25 C
Medan
Saturday, December 27, 2025
Home Blog Page 13992

Berawal dari Diserang Polio hingga Putus Sekolah

Juwito, Atlet Cacat Berprestasi

Memiliki keterbatasan anggota tubuh tak lantas membuat Juwito harus minder dan mengurung diri. Justru dengan kekurangan yang dimilikinya, menjadi sebuah berkah untuk terus berkarya demi mengharumkan nama bangsa, negara, provinsi serta tanah kelahirannnya.

Kesuma Ramadan, Medan

Sekilas melihat pria kelahiran Binjai 1971 silam, yang tengah duduk di atas kursi roda, tak pernah terbayangkan semangat hidup yang telah dilaluinya. Dengan keterbatasan pada anggota tubuhnya yakni pada bagian kaki kanannya yang tidak berfungsi akibat polio sejak usianya memasuki satu tahun, namun Juwito tetap mampu berkarya dan berprestasi.

Selain menjadi atlet yang cukup potensial menambah pundi-pundi medali khususnya angkat besi 100 kg, anak ketiga dari tujuh bersaudara ini juga mampu menjalin sebuah bahtera rumah tangga dan berusaha menjadi ayah yang bertanggung jawab di tengah keluarganya.

Saat disambangi di National Paralympic Comitee Indonesia (NPC) yang sebelumnya bernama Badan Pembinaan Olahraga Cacat di Jalan Stadion Teladan Medan, Juwito mencoba mengisahkan kembali awal dirinya menapaki hidup hingga menjadi atlet dan membangun sebuah rumah tangga yang bahagia.
Sebelumnya, menurut pengakuan Juwito, dirinya terlahir dengan kondisi normal dan sehat tanpa kekurangan apapun.

Saat memasuki usia satu tahun, awal cobaan didapat Juwito, saat itu dirinya mengalami penyakit polio yang menyebabkan kaki kanannya tak bisa digerakkan atau lumpuh.

Dengan kondisinya seperti itu, sejak kecil Juwito mengaku sering mendapatkan hinaan dan ejekan dari teman seuisanya. Tak jarang hinaan yang didapatnya  membuatnya minder dan tidak percaya diri untuk bermain dengan teman seusianya.

Melihat kondisi miris itu tak jarang Juwito menangis dan menyesali keadaan tubuhnya. Akan tetapi berkat dukungan moril keluarga dan kedua orangtuanya, Juwito berusaha bertahan dan mencoba bangkit dari keterpurukan.

“Kalau dulu, asal main sama kawan, sering  diejekin dan dilecehin awalnya memang sering sedih, tapi lama kelamaan sudah biasa dan gak masalah lagi kok,”ungkapnya.

Dengan keterbatasan ekonomi keluarganya, Juwito meyadari dan memutuskan untuk mengakhiri pendidikannya hanya sampai bangku Sekolah Dasar saja.

Hal itu dilakukannnya demi meringankan beban kedua orangtuanya yang harus  menanggung biaya penidikan keenam saudaranya yang lain.
Setelah memutuskan untuk berhenti sekolah, Juwito mencoba mandiri dengan berjualan kedai kelontong di depan tempat tinggalnya .

“Sejak kecil akau udah mandiri dengan berjualan kedai di depan rumah. Bahkan penghasilanku kusisihkan buat orang tua, Alhamdulillah meskipun tak banyak namun bisa membantu keluarga, dan syukurnya seluruh saudara kandungku bisa tamat SMA,”ucapnya.

Memasuki usia 31 tahun dengan badan yang cukup atletis, Juwito ditawarkan temannnya untuk mengikuti pelatihan angkat besi di Body Master yang berlokasi tak jauh dari tempat tinggalnya.

Meskipun Juwito harus beradaptasi dengan kekurangan tubuhnya, lambat laun dirinya dilirik Pengcab Binjai untuk mengikuti kejuaran angkat besi bagi penyandang cacat tingkat daerah pada pada 2008 lalu.

Tenyata dengan bakat yang dimilikinya, Juwito mampu meraih juara kedua dan mulai diperhitungkan di dunia angkat besi.
Bahkan dengan kemajauan tehnik dan kemampuannya Juwito kembali dipercaya mewakili Sumut untuk mengikuti Pekan Olahraga Cacat Nasional di Kalimantan pada 2008, dan mampu membawa pulang medali perak.

