27 C
Medan
Sunday, December 21, 2025
Home Blog Page 14060

Lurah Lempari Petugas Dinas TRTB

Cuma Diberi Surat Peringatan

MEDAN-Camat Medan Denai, Edi Matondang sudah memberikan surat peringatan keras kepada Lurah Tegal Sari Mandala I, Medan Denai, Elmon akibat melempari petugas Dinas TRTB Medan, saat melakukan pembongkaran rumah miliknya di Jalan Jati III, Gang Ampera, Teladan Timur, Medan Kota.

“Saya sudah memanggil yang bersangkutan agar ke depan tidak lagi mengulangi tindakannya. Saya juga sudah mengeluarkan surat peringatan keras kepadanya,” kata Camat Medan Denai, Edi Matondang, Jumat (20/1).

Dikatakan Edi, pihaknya tidak bisa memberikan sanksi, sebab tindakan yang dilakukan Elmon, merupakan kesalahan pribadi terkait urusan pribadi. Apalagi rumah yang bermasalah itu tidak berlokasi di Medan Denai, melainkan di Medan Kota.

“Itu memang masalah pribadi dia, makanya kita hanya memberikan surat peringatan saja, terkait dirinya sebagai lurah agar tidak melakukan tindakan seperti itu lagi,” jelas Edi.

Kabag Tata Pemerintahan (Tapem) Pemko Medan, Sofyan juga mengatakan kalau pihaknya sudah memanggil yang bersangkutan.
“Kemarin sore lurah itu sudah kita panggil. Kita sudah menasehati dan lurah tersebut juga sudah mengakui kesalahananya, makanya kita minta dia untuk mengurus izin bangunan miliknya,” ujar Sofyan.

“Masalah lurah itu sudah dilaporkan ke Wali Kota Medan dan Pak Wali marah besar saat menerima laporan itu. Karena yang bersangkutan telah mencoreng citra pamong masyarakat,” ungkap Syaiful.

Hingga saat ini, lanjut Syaiful, lurah sudah dipanggil oleh Kabag Tapem dan sudah dinasehati. “Tindakan yang dilakukannya itu jelas salah, tapi kalau sanksinya tergantung Pak Wali,” jelasnya.

Elmon ketika ditemui di rumahnya Jalan Jati III Gang Ampera, Kelurahan Teladan Timur Medan tidak ada di rumah, bahkan berulangkali dihubungi nomor ponselnya tak menjawab. (adl)

Kecantikan Terlihat dari Attitude

Cut Nabila Azhar, Putri Indonesia Kepulauan Sumatera 2010

Bagi cewek kelahiran Medan, 2 Maret 1991 ini, kecantikan seorang wanita tidak hanya terlihat dari luar saja. Tetapi kecantikan tersebut terlihat dari sikap (attitude) seseorang, dan cara berfikir yang positif dan optimis dalam menghadapi hidup. Dengan keoptimisan, seseorang akan memancarkan semangat yang dapat memberi dampak positif bagi orang lain. “Optimis akan memancarkan semangat, sehingga akan memberikan dampak positif pada orang disekitar kita,” ujar gadis manis yang memiliki hidung mancung ini. Selain itu, dengan hati bersih dan senyuman, akan membuat seseorang akan terlihat lebih cantik.

“Menurut saya pribadi, senyuman akan menambah kecantikan seseorang, lihat saja orang yang tersenyum pasti lebih baik dibandingkan dengan yang tidak tersenyum,” ucapnya.

Baginya, kecantikan merupakan pemberian dari Yang Maha Kuasa, karena itu harus dijaga. Untuk menjaga kecantikan, mahasiswi kedokteran USU ini selalu mengonsumsi makanan yang sehat. Bahkan sejak kecil sayuran dan buahan sudah menjadi makanan yang disajikan oleh sang bunda. “Sejak kecil saya sudah mengonsumsi sayuran, karena mama selalu menyediakannya di  rumah,” tambahnya. Walaupun awalnya, dirinya tidak memahami manfaat sayuran, hanya mengikuti perintah sang bunda.

Kecantikan yang dimilikinya juga tidak dijadikannya sebagai alat untuk menarik perhatian orang lain, terutama kaum adam. Menurutnya, kecantikan seseorang itu relatif, tetapi berbeda dengan inner beauty. “Jangan pikir, cowok akan melirik karena kecantikan kita, karena kecantikan fisik itu relative. Jadi inner beauty saja yang diperdalam. Selanjutnya, tentu saja kerapian. Kalau rapi pasti enak dipandang,” ujarnya.

Sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, gadis yang biasa disapa Nabila ini sudah mulai focus menjaga kecantikannya. “Pada zaman SMA, saya sudah mulai fokus merawat kecantikan, lebih banyak mengonsumsi sayur, air putih dan kulit,” ujarnya.

Mengonsumsi sayur dan lainnya untuk menjaga kesehatannya dari dalam, sedanghkan untuk perawatan dari luar, dirinya tetap melakukan perawatan lulur. “Karena sudah fokus perawatan, jadi perawatan dari dalam tubuh juga saya lakukan,” ungkapnya.

Masa kecil yang dilewatinya juga sederhana, seperti anak kecil pada umumnya, penampilannya Nabila tidak mencolok, atau bisa dikatakan biasa-biasa saja. Bahkan dirinya tidak pernah dandan untuk mempercantik penampilannya. “Saya biasa-biasa saja, tidak ada yang mencolok. Dandan juga melihat tempat dan situsi, tidak ada yang istimewa,” ujarnya.

