali Kota Medan menyelesaikannya. Kita yakin kalau pak wali benar-benar ingin memperjuangkan nasib warga Sari Rejo, maka pasti akan terealisasi.

Sudah sampai sejauh mana penyelesaian status tanah ini?

Formas sudah menyampaikan permasalahan ini ke Presiden, Kemenham, Kemenkeu, BPN Pusat, DPR, DPD,Gubernur Sumut,wali kota, Kakanwil BPN Sumut,BPN Medan, DPRD Sumut dan DPRD Medan,tapi tidak ada juga titik terang. Masyarakat sudah tidak tahu lagi mau mengadu kemana.
Hanya dengan memanjatkan doa kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, semoga membuka pintu hati para pengambil keputusan dalam penyelesaian tanah di Kelurahan Sari Rejo dengan seadil-adilnya.

Kesepakatan antara Pemko Medan dan TNI AU harus memberikan hak masyarakat sepenuhnya dengan eksistensi yang diklaim bersertifikat.Karena kalau ditinjau dari beberapa aspek, seperti aspek historis, tanah Kelurahan Sari Rejo telah dikuasai dan ditempati masyarakat sejak 1948. Sedangkan aspek yuridis, masyarakat telah memperoleh putusan MA pada tahun 1995, dan aspek sosialnya masyarakat berbagai etnis hidup harmonis dengan rasa persaudaraan dan saling hormat menghormati.

Bagaimana insfratruktur di Kelurahan Sari Rejo?

Fasilitas dari Pemko Medan berupa infrastruktur, mulai dari jalan dan gang yang sudah di aspal, ditambah lagi fasilitas lain, seperti listrik, jaringan PDAM, dan telepon yang menjadikan kawasan hunian mandiri kompak dan lengkap. Bukan itu saja, bila disebutkan tanah tersebut terdaftar di Departemen Pertahanan (Dephan), selama ini warga sudah membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB). Artinya, tanah Sari Rejo sudah bagian dari masyarakat. Persoalan tanah Sari Rejo bukan hanya persoalan legalitas , melainkan kemauan kuat dari pengambil kebijakan.Buktinya bila ada kebijakan, berdiri sejumlah bangunan besar di satu kesatuan tanah Sari Rejo. Jadi perlakukan juga 30-an ribu penduduk di Sari Rejo dengan seadil-adilnya.

Kami hanya meminta agar penyelesaian tanah Kelurahan Sari Rejo sebaiknya bisa lebih diseriusi. Bukan hanya menjadi  wacana dan janji. Masyarakat sudah iri dengan adanya sertifikat yang dimiliki oleh para pengembang di sekitar Kelurahan Sari Rejo.Pak Wali mempunyai kewenangan yang besar. Kami harapkan Wali Kota segera memukulkan tongkatnya, agar tanah di Kelurahan Sari Rejo jadi milik masyarakat. Yang dikhawatirkan muncul gejolak yang besar, karena masalah tanah merupakan hal yang sangat rentan,(*)

Pasangan Nikah Diwajibkan Tanam Dua Pohon, ICMI Mengecam

PEMERINTAH Kota Medan bersama Kementerian Agama (Kemeneg) Kota Medan mewacanakan bagi pasangan calon pengantin muda diwajibkan menanam pohon minimal dua pohon.

Namun Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan, Syaiful Bahri menganggap wacana itu perlu dilakukan rapat kerja lagi agar sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat dapat diterima.

“Itu kan wacana yang baru diusulkan dalam program Kemenag Kota Medan. Untuk itu, Pemko Medan akan mensosialisasikannya lagi. Jadi untuk teknisnya akan dilakukan rapat kerja kembali Maret nanti. Di situ baru dibahas apa yang menjadi program Kemenag,” kata Syaiful kepada Sumut Pos, Minggu (5/2) .

Dijelaskannya, pelaksanakan rapat kerja dimulai pada tanggal 22-25 Maret 2012. Dalam rapat itu akan dihadiri pejabat di lingkungan Kemenag Kota Medan, Kepala KUA se-Kota Medan, Kepala Madrasah MIN, MTsN dan MAN se-Kota Medan, penyuluh agama Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu.
“Dalam pelaksanaan rapat kerja itu akan dilaksanakan berbagai program. Salah satunya berupa penandatanganan MoU dengan Dinas Pertamanan Kota Medan, tentang gerakan penanaman satu miliar pohon bagi calon pengantin di Kota Medan. Artinya, setiap pengantin yang akan melangsungkan pernikahan diwajibkan menanam dua pohon. Langkah ini dilakukan Kemenag dalam upaya mendukung program wali kota untuk menjadikan Kota Medan hijau,” ujar Syaiful.