Tidak sampai disitu saja, bahkan dalam ASEAN Paragames di Solo yang diikuti tiga negara yakni Malaysia, Thailand dan Indonesia, Juwito kembali membuktikan prestasinya dengan mampu meraih perunggu.

Bahkan untuk prestasi terbaik yang mampu diraihnya yakni ketika mampu membawa medali emas dalam Kejurnas Angkat Besi yang berlangsung di Solo pada 2011 kemarin.
Setidaknya dengan sejumlah prestasi membanggakan yang telah diraihnya, Juwito setidaknya mampu meraih pendapatan hingga 100 juta sebagai juara dan tali asih yang diberikan pemerintah provinsi sebagai bentuk perhatian dan kepedulian terhadap atletnya terutama bagi penyandang cacat seperti dirinya.
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bagi Juwito jika dirinya bisa mencapai semua hal, bahkan yang tak pernah ada dalam mimpinya sekalipun.
“Aku juga nggak pernah bermimpi atau membayangkan akan menjadi seorang atlit angkat besi. Mungkin ini sebuah takdir dan hikmah dari kekurangan yang kumiliki,”ujarnya merendah.
Memasuki usia ke 39 sekitar akhir tahun 2008, buah hati pasangan Kasun dan Langka ini, akhirnya dipertemukan dengan seorang gadis bernama Eli Kurniati yang juga memiliki kekurangan yang sama seperti dirinya.

Dari pengakauan Juwito, pertemuan terjadi ketika dirinya tengah mengikuti seleksi Kejurda di Medan. Berawal dari sebuah perkenalan hingga berkomitmen menjalin sebuah hubungan yang serius, akhirnya Juwito memutuskan mengakhiri masa lajangnya di usianya yang ke 39.

Meskipun dengan penghasilan Rp1 juta sebulan dari biaya pembinaan yang diberikan  pemerintah provinsi, namun Juwito mengaku sudah cukup senang dengan kehadiran putrinya Dinda Syafitri yang saat ini telah berusia 2 tahun.

Kini hidup Juwito seakan lengkap dengan semua yang telah dimilikinya, hanya saja untuk bertemu dengan sang isteri dan anak tercinta, Juwito mengaku harus menyisakan waktu libur latihannnya selama dua hari dalam seminggu untuk menemui isteri dan anak tercinta.

“Saya latihan Senin sampai Jumat di Medan, sedangkan isteri dan anak tinggal di Binjai, untuk jumpai mereka saya bisanya pulang ke Binjai setiap Sabtu dan balik lagi ke Medan Senin pagi,”ucapnya.

Untuk mencapai kota Binjai saja, atlit sekelas Juwito masih tetap harus menempuhnya dengan angkutan umum, yang masih dibantu tongkat penyeimbang di kedua tangannya.

Sesampainya di Tugu Binjai, Juwito mengaku dijemput keponakannnya dengan sepedamotor yang baru saja dibelinya dari hasil juara yang ditorehkannnya.

Kini Juwito yang memasuki usia akhir karir yakni 41 tahun, hanya ingin tetap konsentrasi menghadapi Porcanas yang akan berlangsung di Pekan Baru pada bulan Oktober 2012 mendatang.

“Setelah nantinya saya tidak aktif lagi di angkat besi, mungkin saya akan fokus untuk membuka usaha kecil-kecilan dari hasil yang telah saya dapat,”ucapnya diakhir pertemuan dengan wartawan koran ini. (*)

Dirut Pirngadi Membantah Jamkesmas tak Jelas

Direktur RSU Pirngadi Medan Dr Dewi Fauziah Syahnan, Sp THT melayangkan surat bantahan berita ke redaksi Sumut Pos bernomor 463/910/I/2012 tanggal 21 Januari 2012.