Walaupun sudah sangat dekat dengan ketenaran karena posisinya sebagai Putri Indonesia Kepulauan Sumatera 2010 yang ditunjang dengan kecantikan yang dimilikinya, hal tersebut tidak membuatnya lupa akan pendidikan.

Menurutnya, ilmu lebih penting dibandingkan dengan apapun. Demi pendidikan, ia sering menolak  tawaran untuk bermain film dan menetap di Jakarta. Selain itu, Nabila juga tidak mau dicap sebagai cewek bodoh yang hanya bermodalkan wajah cantik saja. “Kita tidak tahu apa yang terjadi ke depannya, entertaiment dan kecantikan hanya bersifat sementara, sementara ilmu untuk bekal selamanya,” tambahnya.

Dengan modal ilmu kedokteran yang dimilikinya, ia berharap dapat mandiri. Dirinya menyadari posisinya sebagai wanita yang nantinya akan menjadi ibu dan istri. “Walau wanita, bukan berarti tidak menuntut ilmu, saya sadar akan posisi saya. Tapi sebagai wanita juga kita harus mandiri, jangan hanya bergantung pada suami nantinya. Sepengetahuan saya, lelaki zaman sekarang juga lebih suka melihat wanita mandiri daripada yang berpangku tangan saja,” tambahnya.

Untuk saat ini, duta PMI (Palang Merah Indonesia) Sumut ini masih konsen dengan penyelesaian kuliahnya. Ke depannya, bila tawaran dari dunia entertaiment masih ada, ia mengaku akan tetap konsen dengan ilmu yang dituntutnya, dan menjadikan dunia entertaiment sebagai hobi.
Adapun keikutsertaannya di PMI, karena ini salah satu yang bisa dilakukannya dan berguna untuk siapa saja. “Saya ingin menjadi berguna bagi siapa, dan kegiatan di PMI menjadikan saja lebih berguna,” ungkap Nabila. (ram)

Tampil Cantik Menyambut Imlek

Imlek segera datang, keluarga saling berkumpul untuk menyambutnya. Apakah Anda sudah mempersiapkan riasan wajah untuk menghadiri perayaan Imlek?  Mata sipit dan warna kulit yang putih pucat sering menyulitkan gadis berparas oriental untuk bermain-main dengan peralatan make up. Untuk menyambut perayaan Imlek, tidak ada salahnya Anda memberanikan diri untuk tampil beda.

  1. Bedak
    Warna kulit wajah gadis oriental cenderung putih bersih dan dingin. Untuk menghindari kesan pucat, gunakan bedak dengan warna oriental yellow, off white atau ivory.
  2. Mata
    Bagian inilah yang harus Anda tonjolkan. Jika Anda tidak nyaman memakai selotip untuk menambah lipatan mata, gunakan warna eye shadow untuk memberi kesan mata yang lebih lebar. Jika Anda ingin tampilan yang soft dan segar, pilih warna-warna merah muda, perak, hijau muda atau plum. Bila Anda ingin lebih berani, Anda bisa menggunakan warna ungu pekat, abu-abu tua atau cokelat keemasan.  Bingkai mata Anda dengan eye liner hitam. Pilih warna coklat atau hitam yang tidak pekat. Jangan membuat garis yang melewati sudut mata, karena hasilnya akan membuat mata Anda terlihat semakin sipit. Sempurnakan riasan mata Anda dengan maskara warna hitam atau coklat.
  3. Alis
    Rapikan alis Anda. Biasanya gadis oriental memiliki alis yang tipis. Gunakan pensil alis warna coklat, sapukan tipis dan rapikan dengan bantuan cotton bud. Hindari warna hitam agar wajah Anda tidak terkesan galak.
  4. Pipi
    Buatlah pipi Anda lebih segar dengan menyapukan blush on berwarna heather pink, dark berry atau burgundy.
  5. Bibir
    Untuk tampilan natural, sapukan lipstik dengan warna rose wood atau pink nude. Jika Anda ingin warna bibir yang lebih menawan, gunakan warna merah keemasan. (wo/wsw/vmc)

 

Calon Independen Sulit Bersaing

Butuh 360.000 Dukungan untuk Pilgubsu 2013

MEDAN- Pada perhelatan Pilgubsu 2013 mendatang terbuka peluang calon independen untuk maju. Syaratnya, calon harus mampu mengumpulkan dukungan dari masyarakat sebesar 30 persen dari masyarakat Sumut. Berdasarkan pemaparan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut, dibutuhkan sekitar 360.000 dukungan.

Dengan syarat itu, mungkinkah  muncul calon independen? “Saya pikir tidaklah. Belum ada calon independen yang akan maju,” ungkap Wakil Ketua DPRD Sumut, Chaidir Ritonga, Kamis (19/1).

Begitu pula yang dikemukan analis politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Ridwan Rangkuti. Dikatakannya, untuk Pilgubsu 2013 sampai sejauh ini belum ada tanda-tanda calon independen yang akan maju. Menurutnya, tidak ada sosok di level provinsi Sumut yang memiliki jaringan yang luas dan berakar, hingga ke pelosok dusun.

”Belum ada. Kalau pun ada, itu di Batubara saat OK Arya Zulkarnaen menjadi calon independen yang kemudian menang. OK Arya didukung oleh Ormas Gemkara yang telah berdiri saat reformasi. Dan ini berakar, sampai ke dusun-dusun. Begitu pula saat Pilgub Aceh, Irwandy Yusuf didukung oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM). GAM ini adalah Ormas yang sudah berakar di Aceh. Kalau di Sumut ada yang seperti ini, bisa memiliki peluang menang. Namun, kembali lagi saya pikir tidak ada yang mengakar seperti itu,” urainya.