Masyarakat Kota Medan, Andre Imanuel yang tinggal di Jalan Sakti Lubis sangat mendukung program tersebut. Namun, dirinya berharap kepada Pemko Medan untuk lebih jelas mengartikan penanaman pohon dalam mendukung Kota Medan hijau.

“Bibit apa yang akan ditanam? dan siapa yang menanggung setip bibit pohon itu? Kita masyarakat sangat mendukung program pemerintah untuk Kota Medan, sudah jelas setiap program yang dibuat pasti ada alasannya. Tetapi kami hanya meminta agar bibit untuk ditanam jangan dibebankan kepada masyarakat lagi, karena untuk membuat Kota Medan hijau sudah ada anggaran yang disediakan Pemko Medan,” jelas Andre yang mengaku belum menikah.

Sedangkan, Rosmawati warga Jalan multatuli, Kecamatan Medan Kota memberikan aspresiasi yang baik kepada Pemko Medan. Dengan penanaman dua pohon setiap calon pengantin membuktikan tanam pohon untuk awal hidup baru. “Kalau itu sangat bagus, jadi bisa membuktikan setiap calon pengantin dibarengi dengan menanam dua pohon membuktikan kalau menikah sama artinya dengan memulai hidup baru,” cetusnya.

Menanggapi hal tersebut, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Derah (DPRD) Kota Medan, Juliandi meminta kepada Pemko Medan untuk mensosialisasikan program Kemenag Medan tersebut kepada masyarakat.

“Bukan masalah dukung atau tak mendukung. Tetapi nggak mesti sekali, calon pengantin wajib menanam pohon. Siapa saja pun boleh menanam pohon kalau memang itu untuk mendukung program Kota Medan hijau,” kata politisi Fraksi PKS ini.

Menurutnya, dalam persyaratan rukun nikah tidak ada mengatur untuk mewajibkan menanam pohon. Dengan begitu, Kemenag Medan harus tetap berpegangan pada ketentuan yang berlaku sesuai dengan rukun nikah. “Syarat nikah kan sesuai dengan rukun nikah. Itu yang terpenting, jadi kalau memang itu untuk mensukseskan program Kota Medan wajar saja, yang terpenting harus disosialisasikan dahulu,” jelasnya mengakhiri.

Sementara itu, kewajiban menanam dua pohon bagi calon pengantin yang akan menikah di Medan mendapat reaksi dari Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kota Medan. Kebijakan semacam ini akan disomasi ICMI Kota Medan baik kepada Kepala Kemenag Medan dan Wali Kota Medan karena melanggar syariat agama.

‘’Tidak ada kewajiban menanam pohon bagi calon pengantin yang akan menikah. Kita menolak MoU  Kemenag Medan dengan Wali Kota Medan karena akan menambah beban bagi calon pengantin. Selama ini dalam mengurus suatu pernikahan, calon pengantin dan keluarga sudah disibukan dengan berbagai kelengkapan administrasi pernikahan,’’ kata Ketua ICMI Kota Medan Indra Sakti Harahap ST MSi di Medan, Minggu (5/2).

Selain itu, lanjut Indra yang juga mahasiswa Strata-3 USU, calon pengantin dan keluarga juga dibuat pusing dengan biaya nikah dan keperluan lain. ‘’Tidak ada hukumnya dalam agama Islam. Dalam rukun nikah yang diwajibkan adalah adanya pengantin lelaki, pengantin perempuan, wali pengantin perempuan, dua orang saksi serta ijab dan qabul,’’ sebut Indra.

Ia berharap pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang memiliki dasar hukum sehingga tidak membingungkan dan menyusahkan masyarakat.
‘’Jangan jadi pelawak dan Wali Kota Medan jangan terjebak dalam membuat kebijakan yang tidak memiliki dasar hukum apalagi memberatkan masyarakat,’’ tegasnya.

