25 C
Medan
Sunday, December 28, 2025
Home Blog Page 14224

Banyak Mahasiswa Asing Terjaring

Disdukcapil Razia KTP di Asrama USU

MEDAN-Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Medan bersama Polresta Medan kembali menggelar razia Kartu Tanda Penduduk (KTP), Selasa (29/11) siang. Razia kali ini dilakukan di asrama mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU), mengingat selama ini banyak mahasiswa asing yang tak memiliki identitas diri.

“Berdasarkan data yang ada, masih banyak mahasiswa asing di Medan yangn tidak memiliki identitas. Makanya, untuk kali ini kita gelar razia di asrama mahasiswa USU,” kata Kadisdukcapil Kota Medan, Darusalam Pohan.

Dikatakannya, seharusnya bagi warga asing yang berdomisili di kota Medan setelah lebih enam bulan, harus memiliki KTP. “Namun, banyak kita temukan selama ini, selain tidak ada KTP, juga ada yang tidak memiliki KTP asal,” terang Darussalam yang tidak bisa merincikan berapa jumlah mahasiswa asing di Medan yang belum memiliki KTP. “Inikan masih kita lakukan razia, makanya datanya belum kita rekap lagi,” jelasnya.

Menurutnnya, mahasiswa asing yang sudah enam bulan berdomisili di Medan, harus mengurus kartu izin tinggal dari Imigrasi, lalu berdasarkan kartu tersebutlah Disdukcapil dapat menerbitkan Kartu Keluarga (KK) juga KTP nya. “Razia ini kita lakukan untuk membina, sebab berdasarkan UU No 23 Tahun 2006 tentang Kependudukan, semua masyarakat yang berdomisili di suatu daerah wajib memiliki KTP,” terangnya.

Ketika disinggung dengan razia KTP yang dilakukan Disdukcapil hanya untuk menakut-nakuti warga dan menjadi ajang pungutan liar (pungli), Darusalam membantahnya. “Justru kita membuat razia KTP ini untuk membina dan bukan untuk menakuti, razia yang kita lakukan juga masih belum memberikan sanksi, kita masih melakukan pembinaan dan sosialisasi,” ujar Darussalam.

Kemudian dengan UU yang telah mengatur sanksi bagi masyarakat yang tidak memiliki KTP sebesar Rp50 ribu, Disdukcapil belum menerapkannya. “Sanksi untuk sekarang ini belum kita terapkan. Dalam razia yang kita lakukan kita masih melakukan sosialisasi dana pembinaan dulu,” terang Darussalam.

Sebelumnya, Darussalam menyebutkan sanksi denda akan diterapkan tahun depan. Sehingga, bagi warga yang tidak memiliki KTP tahun depan akan dikenakan sanksi sebesar Rp50 ribu. “Saat ini dalam razia yang kita gelar memang belum menerapkan sanksi, tapi kita masih melakukan sosialisasi, namun tahun depan bagi masyarakat yang tidak memiliki ktp akan langsung kita kenakan denda,” kata Darussalam.

Sementara, kalau ada warga di luar Kota Medan yang belum memiliki KTP saat dirazia, akan langsung dipulangkan ke asal domisilinya. “Kalau ada warga di luar Kota Medan kita temukan tidak memiliki KTP datang ke Medan, akan langsung kita pulangkan, sebab kalau dia tidak membawa kartu identitas berarti dia penduduk yang tidak jelas,” tegas Darussalam.

Namun, razia KTP (yustisi) yang dilakukan Pemerintah Kota Medan pada 2012 disambut dingin kalangan DPRD. Langkah tersebut dinilai kurang efektif menekan urbanisasi dan lebih jauh lagi bisa jadi ajang pungutan liar (pungli).(adl)

Panitera Pemeras Divonis 2 Tahun

MEDAN- Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Medan Edy Suhairy yang menjadi terdakwa pemerasan terhadap keluarga terdakwa perkara narkoba Said Ikhsan di vonis 2 tahun, denda Rp50 juta subsidair 2 tahun penjara. Putusan tersebut dijatuhkan majelis hakim PN Medan yang dipimpin M Nur, dalam persidangan lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Medan, Selasa (29/11).

Mendengar putusan yang dijatuhkan hakim M Nur, terdakwa Edy Suhairy hanya bisa tertunduk lesu di kursi pesakitan. M Nur dalam persidangan mengatakan, terdakwa  Edy Suhary telah terbukti bersalah melanggar UU pasal 11 No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan KUHPidana.