Bila ada sosok yang memiliki jaringan yang luas dan berakar, seperti OK Arya dan Irwandy Yusuf di Aceh, maka ini akan membuat calon-calon berasal dari partai akan berpikir dua kali. “Hitung-hitungannya, karena sudah berakar seperti itu tidak begitu membutuhkan uangn
untuk mengumpulkan dukungan suara. Kalau ada sosok yang seperti itu, calon-calon partai bisa berpikir dua kali. Tapi, ya saya pikir belum ada,” katanya.

Bagaimana tanggapan KPU Sumut? Rajin Sitepu, salah seorang komisioner KPU Sumut kepada Sumut Pos menyatakan, pada Pilgubsu 2013 mendatang, jika memang ada sosok dari independen yang maju maka itu akan menjadi sejarah pada Pilgubsu 2013 mendatang. Karena selama ini, pada Pilgubsu belum ada satu pun calon independen yang maju, kecuali pada Pilkada di daerah-daerah seperti di Batubara.
“Pilgubsu 2013 adalah kali pertama, jika nantinya ada calon dari independen,” cetusnya.

Mau Maju saja, Syampurno Habiskan Rp115 Miliar

Sementara itu, dana yang dibutuhkan untuk maju Pilgubsu memang tidak sedikit. Buktinya, berdasarkan perbincangan dari salah seorang tim sukses salah satu pasangan calon Gubsu dan Wagubsu 2008 lalu, yang enggan disebutkan namanya menyatakan, untuk pasangan Syamsul Arifin-Gatot Pujo Nugroho (Syampurno), saat hendak maju pada Pilgubsu 2008 saja sudah mengeluarkan dana sebesar Rp115 miliar.

“Saat hendak maju, Syamsul Arifin pernah mengemukakan di hadapan saya dan teman-teman, kalau dirinya telah mengeluarkan dana sebesar Rp115 miliar. Itu masih akan maju. Jadi, kalau sampai prosesi Pilgubsu 2008 lalu, pasti lebih besar yang dikeluarkan. Angka riil terakhirnya saya lupa,” ungkapnya.

Ada hal yang berbanding terbalik mengenai dana pasangan calon, untuk maju pada putaran Pilkada di lapangan dan yang dilaporkan ke KPU Sumut. Dan itu diakui oleh KPU Sumut.

Mengenai tingginya angka rupiah yang digelontorkan, serta tidak sesuai dengan yang dilaporkan ke KPU Sumut, apakah akan menjadi pertimbangan bagi KPU untuk membuat sebuah aturan atau regulasi yang menekankan agar pasangan calon yang akan maju, melaporkan anggaran yang riil?
Terkait hal itu,  Komisioner KPU Sumut Rajin Sitepu kepada Sumut Pos menyatakan, untuk persoalan regulasi adalah wewenang dari KPU Pusat. Sedangkan KPU Sumut sebagai pelaksana di daerah.

“Untuk regulasi, mengenai transparansi anggaran, akuntabilitas, sanksi, atau KPU membuat aturan melakukan audit dan sebagainya adalah yang membuat regulasinya KPU Sumut. Dan itu bisa jadi masukkan, bila nantinya ada bimbingan teknis itu bisa disampaikan,” ungkapnya.(ari)

Di Sumut, Laki-laki & Perempuan Gila 3 Banding 1

MEDAN-Laki-laki yang selama ini diakui lebih kuat dibanding perempuan ternyata lebih rentan mengalami gangguan jiwa. Di Sumatera Utara, perbandingan antara laki-laki dan perempuan yang terganggu jiwanya mencapai 3 banding 1.

Setidaknya hal ini terungkap dari jumlah pasien  Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Provinsi Sumatera Utara (Provsu). Bahkan, jumlah laki-laki yang mengalami kelainan jiwa diprediksi masih akan bertambah.

Hal ini diungkapkan Direktur RSJD Provsu, Dapot P Gultom melalui Kabag TU RSJD Provsu, Sunarno, Kamis (19/1) di ruangannya
Berdasarkan data yang diperoleh dari Medical Record RSJD Provsu, sepanjang tahun 2011 ada 2.055 pasien rawat inap yang terdata. 1.544 orang di antaranya pasien laki-laki dan perempuan 511 orang. Sedangkan pada 2010, sebanyak 1.949 pasien yang menjalani rawat inap di RSJD Provsu di antaranya, 1.445 orang laki-laki dan 504 perempuan.

“Jumlahnya memang meningkat secara signifikan. Memang dari jumlah tersebut, laki-laki lebih banyak penderitanya daripada perempuan. Penyebabnya dikarenakan laki-laki lebih sering mengalami tekanan biologis maupun sosial. Penyakit jiwa ini, bisa juga karena pasien pernah mengalami benturan di kepala, keracunan, dan yang berkaitan dengan organ tubuh lainnya,” katanya.

Namun, katanya, penderita gangguan jiwa lebih cenderung dikarenakan faktor ekonomi dan minimnya lapangan pekerjaan. Berdasarkan umur, pada tahun 2011 usia 30-34 tahun lebih banyak mengalami gangguan jiwa mencapai 413 orang dan pada usia remaja 46 orang. Sedangkan pada tahun 2010 usia 30-34 tahun sebanyak 400 orang. Pada remaja usia 15-19 tahun ada 56 orang.

“Di RS Jiwa, pada usia tersebut lebih banyak menjalani menderita gangguan jiwa. Karena pada saat itu, si laki-laki memiliki tanggung jawab yang tinggi seperti untuk mencukupi keluarganya, dia harus memikirkan ke mana mencari lapangan kerja. Orang bisa menjadi depresi, malu dan putus asa karena minimnya lapangan pekerjaan. Selain itu, tidak terpenuhinya kebutuhan dan tuntutan hidup membuat mudahnya kejiwaan seseorang menjadi terganggu,” jelasnya.