Ketua ICMI Kota Medan menegaskan, pihaknya segera melayangkan somasi apabila kebijakan penanaman pohon bagi calon pengantin dijadikan kewajiban. ‘’Kita segera ajukan somasi terhadap pemerintah yang mengeluarkan kebijakan yang tidak sesuai dengan aturan syariat. Pemerintah harusnya memberi kemudahan bagi calon pengantin dalam mengurus surat nikah, biaya dan hal lain,’’ kata Indra. (*)

Motor Paman pun Diembat

Iqbal (26) memang benar-benar gelap mata. Sudah tinggal menumpang di rumah pamannya, Surya (34) di Jalan Bangau Perumnas Mandala, malah nekad
membawa kabur sepeda motor milik pamannya. Bahkan sepeda motor Honda Beat BK 6001 AJ yang dibawa kabur itu dijual dengan harga Rp1,5 juta.
Sebenarnya Iqbal sudah mendapat kepercayaan dari Surya untuk menggunakan sepeda motor itu. Buktinya sepeda motor itu sering dipinjam Iqbal dari Surya untuk jalan-jalan.

Tetapi entah mengapa Selasa (24/1) lalu itu, Iqbal gelap mata. Hari itu ia kembali meminjam sepeda motor Surya dengan alasan hendak membeli nasi. Karena biasa, Surya memberikan motor Beat nya kepada keponakannya itu.

Kecemasan Surya muncul, saat mengetahui Iqbal belum juga pulang padahal ia sudah seharian menggunakan motornya. Hingga esok hari ditunggu, Iqbal tak kunjung pulang.

Melihat sepeda motor milik tak kunjung dikembali oleh Iqbal, kesalan pun timbul dalam jiwa Surya. Kemudian mencoba mencari Iqbal ke tempat kawan-kawanya, namun tak ketemu juga.

Seminggu ditunggu-tunggu Iqbal tak juga pulang. Akhirnya, Surya memutuskan melaporkan Iqbal ke Polsek Percut Seituan. Surya yang ditemani abang kandungnya Rahmat melakukan pencarian terhadap Iqbal kembali.

Saat melintas di jalan Lau Dendang, Percut Seituan, Jumat (3/2) mereka melihat Iqbal.

Rahmat yang tak mau kehilangan buruannya langsung menangkap Iqbal dan selanjutnya menyerahkannya ke Mapolsek Percut Seituan.
Di Mapolsek Percut Seituan Iqbal mengaku nekat menjual sepeda motor milik pamannya itu, lantaran tidak memiliki uang dan pekerjaan.
“Saya menjual kereta itu karena tak punya uang pak, kereta itu dijual kepada temannya saya, Hendro warga Lau Dendang seharga Rp.1,5 juta,” akunya saat diperiksa Juru Periksa (Juper) Mapolsek Percut Seituan, Sabtu (4/2).

Kapolsek Percut Seituan Kompol Maringan Simanjuntak menjelaskan, tersangka kini ditahan dalam kasus penggelapan. Kini pihaknya akan melakukan pengembangan untuk menangkap penadahnya.

“ Kita masih melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, kita akan melakukan pengembangan untuk menangkap penadahnya,” katanya singkat.(gus)

Ada Pria Bakar Rumah Kami…

Kebakaran di Pasar III Tanjung Sari

MEDAN-Rumah kontrakan ditempati Hera di Jalan Bunga Cempaka, Pasar III belakang Musala Nurul Huda musnah terbakar, Minggu (5/2) siang. Kejadian
itu mengundang banyak warga melihat kebakaran rumah di kawasan padat pemukiman tersebut.

Suara hinggar bingar juga terjadi karena saksi mata dari keluarga pemilik rumah kontrakan itu berteriak histris.

‘’Kenapa rumah kami yang dibakar. Tadi kami sempat lihat ada pria yang menyusup ke rumah kontrakan yang kebetulan lagi kosong,’’ teriak perempuan warga turunan India itu histeris.

Keluarga pemilik rumah berteriak-teriak bahwa pria itu menyusup dan membakar rumah. Namun sayangnya pembakar rumah tadi sudah menghilang sehingga tak berhasil ditemukan.

Saksi mata di lokasi kebakaran menyebut rumah kontrakan yang ditempati Hera yang juga pedagang makanan. ‘’Kebakaran terjadi begitu cepat hingga
menghanguskan rumah beserta isinya. Di dalam juga terdapat tiga tabung gas,’’ kata warga.