Dalam surat bantahannya menerangkan kalau pemberitaan tanggal 8 Januari 2012 berjudul ‘Rp600 Juta Jasa Medis Jamkesmas tak Jelas’ bahwa, dana Jamkesmas bulan November 2011 baru selesai diverifikasi Tim Verifikator Independen pada 12 Januari 2012. Lalu, dana Jamkesmas bulan Desember belum selesai diverifikasi Tim Verifikator Independen. (*)

Pecatur SEA Games XXVI Berlaga di Medan

Pecatur peraih medali pada SEA Games XXVI 2011 akan meramaikan turnamen catur terbuka Waspada Cup yang dilaksanakan 28 Februari hingga 3 Maret 2012 di Gedung PWI Sumut Parada Harahap Medan. Even ini nantinya mempertandingkan tiga katagori yakni, kelompok senior putra, kelompok senior putri dan junior putra-putri serta wartawan.

Sekum Percasi Sumut Perry Iskandar didampingi Ketua Panitia Sonny Firdaus SH, Rabu (1/2) menyampaikan hal itu kepada wartawan saat meninjau lokasi pertandingan di Gedung PWI Sumut Parada Harahap.

Disebutkan Waspada Cup tahun 2012 merupakan ajang yang positif.

Sebab selain menjaring atlet-atlet berbakat, juga akan diikuti para atlet SEA Games lalu yang siap berlaga di PON XVIII Riau September mendatang.
“Lima atau sepuluh daerah akan turun di event ini, sehingga persaingan akan berjalan lebih ketat, karena seluruh pecatur terbaik akan turun. Untuk itulah, kita berupaya semaksimal mungkin menyiapkan atlet-atlet terbaik kita seperti Hamdani Rudin yang berhasil memperoleh medali perak pada SEA Games XXVI siap menghempang Riau yang pada dua kegiatan berhasil membawa pulang Piala Waspada,” kata Perry.

Menurutnya, direnovasinya sebagian gedung tidak lain, karena dalam acara itu nanti akan disaksikan langsung oleh Ketua PB Percasi Pusat Hasyim Joyo Hadi Kusumo serta para pecatur terbaik yang ada di Pulau Sumatera.

Ketika disinggung mengenai persiapan, Perry mengatakan, sudah tidak ada masalah. Sebab panitia jauh-jauh hari telah menyiapkan segala kebutuhan dalam menyemarakkan event ini.

Sementara Ketua PWI Cabang Sumut Drs Muhammad Syahrir menyambut positif turnamen catur Waspada Cup. Menurut Syahrir, turnamen ini cukup bergengsi dan menjadi tolak ukur prestasi pecatur nasional. Selain untuk mengasah prestasi diharapkan dapat memunculkan pecatur-pecatur baru yang berbakat. Karena itu, PWI Sumut akan turut mendukung dan menyukseskan turnamen ini.

Pada kesempatan tersebut, Ketua PWI Sumut sekaligus berharap agar Percasi Sumut dapat menggandeng Waspada Cup menjadi ajang uji kemampuan pecatur wartawan anggota PWI untuk menghadapi Pekan Olahraga Wartawan Nasional (Porwanas) 2013 yang akan digelar di Surabaya.
Atas sambutan Ketua PWI Sumut, Sonny Firdaus maupun Perry Iskandar mengucapkan terima kasih atas dukungan yang diberikan.

Pihaknya selanjutnya akan melakukan penataan terhadap Hall Gedung PWI Sumut serta beberapa bagian fasilitas lainnya untuk menambah semarak turnamencatur yang akan digelar.

“Kita akan menambah kipas angin dan lampu di ruang pertandingan. Selain itu kita juga akan merenovasi kamar mandi serta mencat pagar dan tembok di luar kantor ini. Hal ini dilakukan karena, kita ingin pelaksanaan event catur nanti berjalan dengan baik,” katanya.

Ketua Siwo PWI Sumut, Sahat Rahmad Hamonangan Panggabean SSOs mengatakan, ikutnya para wartawan dalam menyemarakkan event catur Waspada Cup tahun 2012 kali ini, merupakan suatu kebanggan yang luar biasa. Sebab, selain memeriahkan kegiatan event, juga sebagai ajang seleksi menghadapi Porwanas 2013 di Surabaya Jatim.