Selanjutnya untuk jumlah rawat jalan, pada 2011 mencapai 15.966 pasien di antaranya laki-laki 10.410 orang dan perempuan sebanyak 5.556 orang. Sedangkan pada 2010, jumlah pasien rawat jalan sebanyak 15.720 pasien: laki-laki 9.183 orang dan perempuan mencapai 6.537 orang.
“Untuk pasien gangguan jiwa ini, kita tidak bisa menjamin apakah mereka benar-benar sembuh total. Biasanya pasien yang berobat di sini kebanyakan pasien berulang. Untuk menentukan mereka sudah sembuh harus berdasarkan pemeriksaan mental, fisik, dan sosialnya. Bisa berhubungan dengan orang lain dan harus ada keluarga yang menanggungjawabi,” ungkapnya.

Ditambahkannya, mayoritas pasien yang dibawa sudah parah sehingga dalam pengobatannya semakin sulit. Pasien yang menjalani perawatan atas pengawasan dokter. Pengobatan sendiri dapat dilakukan dengan terapi seperti strum listrik, rehabilitasi hingga mengajarkan mereka sebuah keterampilan yang nantinya dapat digunakan saat kembali ke masyarakat.

“Tingkat kesembuhan juga menjadi penentu. Apakah keluarganya dan masyarakat menerima dia atau malah menjauhi dia. Namun, penyakit jiwa ini dapat juga karena faktor keturunan atau genetik. Tergantung pola asuh keluarganya juga. Tapi tidak semua kasus, karena orangtuanya mengalami gangguan jiwa, lantas anaknya juga sakit jiwa,” terangnya.

Mengenai penggunaan kartu merah bagi pasien gangguan jiwa, sebenarnya, kata Sunarno untuk memudahkan pasien dalam menjalani pengobatan. Kartu merah tersebut berisi nomor atau kode medical record yang digunakan untuk mencari catatan medis bila pasien berobat lagi nantinya.

“Banyak yang beranggapan, pasien gangguan jiwa memanfaatkan kartu merah untuk bertindak kriminal. Sebenarnya itu salah, karena pasien ini juga harus terus check up ke dokter, jadi kartu merah itu digunakan supaya pasien mudah berobat karena sebelumnya ada catatan medis di RS Jiwa. Sekarang kita nggak pakai kartu warna merah lagi, tapi berwarna kuning. Karena itu tadi, banyaknya stigma buruk dari masyarakat,” ucapnya.

Terkait banyaknya penderita gangguan jiwa di jalanan, menurutnya bukan tanggung jawab dari pihaknya. “Ini tanggung jawab dari Dinas Sosial. Karena yang dibawa ke RSJD Provsu harus ada yang menanggungjawabi. Jika gelandangan tadi mengalami gangguan jiwa, mereka dapat membawanya ke rumah sakit jiwa dan menanggungjawabinya. Tentunya ini membutuhkan kerja sama lintas sektor,” urainya.

Sementara itu, saat Sumut Pos berkunjung ke RS Jiwa dan Ketergantungan Obat Sembada Jalan sembada XII Pdang Bulan Medan, Direktur maupun Humas sedang tidak berada ditempat. Begitupun, Deni, perawat di rumah sakit swasta tersebut mengatakan pasien yang menjalani perawatan tidak begitu banyak hanya berkisar 15 orang. “Dirut sama Humasnya lagi diluar, Kak. Pasiennya nggak begitu banyak. Rata-rata pasien yang mengalami gangguan jiwa biasa, bukan karena pengaruh obat-obatan,” tukasnya. (mag-11)

Jangan Malu untuk Menangis

Direktur Biro Psikologi PERSONA, Irna Minauli mengungkapkan seseorang yang mengalami gangguan jiwa dapat disebabkan beberapa faktorn
Pertama, faktor psikogenik seperti kemiskinan, perceraian dan kegagalan dalam rumah tangga. Dan, kedua faktor organik mencakup gangguan diotak, bisa saja disebabkan mengkonsumsi obat-obatan, penyakit syphilis dan lainnya.

“Memang aspek ekonomi sangat mempengaruhi kejiwaan seseorang. Seperti minimnya lapangan pekerjaan, kebangkrutan atau PHK yang otomatis menjadikan seseorang pengangguran. Mereka yang tidak memiliki lapangan pekerjaan, tidak sanggup mendapat tudingan yang tidak baik dari masyarakat,” ujarnya.

Katanya, secara umum, penderita gangguan jiwa memang lebih banyak diderita kaum laki-laki. Secara psikologis laki-laki lebih rentan karena mengalami banyak tekanan secara biologis maupun sosial. Para pria terbiasa untuk memendam masalahnya sendiri. Mereka jarang berbagi dan kurang mampu menyalurkan emosi dengan baik.

“Berbeda dengan perempuan. Biasanya perempuan hanya mengalami depresi, selebihnya didominasi oleh laki-laki. Pria tidak bisa menyalurkan kesedihannya dengan menangis karena faktor sosial. Padahal, dengan menangis sebenarnya kita sudah menyalurkan sebagian emosi-emosi negatif. Pada saat menangis, racun-racun dalam tubuh juga ikut terbuang,” urainya.

Laki-laki, lanjutnya, malah lebih banyak menyalurkan emosinya dengan cara-cara yang bahkan dapat membahayakan diri mereka sendiri, misalnya menjadi agresif atau melarikan diri pada alkohol dan obat-obatan terlarang. Hal inilah yang memperparah masalahnya hingga mengakibatkan gangguan kejiwaan. Mereka juga jarang berusaha mendapatkan dukungan sosial dari lingkungannya.