Amatan di lapangan, api cepat melalap api karena lima unit pemadam kebakaran telat tiba di lokasi kebakaran. Kemudian pemadam kesulitan menjangkau lokasi kebakaran karena sempitnya gang kebakaran di daerah tersebut.

Kebakaran ini juga menyebabkan kemacetan di ruas Jalan Cempaka dan Setia Budi Medan karena banyak masyarakat yang ingin melihat kejadian tersebut. (dmp/wan)

Jika Terbukti Korupsi Wisma Atlet Anas Janji Tinggalkan Politik

JOGJAKARTA- Di Jakarta, posisi Anas Urbaningrum sebagai ketua umum Partai Demokrat tengah digoyang menyusul dugaan keterlibatannya dalam kasus wisma atlet. Di Jogjakarta, dia menanggapi perkembangan tersebut dengan berjanji meninggalkan politik kalau terbukti korupsi.

“Nuwun sewu (mohon maaf, Red), kalau korupsi, saya akan berhenti dari politik,” ujar Anas saat menjadi pembicara dalam Sarasehan Kebangsaan Merawat NKRI yang diselenggarakan Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PII) Jogjakarta Besar di Hotel Jogjakarta Plaza kemarin (5/2).

Anas mengungkapkan tekad itu saat menjawab seorang peserta yang menanyakan kebenaran Anas korupsi atau tidak. Mantan ketua umum PB HMI tersebut tidak bersedia memberikan jawaban yang panjang. Anas hanya menegaskan, bila kasus wisma atlet menyeret namanya atau menjadi tersangka kasus korupsi, dirinya akan pensiun dari dunia politik.
Setelah acara, Anas juga sempat menyinggung perkara yang mendera sejawatnya, Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Angelina Sondakh yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi wisma atlet oleh KPK. Menurut Anas, partainya siap memberikan pembelaan hukum bila memang janda Adjie Massaid tersebut meminta.

Sementara, untuk menjernihkan persoalan partainya, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar temu pers di rumahnya, Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Minggu (5/2).

Salah satu penegasan SBY, bisa membuat Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum lega. Pasalnya, SBY memastikan Anas tidak akan dinonaktifkan sebelum ada keputusan KPK yang menetapkannya sebagai tersangka.
‘’Saya katakan tidak ada penonaktifan saudara Anas Urbaningrum sebagai ketua umum Partai Demokrat. Mengapa? Proses hukum di KPK masih berlangsung. Kita pegang asas praduga tak bersalah,’’ kata SBY.

Sementara menanggapi menurunnya tingkat elektabilitas Partai Demokrat yang dirilis lembaga survei baru-baru ini. SBY tidak menyanggahnya. Dia memaklumi kalau penurunan itu mungkin terjadi akibat serangan politik, situasi menjelang Pemilu 2014, dan pemberitaan media. Terutama dengan terbawanya nama Anas Urbaningrum dalam kasus suap wisma atlet.

Sebelumnya, riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA kali terakhir mengungkapkan, untuk kali pertama sejak 2009, Demokrat terpuruk di peringkat ketiga. Posisi pertama dan kedua diambil alih Partai Golkar dan PDIP. Tingkat dukungan masing-masing 18,9 persen dan 14,2 persen, sedangkan Demokrat hanya 13,7 persen. (pri/bay/kuh/dyn/kus/ c10/c11/ttg/jpnn)

Bisakah Merpati Hidup Lagi?

Manufacturing Hope 6

Oleh: Dahlan Iskan
Menteri BUMN

KADANG libur itu penting. Pada hari tanpa kesibukan itulah persoalan yang rumit bisa dibicarakan secara mendasar, detail, dan habis-habisan. Misalnya, pada hari libur Sabtu lalu. Enam jam penuh bisa membicarakan rumitnya persoalan Merpati Nusantara Airline.

Tidak hanya direksi dan komisaris yang hadir, tapi juga seluruh manajer senior. Ruang rapat sampai tidak cukup sehingga pindah ke ruang tamu yang secara kilat dijadikan arena perdebatan.
Meski saya yang memimpin rapat, tidak ada hierarki di situ. Segala macam jabatan dan predikat saya minta ditanggalkan. Tidak ada menteri, tidak ada dirut, tidak ada komisaris, dan tidak ada bawahan. Semua sejajar sebagai orang bebas. Duduknya pun tidak diatur dan tidak teratur.