Tidak itu saja, dalam amar putusan majelis hakim memerintahkan pada JPU Maya SH, untuk mengembalikan uang pada Syarifah Hazanah sebesar Rp50 juta. “Uang yang selama ini disita sebagai barang bukti pemerasan tersebut harus dikembalikan pada Syarifah Hazanah ibu terpidana narkoba Said Ikhsan,” tegas M Nur SH.

Lebih lanjut dikatakan M Nur, putusan ini menolak tuntutan JPU pada persidangan sebelumnya agar majelis hakim menyita uang sebesar Rp50 juta untuk negara.

Hal-hal yang memberatkan terdakwa dalam amar putusan majelis hakim, terdakwa Edy Suhairi tidak mengindahkan peraturan pemerintah tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sementara itu  hal yang meringankan menurut majelis hakim, terdakwa Edy Suhairy belum pernah dihukum, mengakui perbuatannya, menyesal atas perbuatannya dan belum sempat menikmati hasil uang tersebut.

Diketahui, Panitera pengganti di PN Medan Eddi Suhairy (50), resmi dijadikan tersangka dan berstatus tahanan Dit Reskrim Poldasu pada 27 Maret 2011 lalu. Eddi tertangkap tangan memeras Syarifah Hazanah (50), orangtua Said Ikshan (20), terdakwa kepemilikian sabu-sabu seberat 17 gram.

Beradasarkan laporan pemerasan tersebut di Poldasu, polisi bersama korban Syarifah Hazanah berhasil meringkus Eddi di Jalan Amal Luhur, tepatnya di Grosir Aceh sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak untuk bertemu dan mengambil uang muka sekitar pukul 14.00 WIB.

Polisi yang meringkus Eddi mengamankan barang bukti uang masih dalam bungkusan sebanyak Rp50 juta sebagai uang muka, rekaman pembicaraan dan rekaman video saat penyerahan uang tersebut diambil oleh Eddi.

Korban mengaku dihubungi pelaku lewat ponsel untuk menyerahkan uang sejumlah Rp100 juta. Imbalannya, anak korban, Said Iksan, akan divonis bebas dalam perkara terkait kepemilikan narkoba jenis sabu yang saat itu dalam proses persidangan dan sudah dituntut 6 tahun penjara oleh JPU Teddy SH yang diketuai M Sabir SH, Selasa 1 Maret lalu.

Lazimnya, terdakwa kasus pidana yang sudah melalui agenda tuntutan, akan divonis tidak lama kemudian. Biasanya, hanya berselang seminggu saja. Namun dalam kasus ini, hingga panitera pengganti Eddi ditangkap, Said Ikhsan belum juga dipidana.

Sumber-sumber di kepolisian menduga, ada hubungan keterlambatan vonis ini dengan upaya pemerasan yang dilakukan panitera. Pasalnya, agenda vonis mestinya sudah berlangsung Rabu (23/3), dua hari sebelum ketua majelis hakim M Sabir SH mengetuk palu vonis. Tetapi dengan alas an yang tidak jelas, majelis hakim menunda vonis hingga Rabu (30/3). (rud)

Rumah Warga Dilempari Batu

Protes Pembangunan Gedung Sekolah Nanyang

MEDAN- Diduga karena tak senang atas penolakan warga atas pembangunan gedung baru Yayasan Nanyang International School, para buruh bangunan melempari rumah warga, M Sianipar dengan batu, Selasa (29/11) siang pukul 14.00 WIB. Tidak senang rumahnya diteror dengan lemparan batu, Alfrida Br Napitulu istri M Sianipar melaporkan kejadian itu ke Polsekta Medan Baru.

Alfrida br Napitupulu mengung kapkan, saat kejadian dirinya ber ada di dalam rumah. Tiba-tiba mendengar hujan batu beberapa kali yang menghantam atap rumahnya yang diduga berasal dari lantai II bangunan sekolah Nanyangn
“Saya tidak senang rumah saya dilempar dan saya laporkan ke Polsekta Medan Baru,” ujar Alfrida.