“Terus terang saya selaku ketua Siwo yang mendapat tugas dari Ketua PWI Sumut dalam menyukseskan acara ini, akan saya jaga dengan baik.
Dan bagi wartawan yang ingin ikut serta, maka para peserta yang ingin ikut harus memiliki kartu sebagai tanda anggota PWI Sumut mengingat ajang ini sebagai ajang persiapan menghadapi Porwanas nanti,” pungkasnya.

Pendaftaran peserta di Sekretariat Pengprov Percasi Sumut Jalan Prof HM yamin SH Medan No.23-I telp (061) 4566-136,  atau menghubungi Setia Budi Siregar ke nomor head phone (HP)  08163117178. (jun)

Pengembangan Penelitian

Banyak perguruan tinggi belum penuhi standar mutu pendidikan. Alhasil, penyumbang tingginya jumlah pengangguran di Indonesia tak terlepas dari peran perguruan tinggi itu sendiri. Lantas, apa kiat yang harus dilakukan dalam memenuhi standar mutu pendidikan tersebut?n Berikut wawancara Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD Prof Nawawiy Loebis dengan wartawan Koran ini Rahmat Sazaly Munthe.

Apa tanggapan Anda mengenai standar mutu pendidikan di perguruan tinggi, perguruan tinggi swasta (PTS) khususnya?

Saya sangat prihatin. Kondisi PTS di Sumut masih belum sejalan dengan program pemerintah mengentaskan pengangguran. Karena masih banyak yang belum memenuhi standar mutu pendidikan sesuai dengan tata pelaksanaan proses belajar mengajar.

Dan itu dibuktikan dengan masih banyaknya PTS yang menghasilkan lulusan tak berkualitas. Berdasarkan data yang diperoleh pada 2011 lalu, ada sekitar 600-an ribu jumlah penggangguran di Indonesia. Dan 30 persen di antaranya berasal dari perguruan tinggi.

Apa yang menyebabkan belum terpenuhinya standar mutu pendidikan di PTS itu?

Banyak faktor, dan diantaranya karena kredibilitas PTS masih belum memuaskan stakeholders dan masyarakat. Karena itu kepada pengelola PTS hendaknya agar menerapkan sistem penjaminan mutu.

Pada dasarnya standar mutu itu tidak hanya ditentukan berdasarkan akreditasi badan akreditasi nasional perguruan tinggi (BAN-PT) saja. Tapi juga diakreditasi secara tidak formal oleh stakeholders dan masyarakat melalui pengakuan terhadap mutu lulusan yang dilahirkan PTS. Dan itu ditandai dengan penerimaan lapangan kerja maupun pengembangan diri kewirausahaannya.

Sikap apa yang harus dibenahi PTS untuk mencapai terpenuhinya standar mutu pendidikan tersebut?

PTS harus memiliki paradigma yang mampu mengedepankan daya saing bangsa, otonomi PTS, serta organisasi PTS yang sehat.
Untuk mencapai semua ini, maka diperlukan kegiatan yang terprogram, berkesinambungan, sinergis dan terintegrasi. Untuk itu juga dipelukan kejasama dengan beberapa instansi pemerintah, swasta dan perguruan tinggi baik dalam negeri maupun luar negeri.

Apa bentuk rilnya, yang harus diimplementasikan dalam kegiatan di PTS?

Dengan melakukan pengembangan dan penelitian terhadap kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Berupaya meningkatkan kajian terhadap kurikulum dan pengembangannya. Juga meningkatkan kemampuan wawasan para mahasiswa dengan menghadirkan para pembicara dari luar kampus. (*)

Curi Besi Demi Mengobati Anak

MEDAN-Alpen Afandi alias Apeng (30), warga Jalan Belat, Medan Tembung terpaksa mendekam di sel Mapolsekta Percut Seituan. Pasalnya, Alpen Afandi ditangkap polisi, karena mencuri besi milik M Nasir (40), warga Jalan Durung, Medan Tembung.

Dalam laporannya di Mapolsekta Percut Seituan, pegawai Telkom ini mengaku pagar besi yang ada di depan rumahnya hilang. Dari laporan itu polisi melakukan penyelidikan dan mencurigai Alpen.