Operator laptop dan proyektornya sampai duduk di lantai. Kebetulan saya juga hanya memakai kaus dan celana olahraga. Belum mandi pula. Baru selesai berolahraga bersama 30.000 karyawan dan keluarga Bank Rakyat Indonesia se-Jakarta memperingati Ultah ke-116 mereka yang gegap gempita.

Pindah dari acara BRI ke acara Merpati pagi itu rasanya seperti pindah dari surga ke Marunda. Dari perusahaan yang labanya Rp14 triliun ke perusahaan yang ruginya tidak habis-habisnya. Dari jalannya operasional saja Merpati sudah rugi besar.

Apalagi, kalau ditambah beban-beban utangnya. Tiap bulan pendapatannya hanya Rp133 miliar. Pengeluarannya Rp178 miliar. Pesawatnya tua-tua. Sekali dapat yang baru MA 60 pula.
Suasana kerja di Merpati pun sudah seperti perusahaan yang no hope! Maka, jelaslah bahwa persoalan Merpati tidak bisa diselesaikan dengan cara biasa.

Restrukturisasi perusahaan dengan cara modern sudah dicoba sejak dua tahun lalu. Belum ada hasilnya “bahkan tanda-tandanya sekali pun. Upaya restrukturisasi ini telah menghabiskan energi luar biasa. Lebih-lebih menghabiskan waktu dan kesempatan.

Panjangnya proses pengadaan pesawat Tiongkok MA 60 membuat peluang lama hilang begitu saja. Rute-rute kosong yang semula akan diisi MA 60 telanjur dimasuki Wing dan Susi Air yang lebih kompetitif. MA 60 yang menurut para pilot merupakan pesawat yang bagus, lebih berat lagi bebannya setelah teerjadi kecelakaan di Kaimana.

Peristiwa yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan kualitas pesawat itu ikut membuat Merpati ibarat petinju yang sudah sempoyongan tiba-tiba terkena pukulan berat.
Merpati memang sering kehilangan momentum. Bahkan, seperti sudah kehilangan momentum sejak dari lahirnya. Ketika kali pertama dipisahkan dari Garuda, pesawat-pesawatnya diambil, tapi utangnya ditinggalkan. Beban-beban lain juga menumpuk.

Semua itu enak sekali dijadikan kambing hitam oleh manajemen. Setiap manajemen yang gagal punya alasan pembenarannya. Kadang manajemen lebih sibuk mengumpulkan kambing hitam daripada bekerja keras dan melakukan efisiensi.
Benarkah tidak ada hope lagi di Merpati?

Itulah yang melalui forum pada hari libur Sabtu lalu ingin saya ketahui. Terutama sebelum saya membuat keputusan yang tragis: ditutup! Segala macam usaha sudah dilakukan.
Dua bulan lalu sebenarnya saya sudah menyederhanakan manajemen Merpati. Jabatan wakil Dirut saya hapus. Jumlah direktur saya kurangi. Ini agar manajemen lebih lincah. Juga terbebas dari beban psikologis karena wakil Dirutnya lebih senior dari sang Dirut.

Rupanya itu belum cukup. Saya harus masuk lebih ke dalam. Tiba-tiba saya ingin berdialog langsung. Dialog yang intensif dan tanpa batas dengan jajaran yang lebih bawah.  Di masa lalu saya sering mendapat pengalaman ini: banyak ide bagus justru datang dari orang bawah yang langsung bekerja di lapangan. Bukan dari konseptor yang bekerja di belakang meja.

Memang ada rencana pemerintah dan DPR untuk membantu keuangan Merpati Rp561 miliar. Tapi, akankah uang itu bermanfaat? Atau hanya akan terbang terhambur begitu saja ke udara? Seperti ratusan miliar uang-uang negara sebelumnya?
Tentu saya tidak ingin seperti itu. Harus ada jaminan ini: dengan suntikan tersebut Merpati bisa hidup dan berkembang. Tidak seperti suntikan-suntikan uang ratusan miliar rupiah di masa lalu. Ini juga harus menjadi uang terakhir dari negara untuk Merpati. Sudah terlalu besar negara terus menyuntik Merpati, dengan hasil yang masih begitu-begitu saja.