“Berbeda dengan perempuan, yang kalau ada masalah mereka justru curhat dan mencari bantuan dan dukungan dari lingkungannya. Hal itu membuat mereka mampu melakukan katarsis (penyaluran emosi-emosi negatif) dengan baik. Secara organis pun, pria memiliki kecendrungan penyimpangan yang jauh lebih besar. Perempuan biasanya lebih bersifat resesif (pembawa) saja,” tegasnya.

Dari segi usia yang matang, diharapkan seseorang mendapatkan pekerjaan yang baik, pernikahan dan memiliki hubungan sosial yang baik. Jika seseorang belum mendapat penghasilan sendiri, otomatis masyarakat maupun dirinya sendiri akan menghukum dirinya. Itu adalah usia produktif sehingga ketika seseorang tidak mencapai perilaku yang optimal pada masa itu, mereka akan kehilangan harga diri.

“Menurunkan harga diri, membuat mereka merasa tidak berdaya dan akhirnya mengarah pada depresi dan sebagainya. Persoalan hidup serta penyesuaian diri yang harus dilakukan juga cukp banyak sehingga berpeluang menimbulkan stress. Misalnya masalah dalam pekerjaan, rumah tangga, anak-anak, mertua, ipar, dan lainnya,” jelas Irna.

Jika dilihat dari sudut pandang sosiologi, M Iqbal pengamat sosilog Unimed menambahkan seseorang yang mengalami gangguan jiwa banyak faktor penyebabnya. Namun faktor ekonomi dan lingkungan sangat berpengaruh. Seorang laki-laki lebih rentan mengalami gangguan kejiwaan karena tuntutan hidup yang harus dipikulnya.

“Misalnya dalam keluarga, otomatis laki-laki mengalami tuntutan psikologi yang tinggi untuk mencukupi nafakah keluarganya. Apalagi kompetensi dalam karir, menyebabkan mereka gampang marah, stress dan akhirnya mengalami gangguan kejiwaan. Dalam keluarga peranan laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Sebagai kepala keluarga, mereka harus bisa survive. Kegagalan yang dialaminya membuatnya tidak bisa menerima realitas yang terjadi,” jelasnya.

Untuk itu, mereka harus beradaptasi dan menerima kenyataan yang jauh dari harapan. Peran keluarga sangat penting dalam hal ini. Seseorang, terutama laki-laki, bisa berbagi dan mencurahkan semua keluh kesahnya untuk meringankan masalah yang dihadapi. Terpenting tingkatkan religius dan keimanan kepada Tuhan. (mag-11)

Warga Palas Mulai Panas

Soal Tanah Register 40 Eks PT Torganda

MEDAN-Suasana kurang kondusif terjadi di Kabupaten Padang Lawas (Palas) terkait tanah register 40. Dua kelompok warga di kawasan itu memiliki pandangan yang berbeda, satu menolak eksekusi dan satunya lagi mendukung.

Tak pelak, kondisi ini rawan konflik terbuka antarwarga. Menyikapi itu, Ketua Komisi A DPRD Sumut, Isma Fadly Arya Pulungan mengatakan, kini kondisinya sudah mulai aneh. Pasalnya, mafia tanah cenderung melakukan pembenturan antara masyarakat dengan masyarakat.
“Hal itu sudah sangat sering terjadi di Sumut, akibatnya ada korban jiwa dan tanah tidak berubah,” sebut politisi Partai Golkar.

Dia mengatakan, bukan tidak mungkin strategi itu mengarah ke Palas, yang dilakukan mafia tanah dan mafia setempat agar bisa dialihkan isunyan
dan tanah tetap menjadi satu penguasa.

Dia menyarankan, sebaiknya masyarakat sadar dan jangan mau diadu domba, persoalan yang ada bisa dicairkan jika kesemua pihak mengetahui haknya, bukan sebaliknya hanya menginginkan sesuai. “Jadi jangan mau diadu domba, kemudian pemerintah setempat harus memanggil kedua kubu warga tersebut,” sarannya.

Dari Palas, tokoh masyarakat dari 20 Desa di wilayah Kecamatan Huristak Palas menolak dilakukan eksekusi fisik terhadap register 40. Alasannya, banyak warga Huristak yang hidup dari lahan register 40 tersebut akan kehilangan mata pencarian.
“Karena kamilah masyarakat luat Huristak yang memiliki kerja sama dengan Koperasi Bukit Harapan PT Torganda dengan pola PIR, bukan kelompok-kelompok dari luar Huristak,” ujar tokoh masyarakat luat Huristak, Tongku Halik Hasibuan kepada Metro Tabagsel, Kamis (19/1) di Huristak.
Kemudian mereka juga meminta MA untuk meninjau ulang putusannya, mengingat 30 ribu masyarakat Palas hidup dari eksekusi register 40 Palas tersebut.

“Saat ini ada sejumlah koperasi di luar Kecamatan Huristak yang meminta segera dilakukan eksekusi fisik, padahal mereka tidak ada urusan dengan masyarakat Huristak dan register 40 Palas,” kata Tongku Halik Hasibuan.

Bahkan, Tongku Halik Hasibuan yang juga Kepala Desa Pasar Huristak siap melawan siapa saja yang mencoba menghadang. “Kami siap berhadapan dengan siapapun jika ada orang yang mencoba-coba mengganggu warga Huristak dan mengatasnamakan Huristak untuk eksekusi fisik register 40 Palas,” tegasnya yang diamini warga.