Selain itu, M Sianipar mengatakan, teror pelemparan batu terhadap atap rumahnya akan dibawa ke jalur hukum. “Saya sudah melaporkan hal ini kepada pihak kepolisian untuk mengunmgkap pelaku pelemparan rumah saya yang berasal dari lantai II bangunan sekolah Nanyang,” ungkap M Sianipar sembari memperlihatkan surat laporan dengan No.STPL/2877/XI/SU/2011/Polresta Medan/sek Medan Baru.

Sementara Pelita, warga Jalan Tomat lainnya mengatakan, teror pelemparan batu itu terjadi mulai Senin (28/11), usai warga Jalan Tomat melakukan aksi di depan sekolah Nanyang meminta agar pembangunan sekolah tersebut dihentikan.

“Setiap kami melakukan aksi di depan sekolah Nanyang, pasti salah satu rumah warga dilempari batu kerikil secara bertubi-tubi. Ini merupakan hari kedua kami menerima lemparan. Kami menduga yang melakukan adalah tukang-tukang yang bekerja di sekolah Nanyang,” kata Pelita.

Dijelaskannya, awalnya warga meminta agar para tukang yang sedang bekerja untuk berhenti bekerja. Tetapi para tukang tidak mengindahkan permintaan warga dengan mengejek mereka. “Kami meminta mereka untuk berhenti membangun. Malah kami yang dilawani tukang itu dengan mnengejek. Tukang tersebut membuka seperuh pakaiannya dengan menunjukkan kemaluannya,” jelas Pelita.

Untuk itu, lanjut Pelita, warga akan terus melakukan aksi guna menolak pembangunan gedung sekolah Nanyang International di Jalan Sriwijaya. Karena dinilai pihak yayasan sekolah Nanyang International tak mempedulikan dampak yang dirasakan warga sekitar atas pembangunan gedung baru sekolah yang menyalahi aturan.(adl/gus)

Waspadai DBD

Di musim hujan seperti saat ini, masyarakat diimbau untuk mewaspadai wabah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Salah satunya dengan memberantas sarang nyamuk yang ada di lingkungan kita. Imbauan ini disampaikan Kepala Puskesmas Kota Matsum, Dr Elfina Razali kepadan wartawan Sumut Pos Jhonson Siahaan, kemarin. Berikut petikan wawancaranya.

Apa saja program Puskesmas Kota Matsum saat ini?
Saat ini ada beberapa program yang dijalankan Puskesmas Kota Matsum, yaitu Programa PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk), Pemberantasan Penularan Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue), Program KB (Keluarga Berencana), Program KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan Program P2M (Pemberantasan Penyakit Menular).

Dalam menjalankan program tersebut, langkah apa yang dilakukan?
Petugas melakukan kerjasama dengan petugas kecamatan dan petugas kesehatan lainnya. Tidak hanya itu, kita juga berfkoordinasi dengan masyarakat. Petugas juga turun langsung ke lapangan bersama petugas kecamatan. Kita juga melakukan Jumat bersih untuk memberantas sarang nyamuk.

Dalam hal pemberantasan sarang nyamuk dan pemberantasan penularan penyakit DBD, langkah apa yang utama dari Puskesmas?
Petugas Patroli Kesehatan setiap harinya tetap melakukan tugasnya yaitu memberikan penyuluhan mengenai pemberantasan sarang nyamuk dan petugas kita tetap melakukan konseling kepada masyarakat agar tetap menjaga lingkungan bersih. Petugas juga melakukan pendataan dan pengamatan wilayah mana yang rawan tempat nyamuk bersarang. Namun, sejauh ini wilayah yang berada di bawah pengawasan Puskesmas Kota Matsum masih aman. Kita juga membagikan bubuk abate untuk langkah selanjutnya agar nyamuk tidak bersarang.

Berapa jumlah penderita DBD yang dirawat inap sejak Januari hingga November?
Berdasarkan data yang masuk, Januari jumlahnya 7 orang, Februari 3 orang, Maret tidak ada, April tidak ada, Mei 2 orang, Juni 1 orang, Juli 1 orang, Agustus tidak ada, September jumlahnya 3 orang, Oktober jumlahnya 5 orang dan November jumlahnya 1 orang. Jadi semuanya 23 orang.

Lantas, apa saja kendala yang dihadapi Puskesmas ini?
Kendala yang kita hadapi, masih minimnya SDM dan jumlah dokter di Puskesmas Kota Matsum ini. Dokter di sini hanya ada dua dokter umum dan dua dokter gigi.