Karena itu, saya kemukakan terus terang di forum: daripada uang Rp561 miliar tersebut terhambur ke udara begitu saja dan karyawan pada akhirnya kehilangan pekerjaan juga, lebih baik Merpati ditutup sekarang juga. Uang itu bisa dibelikan kebun kelapa sawit. Tiap karyawan mendapat pesangon 2 ha kebun sawit.

Orang Riau punya dalil: satu keluarga yang punya 2 ha kebun sawit, sudah bisa hidup sampai menyekolahkan anak ke ITB! Memiliki 2 ha kebun sawit lebih memberikan masa depan daripada terus menjadi karyawan Merpati.
Tentu ide ini membuat pertemuan heboh. Sekaligus peserta pertemuan tertantang untuk menolaknya. Mereka tidak rela kalau Merpati harus mati. Kebun sawit bukan bandingan untuk masa depan. Oke. Saya setuju. So what? Kalau dari operasionalnya saja sudah rugi, masih adakah alasan untuk mempertahankannya?

Maka, saya ajukan ide untuk melakukan pembahasan topik per topik. Ini untuk mengecek apakah benar masih ada harapan?

Topik pertama: bagaimana membuat pendapatan Merpati lebih besar dari pengeluarannya. Kalau tidak ada jalan yang konkret di topik ini, putusannya jelas: Merpati harus ditutup.
Asumsinya: bagaimana bisa memikul beban lain kalau dari operasionalnya sudah rugi besar. Berapa pun modal digerojokkan tidak akan ada artinya. Lebih baik untuk beli kebun sawit!
Meski logika sawit begitu jelas dan rasional, rupanya masih banyak yang takut mengubah jalan hidup. Ketika hal itu saya kemukakan, seseorang nyeletuk dari arah belakang. “Salah Pak Dahlan! Bukan kami takut menjadi petani sawit, tapi Merpati ini masih punya peluang besar,” katanya. “Asal semua orang di Merpati punya etos kerja yang hebat,” tambahnya.

Etos kerja ini begitu sering dia sebut sebagai penyebab utama kesulitan Merpati sekarang ini. Dia sangat percaya etos itulah kuncinya, sehingga sepanjang enam jam rapat itu dia selalu dipanggil dengan nama Pak Etos.
Pak Etos mungkin benar. Tapi, itu masih kurang konkret. Yang diperlukan adalah usul konkret dan realistis. Yang bisa membuat pendapatan lebih besar daripada pengeluaran. Yang bisa dilaksanakan dalam keadaan Merpati as is.
Pagi itu begitu sulit mencari ide yang membumi. Saya pun lantas teringat pada gurauan pedagang-pedagang sukses seperti ini: “Tuhan itu baik. Tapi, uanglah yang bisa membuat orang mengatakan Tuhan itu baik”.

Rupanya perlu rangsangan material untuk melahirkan ide-ide kreatif. Rupanya perlu dana untuk mendatangkan Tuhan. Maka, saya tawarkan di forum itu: peserta rapat yang mengusulkan ide terbaik akan saya beri hadiah satu mobil baru, Avanza, dari kantong saya pribadi.

Rapat pun menjadi heboh. Gelak tawa memenuhi ruangan. Ide belum muncul, tapi warna mobil sudah harus dibicarakan. Setuju: warna krem! Neraka sawit ternyata tidak menarik. Surga Avanzalah yang menggiurkan. Pantaslah kalau Jakarta macet!

Tuhan rupanya benar-benar datang. Inspirasi bermunculan. Hampir semua peserta rapat mengangkat tangan. Mereka berebut mendaftarkan ide. Angkat tangan lagi untuk ide kedua. Ide ketiga. Bahkan, ada yang sampai mendaftarkan lima ide.
Setelah terkumpul 53 ide, barulah diperdebatkan. Mana yang konkret dan mana yang terlalu umum. Mana yang menghasilkan rupiah, mana yang menghasilkan semangat. Mana yang membuat pendapatan lebih besar, mana yang membuat pengeluaran lebih kecil.

Ide-ide itu kemudian di-ranking. Dari yang terbaik sampai yang terkurang. Dari yang terbanyak menghasilkan rupiah sampai yang menghasilkan etos. Perdebatan amat seru karena masing-masing mempertahankan idenya. Terjadi diskusi yang luar biasa intensif, mengalahkan rapat kerja bagian pemasaran.

Dari ranking yang dibuat, memang sudah bisa diketahui siapa yang bakal dapat mobil. Tapi, ada yang protes. “Sebaiknya hadiah baru diberikan setelah ide itu jadi kenyataan,” teriaknya.