Sebelumnya, sejumlah tokoh masyarakat dan pengurus koperasi dari lima kecamatan yang memiliki hubungan historis dengan areal register 40 tersebut di Sibuhuan, Selasa (17/1) termasuk Kecamatan Huristak, Barumun Tengah, Aeknabara Barumun, dan Sosa mengungkap hal yang berlawanan.
Mereka mendesak agar pemerintah pusat dan aparat penegak hukum, baik Poldasu maupun Kejaksaaan Tinggi Sumatera Utara agar segera merealisasikan pelaksanaan eksekusi fisik lahan perkebunan milik DL Sitorus dan Koperasi Parsub di register 40.

Hal itu sesuai keputusan MA RI Nomor: 2642/K/Pid/2006 tanggal 12 Februari 2006 antara lain penyitaan semua barang bukti berupa aset perkebunan kelapa sawit seluas lebih kurang 47.000 hektar yang terletak di kawasan hutan register 40, dan 23.000 hektar berada di wilayah Padang lawas.
“Masyarakat sangat menyesalkan ketidaktegasan aparat penegak hukum dan pemerintah yang sampai saat ini tidak mau melaksanakan eksekusi fisik di lapangan,” kata Syahrul Hasibuan, Ketua Koperasi Bumi Daya Tani, Kecamatan Hutaraja Tinggi.

Polres Tapsel Tetapkan 41 Tersangka Pengerusakan PT Tanjung Siram

Sementara itu, Polres Tapanulis Selatan (Tapsel) menetapkan 41 tersangka kasus pembakaran dan pengerusakan 17 rumah dan kantor PT Tanjung Siram dan 3 unit kendaraan yang dilakukan oleh warga Desa Aek Kanan dan Desa Padangmatinggi, Kecamatan Dolok Sigompulon, Kabupaten Paluta, Selasa (17/1) sekitar pukul 10.30 WIB lalu.

Kapolres Tapsel, AKBP Subandriya SH MH melalui Kasat Reskrim AKP Lukmin Siregar mengatakan 8 di antaranya ditahan di Mapolres Tapsel sedangkan 33 lagi tidak ditahan namun berkas kasusnya tetap dilanjutkan.

“Dari 129 warga yang kita periksa, kita perkirakan tersangkanya masih akan bertambah sebanyak 18 orang lagi yang saat ini menjalani penyidikan yang mendalam,” ujarnya.

Ketika ditanyakan bagaimana kondisi di lokasi kejadian saat ini, Kasat mengatakan kondisinya sudah relatif aman. Masih ada sekitar 15 warga dari dua desa tersebut yang berada di camp milik PT Tanjung Siram.

“Di lokasi kita tempatkan 8 personel dari Polsek Dolok untuk melakukan pengamanan,” sebutnya.

Aksi ini sendiri kata Kasat Reskrim adalah penolakan dari warga dua desa yang menentang keberadaan PT Tanjung Siram di wilayah mereka. Warga meminta agar lahan atau tanah ulayat seluas sekitar 450 hektar dikembalikan. Warga mengklaim bahwa HGU perusahaan yang sudah habis selama 30 tahun pada 31 Desember 2010 lalu. Namun pihak PT Tanjung Siram mengkalim sudah memperpanjang HGU mereka sejak tahun 2008 lalu atau 2 tahun sebelum masa HGU habis, namun prosesnya belum selesai.

Dari Jakarta, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Sumut, Rahmat Shah, menilai, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Wilayah Sumut tidak mampu bekerja secara baik, sehingga kasus-kasus sengketa lahan tak kunjung terselesaikan.

Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho sama saja. Gatot telah membentuk tim khusus penanganan areal lahan eks HGU PTPN II, yang dipayungi SK Gubsu tertanggal 23 September 2011. Tugas tim ini, kata Rahmat, melakukan pengukuran dan pemetaan lahan. “Namun tim khusus ini tidak dapat menyelesaikan tugasnya sehingga diperpanjang hingga bulan Mei 2012,” katanya, kemarin.

Rahmat Shah menyimpulkan, persoalan tanah di Sumut terjadi akibat tidak tegasnya BPN dalam menjalankan tugasnya. “Oknum BPN disinyalir banyak yang bekerjasama dengan para mafia tanah sehingga tanah-tanah yang selama ini telah dikuasasi oleh masyarakat, seenaknya saja dirampok dan dijarah, serta mendapatkan dukungan dari oknum petugas keamanan,” kata Rahmat.

Rahmat tidak membantah, potensi konflik lahan bisa pecah lebih besar lagi. Menurutnya, warga sudah turun-temurun tinggal di lahan itu, sebagai sumber penghidupan, termasuk untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. “Kalau mau diambil, mereka pasti siap nyawa melayang,” pungkasnya. (amr/phn/smg/ril/sam)

Golshifteh Farahani Diusir Negara Gara-gara Pose Seksi

Aktris cantik asal Iran, Golshifteh Farahani membeberkan bahwa dirinya dilarang kembali ke negara asalnya. Larangan itu disampaikan setelah dirinya berpose bugil di sebuah majalah berita Prancis. Pose sensasional itu dilakukannya sebagai bentuk protes atas pembatasan terhadap kaum wanita.
Foto telanjang Farahani telah dimuat di majalah Madame Le Figaro. Pemuatan foto itu telah membuat page Facebook-nya dibanjiri para fansnya dari Iran dan Timur Tengah. Banyak yang mencela dirinya namun tak sedikit pula yang memuji keberaniannya untuk tampil vulgar.