Saat dilakukan penggerebekan di kediaman Alpen, polisi menemukan pagar besi milik korban. Polisi langsung memboyong Alpen.
Alpen mengaku nekat mencuri karena terbelit uang untuk biaya berobat anaknya yang sedang sakit. Pasalnya, dagangan tahunya tak laku, sedangkan ia harus mencari biaya berobat untuk anaknya yang sedang sakit.

“Aku bingung. Anak ku sakit. Sementara aku nggak punya uang lantaran dagangan ku tak laku-laku,” ujar Afandi saat ditanyai polisi.
Kapolsekta Percut Seituan, Kompol Maringan Simanjuntak saat dikonfirmasi mengaku tersangka masih dalam pemeriksaan. (gus)

Kadis Perkim Mendadak Mundur

Langsung Dapat Jabatan Jadi Kadis PU Binjai

MEDAN-Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perkim) Kota Medan, Iriady Irawadi mendadak mengundurkan diri sebagai pejabat eselon II di Pemko Medan. Sebagai pelaksana tugas sementara (Plt), Wali Kota Medan Rahudman Harahap menunjuk Kabid Perencanaan Dinas Perkim Medan Rizal Siregar sebagai Plt Kadis Perkim Kota Medan.

Informasi yang diperoleh Sumut Pos di Pemko Medan, Rabu (1/2), Iriady Irawadi  mengajukan surat pengunduran dirinya sebagai pejabat eselon II di Pemko Medan, Selasa (31/1) lalu. Iriady juga dikabarkan mengundurkan diri karena mendapat posisi eselon II di Pemko Binjai sebagai Kadis Pekerjaan Umum (PU) Kota Binjai.

Sekda Kota Medan Syaiful Bahri Lubis yang dikonfirmasi menilai pengunduran diri Iriadi dari pejabat eselon II di Pemko Medan karena bersangkutan telah berusia 58 tahun.

“Beliau pindah karena ingin mendapatkan masa kerjanya lagi yang masih bisa diusahakan sampai 60 tahun. Bersangkutan ingin bertugas ke Binjai, karena batas karir pensiun eselon II di sana 60 tahun. Kalau di Pemko Medan, sesuai aturan batas karir pensiunnya sampai 56 tahun,” ujar Syaiful.
Dikatakan Syaiful, tidak ada permasalahan apapun dalam pengunduran diri Iriady dan merupakan hal yang biasa. Iriady saat ini sudah berusia 58 tahun, dan sudah memperpanjang masa karir eselon II di Pemko Medan satu kali.

“Dia sudah diperpanjang masa tugasnya di Pemko Medan satu kali saat itu usianya 56 tahun. Saat ini sudah 58 tahun, dan ini lah batas waktunya pensiun.
Jadi, sebelum bulan April nanti masa pensiunnya berakhir. Bersangkutan mengajukan diri pindah tugas ke daerah lain. Tidak ada masalah apapun, ini hal yang biasa dan wajar dalam jenjang karir eselon II,” ujarnya.

Dijelaskannya, pengunduran diri Iriady sudah diajukan dan sedang dalam proses. “Tidak ada masalah, semuanya sedang diproses. Karena proses suratnya kan butuh waktu. Yang pasti saat ini semuanya sedang diproses,” jelasnya.
Iriady Irawadi yang dikonfirmasi juga membenarkan dirinya mengundurkan diri. Namun, Iriadi meminta agar masalah perpindahan ini tidak dikembangkan.”Tidak perlu dikembangkan untuk terlalu berlebihan,” tegasnya singkat.(adl)

Polisi dan Polwan Tertangkap Selingkuh

Sakit Kali Hatiku, Seperti Mau Pecah Kepalaku…

MEDAN- Rabu (1/2) siang, di kantin Mapolsekta Medan Kota, kasus perselingkuhan oknum polisi dan polwan menjadi bahan pembicaraan beberapa polisi teman-teman dinas Brigadir Ali.

Dari pembicaraan itu teman-temannya menyalahkan Brigadir Dewi. Para polisi tersebut merasa tidak menyangka karena Brigadir Ali orangnya lurus dan tidak suka dengan hal-hal yang bisa merusak hubungan rumah tangga, seperti minum-minuman keras dan masuk ke tempat hiburan malam.

“Suaminya (Brigadir Ali) orangnya baik rajin salat. Tega  juga istrinya menghianatinya. Di rumah pula itu macam nggak ada aja tempat lain. Payah nyari laki-laki seperti dia,” kata rekan Ali.