Imbauan Anda kepada masyarakat, terkait pencegahan DBD seperti apa?
Saya harap agar masyarakat sama-sama menjaga lingkungan yang bersih dan berkoordinasi dengan petugas patroli kesehatan agar lingkungan menjadi bersih dari sarang nyamuk.(*)

Berobat, Motor Nyaris Hilang

Sudah Jatuh tertimpa tangga pula. Hal ini dialami Johan (29), warga Jalan Bakaran Batu Medan. Pasalnya, baru saja dia mengalami kecelakaan, eh sepeda motornya yang diparkirkan tepat di depan rumahnya raib digondol maling, Senin (28/11) sore.

Hilangnya sepeda motor tersebut saat Johan mengobati luka di kakinya akibat terjatuh dari sepeda motor yang dikendarainya siang itu. Sementara sepeda motor Spin BK 2657 SH yang dibawanya diparkirkan tepat di halaman rumahnya.

Saat itulah, dari dalam rumah sayup-sayup didengarnya suara mesin sepeda motor miliknya dihidupkan oleh tersangka yang diketahui bernama Viko Sidabutar (26), warga asal Tebing Tinggi. Saat Johan keluar rumah, dia melihat sepeda motor tersebut sudah dibawa orang tak dikenalnya.

Melihat itu, Johan spontan berteriak maling dan meminta tolong. Warga yang mendengar teriakan itu langsung berhamburan dan mengejar tersangka.

Sial bagi Viko, karena gugup dikejar puluhan warga, dia terjatuh dan tertimpa sepeda motor matic tersebut. Akibatnya, Viko jadi bulan-bulanan warga yang kesal dengan perbuatannya.

“Tadi pas lagi ngobati luka di rumah, motor ku kok hidup. Kunci masih di tanganku. Begitu ku tengok, keretanya sudah dibawa lari. Mungkin karena gugup, dia jatuh,” ujar Johan.

Tersangka pun akhirnya diserahkan ke petugas Polsekta Medan Timur yang langsung turun ke lokasi kejadian. Tersangka yang sudah babak belur kemudian diboyong ke Mapolsek Medan Timur bersama barang bukti sepeda motor milik korban untuk mempertanggungjawabkan perbuatan dan pemeriksaan selanjutanya. (gus)

Warga Miskin Serbu DPRDSU

Tak Pernah Terima Raskin, Jamkesmas dan PKH

MEDAN- Ratusan warga Kota Medan dari berbagai kecamatan mengadu ke Komisi E DPRD Sumut. Mereka mengaku belum pernah merasakan program nasional seperti, beras miskin (Raskin), Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan lainnya. Karenanya, mereka meminta Komisi E DPRD Sumut untuk memperjuangkan hak-hak mereka.

“Dari dulu sampai sekarang, saya tidak pernah merasakan program-progam pemerintah yang katanya untuk rakyat miskin,” ujar Amir Hamzah Gultom, kakek renta warga Menteng 7, Gang Murni, ketika memberikan pengakuannya di hadapan Ketua Komisi E DPRD Sumut John Hugo Silalahi di Ruang Rapat Komisi E DPRD Sumut, Selasa (29/11).
Tak jauh berbeda dengan Tiurmina Br Simanjuntak, warga Tangguk Bongkar 7, Kelurahan Tegal Sari Mandala 2. Bahkan, perempuan paro baya yang mengaku telah menjanda ini, dia sudah sempat melapor ke Kepala Lingkungan (Kepling) setempat, namun sayangnya kepling setempat tidak menggubrisnya.

“Dari dulu sampai sekarang, malah sampai suami saya sakit dan akhirnya meninggal dan hingga saat ini saya sendiri tidak pernah merasakan yang namanya beras miskin, Jamkesmas atau bantuan apa pun dari pemerintah. Kami minta bapak anggota dewan bisa memperjuangkan hak kami,” keluhnya.

Sementara perwakilan warga, Lipen Simanjuntak kembali menegaskan, dengan kondisi seperti ini menunjukkan dengan jelas, program-program tersebut tidak sepenuhnya berjalan sesuai dengan tujuannya yang mengutamakan kesejahteraan rakyat.