Rupanya, dia ingin membuktikan, meski idenya kalah ranking, dalam pelaksanaannya kelak akan mengalahkan juara ranking itu. Setuju. Kita lihat dulu kenyataan di lapangan. Peluang bagi ide yang ranking-nya di bawah pun masih terbuka.
Tentu ide-ide itu masih dirahasiakan. Ini terutama karena masih akan dirumuskan dalam bentuk program kerja nyata di lapangan. Tapi, semua ide memang sangat menarik. Dari sinilah bisa diketahui bahwa Merpati seharusnya tidak akan rugi secara operasional. Kalau ini terlaksana, pemilik dana tidak akan ragu membantu. Alhamdulillah. Tuhan memberkati.

Topik berikutnya adalah MA 60. Bagaimana kinerjanya selama ini? Apakah bisa menghasilkan uang dan terutama bagaimana mengembalikan citra yang rusak akibat kecelakaan Kaimana?
Banyak juga ide gila yang muncul. Termasuk ide bahwa khusus untuk MA 60 sebaiknya dicarikan pilot bule. Seperti pesawatnya Susi Air. Orang kita lebih percaya kepada bule daripada bangsa sendiri. Ketidakpercayaan orang terhadap MA 60 bisa ditutup dengan pilot orang bule. Huh!

Saya benci dengan ide ini. Tapi, demi Merpati saya menerimanya! Maka, setelah enam jam berdebat, tepat pukul 16.00, rapat pun diakhiri dengan lega. Saya bisa segera pulang untuk mandi pagi! (*)

Penulis adalah Menteri BUMN

Buntut Tapal Batas Sumut-Riau Berdarah, Mendagri Panggil Kedua Gubernur

PEKANBARU- Untuk menyelesaikan masalah tapal batas antara Provinsi Riau dengan Provinsi Sumatera Utara, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Gamawan Fauzi memnggil kedua gubernur untuk melakukan pembahasan di Jakarta. Menurut Mendagri, masalah tapal batas tersebut harus secepatnya diselesaikan.

Saat ini, masalah tapal batas bagi Riau yang belum selesai memang hanya dengan Sumatera Utara. Demikian pernyataan tersebut diungkapkannya kepada wartawan di Hotel Pangeran Pekanbaru, Sabtu (4/11). “Iya, saya akan undang kedua Kepala Daerah ke Jakarta secepatnya, pekan depan sudah harus direalisasikan. Tugas saya adalah memastikan tapal batas ini agar tidak lagi menjadi sumber konflik antara kedua belah pihak. Saat ini ada 800 segmen batas wilayah yang harus diselesaikan oleh kementerian dalam negeri. Ini sangat prioritas, Gubernur sudah beberapa kali menyampaikan pada kami,’ kata Mendagri.

Dijelaskan juga oleh Mendagri bahwa tapal batas Riau dengan Jambi, Sumatera Barat dan Kepri sudah selesai, tinggal dengan Sumatera saja. Sementara, saat ini masalah keamanan dan penyelesaian masalah hukum pasca konflik yang terjadi di Batang Kumu, Kabupaten Rohul adalah wewenang kepolisian. “Penyelesaian hukumnya menjadi wewenang polisi dan silahkan secepatnya diselesaikan,’ kata Mendagri.

Sementara itu,  pihak Polda Sumut hingga kini terus menyelidiki aktor intelektual atas kerusuhan. Selain itu, personel Brimob yang berada di lokasi pun terus diperiksa Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Tapsel. “Apakah ada aktor intelektual ataupun provokator dibalik kerusuhan itu, kini masih kita selidiki. Begitu juga anggota Brimob yang di lokasi sedang diperiksa Propam,” ujar Kabid Humas Poldasu Kombes Pol Raden Heru Prakso.
Sementara itu, saat disinggung tentang nasib dua warga Desa Batang Kumu, Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu Riau, yakni Amunur Sitorus (48) dan Sukardi (57) yang sempat diamankan petugas Polres Tapsel saat terjadi aksi bentrok, Heru mengaku  belum mengetahui. “Saya belum ada monitor apakah mereka ditahan atau tidak,  yang jelas keduanya diamankan untuk dimintai keterangan terkait bentrok itu,” kata Heru. (rul/epp/jpnn/mag-5)