Brigadir Ali yang dihubungi Sumut Pos mengaku tidak menyangka perbuatan istrinya tersebut. Dia mengaku tidak tahu apa salah dan dosanya sehingga istrinya tega berbuat begitu.

“Aku tidak tahu lagi. Sakit kali hati ku. Seperti mau pecah kepalaku,” ujar Ali.

Sementara itu, Bripka Cokro yang dihajar massa masih menjalani perawatan di RS Permata Bunda di Jalan SM Raja. Saat ditemui, polisi yang dirawat di Ruang Delima 301 lantai III itu enggan bicara.  “Keluar, tak ada yang perlu ditanyai,” kata Bripka Cokro ditemani teman wanitanya.

Seperti diketahui dua oknum Satuan Sabhara Polresta Medan Bripka Cokro Pranolo Sitorus dan Briptu Dewi Sartika ditangkap basah selingkuh di rumah kontrakan Dewi, di Jalan Medan Area Selatan, Rabu (1/2) dini hari.

Keduanya digerebek oleh suami Dewi, Brigadir Ali yang juga anggota Polsekta Medan Kota dibantu oleh warga sekitar. Brigadir Ali sudah lama mendapatkan informasi dari warga kalau oknum polisi masuk di rumahnya saat dirinya tidak ada di rumah.

Setelah diintai, Brigadir Ali bersama rekan satu piketnya di Polsekta Medan Kota langsung menggerebek rumah tersebut. Setelah beberapa menit menggedor pintu, namun tidak dibuka, Ali dibantu oleh warga terpaksa mencongkel pintu dengan menggunakan linggis. (jon/gus/mag-5)

Kursi Feodal Bertabur Puntung Rokok

Manufacturing Hope 4

Oleh: Dahlan Iskan

GAJI dan fasilitas sudah tidak kalah. Kemampuan orang-orang BUMN juga sudah sama dengan swasta. Memang iklim yang memengaruhinya masih berbeda, namun plus-minusnya juga seimbang. Apakah yang masih jauh berbeda? Tidak meragukan lagi, kulturlah yang masih jauh berbeda. Di BUMN pembentukan kultur korporasi yang sehat masih sering terganggu.

Terutama oleh kultur saling incar jabatan dengan cara yang curang: menggunakan backing. Baik backing dari dalam, maupun dari luar. Backing dari dalam biasanya komisaris atau pejabat tinggi Kementerian BUMN. Tidak jarang juga ada yang menunggangi serikat pekerja. Sedangkan, backing dari luar biasanya pejabat tinggi kementerian lain, politisi, tokoh nasional, termasuk di dalamnya tokoh agama.

Saya masih harus belajar banyak memahami kultur yang sedang berkembang di semua BUMN. Itulah sebabnya sampai saat ini, saya masih terus-menerus mendatangi unit usaha dan berkeliling ke kantor-kantor BUMN. Saya berusaha tidak memanggil direksi BUMN ke kementerian, melainkan sayalah yang mendatangi mereka.

Sudah lebih 100 BUMN dan unit usahanya yang saya datangi. Saya benar-benar ingin belajar memahami kultur manajemen yang berkembang di masing-masing BUMN. Saya juga ingin menyelami keinginan, harapan dan mimpi para pengelola BUMN kita. Saya ingin me-manufacturing hope.

Dengan melihat langsung kantor mereka, ruang direksi mereka, ruang-ruang rapat mereka, dan raut wajah-wajah karyawan mereka, saya mencoba menerka kultur apa yang sedang berkembang di BUMN yang saya kunjungi itu. Karena itu, kalau saya terbang dengan Citilink atau naik KRL dan kereta ekonomi, itu sama sekali bukan untuk sok sederhana, melainkan bagian dari keinginan saya untuk menyelami kultur yang lagi berkembang di semua unit usaha.