“Banyak praktek KKN, sehingga banyak masyarakat yang seharusnya layak untuk mendapatkan, malah tidak pernah merasakannya. Contohnya di Kelurahan Sei Kera Hulu, Medan Perjuangan, hanya satu orang yang mendapat bantuan sebesar Rp550 ribu,” ujarnya.
Padahal, sesuai hasil Pendataan Program Sosial oleh BPS Kota Medan, jumlah rumah tangga sasaran mencapai 485 KK. Hal ini menurutnya merupakan faktor ketidakjelasan dalam pendataan maupun verifikasi, dan standarisasi warga miskin.
Ia mengharapkan agar pihak yang berwenang untuk memeriksa dugaan penyelewengan dana PKH ini. Tidak hanya itu, jika terbukti menyalahi aturan, oknum tersebut harus diadili.

“Kami harap Anggota DPRD Sumut bisa membentuk tim pemantau ke daerah-daerah untuk memonitoring penyaluran dana ini,” ungkapnya.

Menanggapi hal itu, John Hugo mengatakan, banyak bantuan dari pemerintah yang saat ini bisa dirasakan warga yang kurang mampu, seperti bantuan kebutuhan hidup di panti sosial, bantuan usaha ekonomi produktif, bantuan alat cacat dan pendidikan gratis.

“Mendengar keluhan ini, kami hanya bisa sebatas menampung aspirasi. Kita akan memantau rusaknya tatanan birokrasi,” ujarnya. Tak lama, John Hugo menghubungi Sekda kota Medan Syaiful Bahri untuk mengutus Kadis Sosial Kota Medan, supaya datang dan menjawab keluhan warga ini. Karena, berdasarkan pengakuan sejumlah warga, pihak Dinas Sosial Kota Medan tidak menanggapi keluhan mereka, ketika para warga melapor ke dinas tersebut.
Tak berapa lama, pihak Dinas Sosial Kota Medan yang langsung dipimpin Pelaksana Tugas (Plt) Kadis Sosial Medan Marah Husin Lubis hadir di ruang Komisi E DPRD Sumut.

Pada kesempatan itu, Marah Husin mengatakan, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk menentukan siapa yang berhak menerima bantuan. Semua data diolah oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Medan, kemudian diusulkan ke Kemensos RI.

“Setelah data itu disetujui Kemensos RI, kemudian dikucurkan dananya langsung melalui kantor pos ke penerima. Kami tidak ada megang dana juga pendataan bukan dari kami. Bagaimana mungkin kami bermain di situ,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, memang bantuan ini sifatnya terbatas. Tidak semua warga miskin tertampung, dikarenakan kuotanya dibatasi. “Nanti saya akan bantu untuk usulkan ke BPS, supaya diusulkan ke Kemensos. Kami hanya bisa memfasilitasi saja. Kalau memang ada permainan di BPS, sama-sama kita libas,” ujarnya.(ari)

Sasaran 10 Peternak, Ditertibkan Cuma 3

Distanla Tertibkan Ternak Babi di Medan Area

MEDAN- Dari 10 peternak yang menjadi sasaran penertiban ternak berkaki empat, cuma tiga peternak yang berhasil ditertibkan di Kecamatan Medan Area. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk shock terapi kepada pemilik ternak kaki empat.

“Dari hasil pendataan pihak kecamatan melalui lurah dan kepling, ada 10 peternak dengan jumlah 48 ekor. Hari ini kita hanya melakukan penertiban terhadap 3 KK saja sebagai bentuk shock teraphy kepada pemilik ternak babi,” kata Kadistanla Kota Medan, Wahid di lokasi, Selasa (29/11) siang.

Saat melakukan penertiban di lapangan, juga terjadi cekcok antara Camat Medan Area, Irfan dengan staf Distanla Kota Medan, Emi. Pihak Distanla meminta agar seluruh hewan ternak yang ada di dalam kandang diangkat seluruhnya, sementara camat meminta agar satu hewan saja yang diangkat karena bentuk kepedulian terhadap warganya.

“Saya sudah menyurati kepada mereka untuk mengosongkan hewan ternak babi tersebut. Dan penertiban yang dilakukan kali ini saya minta agar tidak mengambil seluruh hewan ternak babi tersebut.