Seperti diberitakan harian Telegraph, Kamis (19/1/2012) aktris yang kini bermukim di Paris, Prancis itu tahun lalu meninggalkan Iran sebagai protes atas aturan-aturan Islam yang membatasi dirinya di industri sinema Iran. Kini pemerintah Iran bahkan telah mengirimkan pesan yang memberitahunya untuk tidak pernah kembali ke tanah airnya.

“Saya diberitahu oleh pejabat Kementeriam Budaya dan Pedoman Islam bahwa Iran tidak membutuhkan aktor ataupun aktris apapun. Anda boleh menawarkan jasa artistik Anda di tempat lain,” kata Farahani.

Wanita Iran itu pernah tampil bersama aktor beken Hollywood, Leonardo Di Caprio dalam film “Body of Lies”. Di film itu, Farahani berperan sebagai perawat yang membantu penyembuhan seorang agen rahasia AS yang terluka sehingga dia bisa melakukan misinya di sebuah negara muslim. (net/bbs)

Punya Lima Anak, Minta Dihukum Ringan

Pembelaan Gayus Tambunan dalam Sidang di Pengadilan Tipikor

Setelah dituntut delapan tahun penjara, terdakwa gratifikasi, pencucian uang, dan penyuapan Gayus Tambunan membacakan pembelaan alias pledoi di depan majelis hakim di Pengadilan Tipikor. Dia memohon, agar hakim menjatuhkan hukuman yang ringan karena memiliki dan sedang membesarkan lima anak.

“Saya mohon majelis hakim yang mulia dan bijaksana menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya, seringan-ringannya, dan berperikemanusiaan,” kata Gayus saat membacakan pledoi di depan majelis hakim, kemarin (19/1).

Dia lantas mengeluh karena sudah sudah membaca empat pledoi dalam kasus dan pengadilan berbeda. Menurut Gayus, waktunya kini benar-benar tersedot untuk menjalani persidangan dengan berbagai kasus dan dakwaan. Padahal, kata dia, dirinya adalah tulang punggung keluarga untuk menghidupi kelima anaknya. Bahkan, untuk mengingat istri dan anaknya, Gayus menyelipkan foto anak dan istrinya dalam surat pembelaannya.
Mantan pegawai golongan III A Ditjen Pajak itu berkali-kali mengucapkan innalillahi wainailaihi roji’un. “Ya Allah, berikan hidayah pada mereka yang telah menzalimiku,” katanya.

Dia merasa kecewa lantaran isi dakwaan maupun tuntutan sidangnya tak jauh berbeda dengan kasus pemalsuan paspor yang dijalaninya di PN Tangerang. Kata dia, beberapa saksi yang diperiksa juga sama dengan kasus pemalsuan paspor.

Bahkan dia menilai bahwa dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum (JPU) kali terlalu mengada-ada. Pasalnya, JPU kali ini mendakwanya dengan empat dakwaan sekaligus. “Ini adalah imajinasi dari JPU,” ujar suami Milana Anggraeni itu.

Gayus bahkan menuding JPU sengaja memperbanyak dakwaan agar tampak seram.

Menurutnya, semua tudingan jaksa itu jelas-jelas tidak terbukti. “Seharusnya dakwaan kesatu dan dakwaan kedua dibangun menjadi satu dakwaan yaitu atas penerimaan gratifikasi melanggar Pasal 12 B ayat 1 UU Tipikor. Tapi kenapa kok dipisah,” ujarnya.

Seperti yang diketahui pada dua minggu lalu oleh JPU yang dipimpin Edy Rukamto, Gayus dituntut delapan tahun penjara sekaligus denda Rp8 miliar subsider enam bulan kurungan. Menurut JPU, Gayus terbukti bersalah sesuai dengan empat dakwaan yang ditujukan kepadanya.
Dakwaan tersebut diantaranya, pertama, penerimaan uang senilai Rp925 juta dari Robertus Santonius dan USD 3,5 juta terkait keberatan pajak PT Metropolitan Retailmart. Kemudian, terdakwa juga menerima uang terkait sunset policy terhadap pajak PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin. Ketiga, kepemilikan uang senilai USD 659.800 dan SGD 9,68 juta dalam safe deposit box di Bank Mandiri, Kelapa Gading. Yang terakhir, terdakwa diduga memberi suap terhadap Karutan Mako Brimob dan sejumlah petugas jaga di rutan tersebut. (kuh/agm/jpnn)

Peduli Tanah

Oleh : Ramadhan Batubara
Redaktur Pelaksana Sumut Pos

Seno Gumira Ajidarma sempat berkata: ketika berita tak lagi bisa bicara, maka sastralah yang bicara. Dengan kata lain, ketika berita semakin diperkosa, banyak sensor, hingga pembatasan yang berlebihan, maka fiksi bisa mewakili. Masalahnya, siapa yang masih membaca sastra di zaman sekarang?n
Sejatinya, apa yang diungkapkan penulis yang akrab dipanggil Mira itu cukup menarik. Bagaimana tidak, sebagai jurnalis, Seno tampaknya terkukung dengan sekian kepentingan perusahaan, pemerintah, dan sebagainya.

Nah, ketika mengalami kukungan itu, Seno mengubah fakta di lapangan yang tidak bisa dia sampaikan melalui medianya. Dia pun menulis sastra. Atas nama fiksi, maka dia terbebas. Dia bisa menyamarkan fakta sedemikian rupa. Dia pun aman dari delik.

Kalimat tadi dia keluarkan setelah meluncurkan buku Saksi Mata. Buku yang berisikan cerita tentang kejadian di Timor Timur yang kini menjadi negara bernama Timor Leste. Tapi, siapa petinggi negara ini yang baca kasus-kasus di Timor Timur dalam Saksi Mata?