Kunjungan-kunjungan itu tidak pernah saya beritahukan sebelumnya. Itu sama sekali bukan dimaksudkan untuk sidak (inspeksi mendadak), melainkan untuk bisa melihat kultur asli yang berkembang di sebuah BUMN. Apalagi saya termasuk orang yang kurang percaya dengan efektivitas sidak.
Karena itu, kadang saya bisa bertemu direksinya, kadang juga tidak. Itu tidak masalah. Toh, kalau tujuannya hanya ingin bertemu direksinya, saya bisa panggil saja mereka ke kementerian. Yang ingin saya lihat adalah kultur yang berkembang di kantor-kantor itu. Kultur manajemennya.

Dari tampilan ruang kerja dan ruang-ruang rapat di BUMN itu, saya sudah bisa menarik kesimpulan sementara: BUMN kita masih belum satu kultur. Kulturnya masih aneka ria. Masing-masing BUMN berkembang dengan kulturnya sendiri-sendiri. Jelekkah itu? Atau justru baikkah itu? Saya akan merenungkannya: perlukah ada satu saja corporate culture BUMN? Ataukah dibiarkan seperti apa adanya? Atau, perlukah justru ada kultur baru sama sekali?

Presiden SBY benar. Ada beberapa kantor mereka yang sangat mewah. Beberapa ruang direksi BUMN “beberapa saja” sangat-sangat mewahnya. Tapi, banyak juga kemewahan itu yang sebenarnya peninggalan direksi sebelumnya.

Salahkah ruang direksi BUMN yang mewah? Belum tentu. Kalau kemewahan itu menghasilkan kinerja dan pelayanan kepada publik yang luar biasa hebatnya, orang masih bisa memaklumi. Tentu saja kemewahaan itu tetap salah: kurang peka terhadap perasaan publik yang secara tidak langsung adalah pemilik perusahaan BUMN.

Kemewahan itu juga tidak berbahaya kalau saja tidak sampai membuat direksinya terbuai: keasyikan di kantor, merusak sikap kejiwaannya dan lupa melihat bentuk pelayanan yang harus diberikan. Namun, sungguh sulit dipahami manakala kemewahan itu menenggelamkan direksinya ke keasyikan surgawi yang lantas melupakan kinerja pelayanannya.

Di samping soal kemewahan itu, saya juga masih melihat satu-dua BUMN yang dari penampilan ruang-ruang kerja dan ruang-ruang rapatnya masih bernada feodal. Misalnya, ada ruang rapat yang kursi pimpinan rapatnya berbeda dengan kursi-kursi lainnya. Kursi pimpinan rapat itu lebih besar, lebih empuk, dan sandarannya lebih tinggi.

Ruang rapat seperti ini, untuk sebuah perusahaan, sangat tidak tepat. Sangat tidak korporasi. Masih mencerminkan kultur feodalisme. Saya tidak mempersoalkan kalau yang seperti itu terjadi di instansi-instansi pemerintah. Namun, saya akan mempersoalkannya karena BUMN adalah korporasi.
Harus disadari bahwa korporasi sangat berbeda dengan instansi. Kultur menjadi korporasi inilah yang masih harus terus dikembangkan di BUMN. Saya akan cerewet dan terus mempersoalkan hal-hal seperti itu meski barangkali akan ada yang mengkritik “menteri kok mengurusi hal-hal sepele”.

Saya tidak peduli. Toh, saya sudah menyatakan secara terbuka bahwa saya tidak akan terlalu memfungsikan diri sebagai menteri, melainkan sebagai chairman/CEO Kementerian BUMN .

Efektif tidaknya sebuah rapat sama sekali tidak ditentukan oleh bentuk kursi pimpinan rapatnya. Rapat korporasi bisa disebut produktif manakala banyak ide lahir di situ, banyak pemecahan persoalan ditemukan di situ, dan banyak langkah baru diputuskan di situ. Saya tidak yakin ruang rapat yang feodalistik bisa mewujudkan semua itu.

Saya paham: kursi pimpinan yang berbeda mungkin dimaksudkan agar pimpinan bisa terlihat lebih berwibawa. Padahal, kewibawaan tidak memiliki hubungan dengan bentuk kursi. Susunan kursi ruang rapat seperti itu justru mencerminkan bentuk awal sebuah terorisme. Terorisme ruang rapat.
Ide-ide, jalan-jalan keluar, keterbukaan, dan transformasi kultur korporasi tidak akan lahir dari suasana rapat yang terteror. “Terorisme ruang rapat” hanya akan melahirkan turunannya: ketakutan, kebekuan, kelesuan, dan keapatisan. Bahkan, “terorisme ruang rapat” itu akan menular dan menyebar ke jenjang yang lebih bawah. Bisa-bisa seseorang yang jabatannya baru kepala cabang sudah berani minta agar kursi di ruang rapatnya dibedakan!