“Kalau mau penertiban ini dilakukan dengan mengambil satu sample saja hewan itu. Jangan dimabil semua, kasihan melihat mereka yang hidup dengan babi. Mereka juga adalah warga saya, kalau ada apa-apa dengan mereka saya juga yang dikejar mereka. Sedangkan ibu (Staf Distanla) tidak ada masalah,” kata Irfan.(adl)

Wali Kota Marahi Kadishub

Penertiban Terminal Liar Belum Efisien

MEDAN- Wali Kota Medan Rahudman Harahap menilai, penertiban terminal liar yang dilakukan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Medan belum maksimal. Karenanya, orang nomor satu di Pemko Medan ini memarahi Kadis Perhubungan Kota Medan Syarif Armansyah Lubis alias Bob dan Kasi Penertiban dan Penindakan Dishub Medan, Gunartin Tampubolon yang kala itu sedang duduk bersama di ruang lobi Novotel Soechi, di sela-sela sosialisasi pengalihan PBB-P2 dan BPHTB menjadi pajak daerah, Selasa (29/11).

Saat itu, Rahudman yang baru saja meninggalkan ruangan Sumatera Novotel Soechi di lantai I, langsung memarahi Gunartin. “Jangan duduk-duduk saja di situ. Buat bagus dulu penertiban itu. Dengar tidak apa yang kubilang,” kata Rahudman dengan nada keras.

Teguran Rahudman itu membuat Kadishub Medan Armansyah Lubis terlihat panik. Bahkan, seluruh pengunjung yang berada di sekitar lobi terheran sejenak. Beruntung para wartawan dapat meredam kemarahan Rahudman dengan mengajaknya wawancara.

Sementara, Armansyah yang ditemui wartawan koran ini untuk wawancara penertiban pool bus dan agen liar dan betor di Medan, dia enggan menjawab dan mengalihkannya kepada bawahannya. “Tanya saja itu sama kasinya. Ada kasinya di sini tadi,” kata Armansyah.

Disinggung soal sentilan Wali Kota Medan terhadap penertiban pool bus liar yang dilakukan saat ini, Gunartin menyebutkan, pihaknya akan terus berupaya berbuat semaksimal mungkin. “Saya tahu kenapa Pak Wali marah, karena operasi yang kami lakukan kurang maksimal khususnya penertiban betor. Namanya juga bawahan, kami siap bila ditegur. Tetapi penertiban tetap terus kita lakukan. Kalau dinilai belum maksimal, kami akan terus berupaya membuat semaksimal mungkin,” kata Gunartin. (adl)

Impor Gula Sumut Melonjak 88,86 Persen

MEDAN- Sumatera Utara akan tetap mengimpor gula untuk memenuhi kebutuhan gula putih, baik untuk konsumsi maupun industri. Alasannya, kebutuhan gula di Sumut hanya dipenuhi oleh PTPN II. Sementara hasil produksi tidak memenuhi kebutuhan.

“Kebutuhan Sumut akan gula masih dipenuhi oleh PTPN II, tetapi tidak dapat menutupi kebutuhan, karena itu kita masih harus impor,” ujar Kepala Dinas perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut, Darwinsyah.
Kebutuhan gula saat ini mencapai sekitar 35 ribu ton hingga 48.000 ton perbulan atau sekitar 210.000 per ton untuk Sumut dan NAD. Demi memenuhi kebutuhan akan gula pemerintah masih terus mendatangkan gula melalui perdagangan gula antarpulau terbatas (PGAT). “Pada Septermber 2011 kemarin, gula yang kita penuhi sebanyak 20 ribu ton,” tambah Darwinsyah. Selain pasokan gula tersebut, impor dari luar negeri masih tetap dan dibutuhkan dan terus mengalami lonjakan hingga 88,86 persen.

Menurut Darwin, surat rekomendasi PGAT untuk penambahan 20 ribu ton gula ke Sumut sudah dikeluarkan guna memenuhi kebutuhan gula putih di Sumut pada akhir September 2011. Hingga data terakhir gula yang sudah masuk dalam PGAT sudah mencapai 11.318 ton. “Kita harap alokasi akan bertambah lagi, tapi belum ada yang mengajukan surat rekomendasi. Penambahan  stok gula ini guna memenuhi kebutuhan Idul Adha, Natal dan Tahun Baru 2012,” ucapnya.
Meskipun begitu, lanjutnya, untuk realisasi rekomendasi tergantung pada daerah penghasil dan perusahaan yang mengajukan permintaan. Begitu pun, ia minta masyarakat tak perlu khawatir karena stok tetap ada mencapai 48 ribu ton ditambah lagi PTPN juga sedang panen. “Pasokan didatangkan dari daerah asal gula yakni Lampung dan Jawa Timur,” katanya. (ram)