Bukan maksud merendahkan Seno – penulis ini dianggap sebagai sastrawan terkemuka di Indonesia – tapi sejauh mana negara ini peduli dengan sastra? Kasus Seno ini mirip dengan sengketa tanah yang makin marak di Sumatera Utara. Ya, ketika hukum tak lagi bisa menyelesaikan, maka aksi massa adalah jawabannya. Karena itu, di Padang Lawas Utara sudah ada pembakaran, di Binjai sekian kelompok mulai bertikai, Deliserdang pun sudah memakan korban. Bahkan, seorang anggota dewan memprediksi akan ada aksi yang lebih mengerikan pada Maret mendatang.

Memang, soal tanah sejatinya adalah kasus klasik. Sejak zaman Belanda kasus ini sudah terjadi. Bagaimana tidak, perusahaan Belanda menyewa tanah dari kerajaan di kawasan Sumatera Utara ini dengan status yang tak jelas. Maksudnya, benarkah tanah yang disewanya itu milik sultan atau sekadar klaim dari sultan? Sitor Situmorang menulis dalam Toba Na Sae: tanah-tanah di Toba dicaplok perusahaan Belanda dengan izin dari sultan tanpa mereka tahu. Pun, ketika jalan menuju Toba dibuka hingga Danau Toba didinamit yang menenggelamkan beberapa huta agar permukaan air lebih tinggi dan menjadikan Samosir sebuah pulau, adakah warga Toba diikutsertakan? Ayolah, sejak kapan kerajaan-kerajaan Melayu di Sumatera Utara ini menguasai Toba? Pintu gerbang Toba menuju dunia luar itu terletak di pantai barat Sumatera. Dari Kota Pelabuhan Barus yang terkenal di zamannya itulah warga Toba mengenal dunia luar, bukan melalui Selat Malaka. Jalan menuju pantai timur Sumatera pun baru akrab setelah Modligiani yang ditemani Somalaing Pardede mencari hilir Danau Toba.

Tapi, sudahlah. Saat ini, persis dengan kalimat Seno, masyarakat mulai mencari jalan lain agar kasus tanah cepat selesai. Hukum bukan lagi payung yang bisa meneduhkan mereka. Aksi anarkis dipilih bukan karena ingin, tapi jalan hukum seakan tertutup. Lihatlah Mesuji atau Bima, adakah hal itu terulang di Sumatera Utara?

Ya, kembali seperti Seno, siapakah petinggi di provinsi ini yang mau melihat aksi mereka? Dalam arti, melihat dan langsung mencari pemecahan. Memang, tim telah dibentuk setelah ada pertemuan di Mapoldasu tempo hari, tapi sejauh mana mereka melihat kasus tanah yang rawan konflik itu? Cukupkan sekadar mendata?

Peduli mungkin menjadi kata yang tepat bagi sekian kalimat yang telah dikeluarkan para petinggi. Tentunya ‘peduli’ dalam arti yang sesungguhnya; bukan seperti kata ‘kebijakan’ yang maknanya sudah mulai ambigu. Tentu peduli pada pemilik tanah yang sebenarnya. Namun, siapa pemilik sebenarnya tanah yang disengketa itu? Ah, pertanyaan inilah yang sulit dijawab. Masing-masing punya klaim; masing-masing punya kekuatan; dan masing-masing tak mau disalahkan. (*)

Kodak Daftarkan Kebangkrutan

Perintis kamera legendaris AS, Eastman Kodak akhirnya mendaftarkan perlindungan kebangkrutan. Perusahaan yang sudah berusia lebih dari satu abad ini mendaftarkan perlindungan kebangkrutan Chapter 11 setelah mati-matian berjuang.

“Setelah mempertimbangkan keuntungan Chapter 11 pada saat ini, Dewan Direksi dan seluruh tim manajemen senior secara bulat meyakini bahwa ini adalah langkah yang penting dan hal benar yang dilakukan untuk masa depan Kodak,” ujar CEO Kodak Eastman, Antonio Perez, Kamis (19/1).
“Tujuan kami adalah memaksimalkan nilai bagi para pemangku kepentingan, termasuk para karyawan, pensiunan, kreditur dan dana pensiun. Kami juga berkomitmen untuk bekerja dengan konsumen kami yang berharga,” tambahnya.

Kodak, perusahaan yang berusia lebih dari 100 tahun merupakan perintis industri fotografi yang fenomenal. Namun Kodak harus berjuang ditengah era digital dan buruknya kinerja. Sejauh ini Kodak sudah merumahkan 47.000 karyawan dan menutup 13 pabrik sejak 2003.

“Sekarang kami harus merampungkan transformasi dengan menekankan pada struktur biaya dan secara efektif memonetisasi aset non inti IP,” jelas Perez.
Ia menambahkan, Kodak bekerjasama dengan para pemangku kepentingan akan berjuang untuk berubah menjadi perusahaan foto digital dan ilmu material yang berkelas dunia dan lebih ramping. Pada masa jayanya, saham Kodak pernah menembus US$ 80 per lembar di 1996, sesaat setelah munculnya revolusi foto digital yang pada akhirnya menggantikan kebutuhan konsumen untuk membeli film dari Kodak.

Kebangkrutan ini membuat nasib 19.000 karyawan Kodak terkatung-katung. Pada masa jayanya di era 1980-an, Kodak tercatat memiliki 145.000 pekerja. Dalam beberapa tahun terakhir, Kodak terus merugi. Terakhir kali, Kodak melaporkan sedikit laba bersih pada tahun 2007.

Kodak didirikan oleh George Eastman pada 1892. Kodak mengembangkan kamera ‘Brownie’ yang sangat popular. (net/jpnn)