Tentu saya tidak akan mengeluarkan peraturan menteri mengenai susunan kursi ruang rapat. Biarlah masing-masing merenungkannya. Saat kunjungan pun, saat melihat ruang rapat seperti itu, saya tidak mengeluarkan komentar apa-apa. Juga tidak menampakkan ekspresi apa-apa. Saya memang kaget, tetapi di dalam hati.

Yang juga membuat saya kaget (di dalam hati) adalah ini: asbak. Ada asbak yang penuh puntung rokok di ruang direksi dan di ruang rapat. Ruang direksi yang begitu dingin oleh AC, yang begitu bagus dan enak, dipenuhi asap dan bau rokok.

Saya lirik agak lama asbak itu. Penuh dengan puntung. Menandakan betapa serunya perokok di situ. Saya masih bisa menahan ekspresi wajah kecewa atau marah. Saya ingin memahami dulu jalan pikiran apa yang kira-kira dianut oleh direksi seperti itu. Apakah dia merasa sebagai penguasa yang boleh melanggar peraturan? Apakah dia mengira anak buahnya tidak mengeluhkannya? Apakah dia mengira untuk hal-hal tertentu pimpinan tidak perlu memberi contoh?

Soal rokok ini pun, saya tidak akan mengaturnya. Sewaktu di PLN saya memang sangat keras melawan puntung rokok. Tetapi, di BUMN saya serahkan saja soal begini ke masing-masing korporasi. Hanya, harus fair. Kalau direksinya boleh merokok di ruang kerjanya, dia juga harus mengizinkan semua karyawannya merokok di ruang kerja mereka. Dia juga harus mengizinkan semua tamunya merokok di situ.

“Kursi feodal” dan “puntung rokok” itu terserah saja mau diapakan. Saya hanya khawatir jangan sampai “nila setitik merusak susu se-Malinda”. Bisa menimbulkan citra feodal BUMN secara keseluruhan. Padahal, itu hanya terjadi di satu-dua BUMN. Selebihnya sudah banyak yang sangat korporasi.(*)

*Penulis adalah Menteri BUMN

Kode Pos Diganti Juga?

06191204xxx

Baru-baru ini banyak papan nama jalan diganti dengan yang baru. Apakah kode posnya diganti juga ya? Medan Timur sebelumnya 20239 sekarang 20329 mana yang benar?

Kode Pos Tetap

Terima kasih atas pertanyaannya. Pergantian papan nama jalan merupakan salah satu program Pemko Medan untuk penataan Kota Medan. Namun pergantian itu hanya pada papan nama jalan, untuk kode pos tidak ada perubahan atau tetap.

Budi Heriono
Kabag Humas Pemko Medan

Biaya Melahirkan Gratis

085261616xxx

Yang terhormat Bapak Dinas Kesehatan mohon perhatian dan bantuannya Pak. Saya pernah baca di Sumut Pos katanya melahirkan bisa gratis bagaiman caranya? Karena saya warga miskin yang belum punya pekerjaan karena baru di PHK. Bravo SumutPos. Mohon perhatian dan bantuan Dinas Kesehatan. Saya pernah baca Sumut Pos, katanya biaya melahirkan bisa gratis, bagaiman caranya? Apakah bisa pakai Jamkesmas.

Lampirkan Keterangan Camat

Terima kasih pertanyaannya, kami sampaikan di Departemen Kesehatan ada program Jaminan Persalinan (Jampersal) di setiap rumah sakit pemerintah. Bagi warga yang hendak melahirkan cukup membuat laporan ke pemerintah kelurahan/desa dilanjutkan surat keterangan camat. Selanjutnya di bawa ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota nantinya akan di klaim ke Dinas Kesehatan Sumut.

dr Candra Syafei Sp OG
Kadis Kesehatan Sumut