Pengusaha Rotan Kelimpungan

Hari Ini, Larangan Eskspor Ditandatangani

MEDAN- Rencana larangan ekspor rotan bahan baku yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan dan Perindustrian (Kemenperindag) RI membuat sejumlah pengusaha dan pengrajin rotan bakal kelimpungan. Bagaimana tidak?, tercatat sejak tahun 1979, sudah ada 12 peraturan terkait dengan ekspor rotan. Yang terbaru akan segera muncul menggantikan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Ekspor Rotan yang berkhir 11 Oktober 2011 lalu.

“Saya sudah berdiri menjadi pengekspor sejak tahun 1972, dari 20 eksportir di Medan sekarang tinggal dua, dikarenakan pengusaha bingung karena peraturan terus berganti,” kata Marketing Communication CV Alam Raya Rattan, Tandil.

Menurutnya, pergantian peraturan tersebut tidak menghitung waktu, bahkan dalam tahun yang sama, peraturan terkait larangan ekspor rotan terus berganti.  “Bahkan pernah pada tahun 1989, tidak boleh ekspor rotan kecuali satu PT, ya jelas itu monopoli,” keluhnya.

Saat ini, pemerintah sudah mengeluarkan peraturan terbaru terkait ekspor rotan. Dimana pemerintah menghentikan ekspor rotan, dan akan menandatangani hasilnya hari ini Rabu (30/11). “Kita hanya mengharap, agar pemerintah dapat meninjau ulang peraturan yang mereka buat, jangan seperti ini, karena jika dilihat hasilnya 20 pengusaha rotan, sekarang ini hanya tinggal 2 tersisa,” beber Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Sumut, Maradu.

Menurutnya, ekspor rotan harus tetap dilakukan, karena kebutuhan dalam negeri tidak bisa menutupi produksi yang dihasilkan.

Dari catatan, industri dalam negeri hanya mampu menampung rotan sebanyak 15 ribu ton per tahun, sedangkan produksi yang dihasilkan sekitar 33 ribu ton pertahun. “Jadi kemana harus kita berikan sisanya?,” katanya setengah bertanya.

Dengan hasil yang tidak sebanding dipastikan akan banyak petani yang berhenti dari mencari rotan, karena tidak ada yang mau membeli. Atau bila ada yang membeli, pasti dengan harga yang murah karena banyaknya tantangan yang harus dihadapi untuk mengambil rotan.

Selama ini, kita mengenal rotan sebagai bahan baku untuk membuat furniture, tetapi untuk dalam negeri, furniture yang menggunakan bahan baku dari rotan belum menjadi daya tarik tersendiri. Sementara di luar negeri, rotan sangat diminati, karena memiliki nilai artistik yang tinggi. “Biasanya kita ekspor ke Jerman dan Italia,” ucap Maradu. Dengan ekspor para petani rotan semangat untuk mencari rotan di hutan karena memiliki nilai jual, tetapi dengan adanya peraturan baru membuat petani lesu karena akan mengurangi pemasukkan. “Jangan kami yang kecil yang dipermainkan, kami juga mau bekerja dan menghasilkan rupiah untuk keluarga,” ratap Togam Tobing, Petani Rotan asal Tapanuli Utara.

Dibandingkan rotan dari Kalimantan dan Sulawesi, harga rotan di Sumatera Utara lebih mahal. Ini karenak kualitas rotan Sumut lebih bagus, termasuk risiko yang ditanggung petani rotan lebih tinggi karena harus mengambil rotan dari hutan. “Taruhan saat mengambil rotan ini sangat besar, nyawa, karena kita harus mengambil rotan di pohon yang besar dan tinggi,” ujar Togam.

Penghasil rotan terbesar di Indonesia saat ini adalah kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Rotan dari Sumatera Utara terkenal dengan kualitas yang bagus, sehingga banyak pembeli yang meminta. Sementara dalam negeri tidak mampu membeli, dikarenakan harga yang tidak cocok. “Harga kita sekitar US$2000 (IDR= Rp10.000 jadi Rp20 juta) hingga 2200 ribu per ton, sedangkan harga rotan dari Kalimantan dan lainnya sekitar US$1700 hingga US$1800 per ton,” papar Tandil.
Untuk Sumut sendiri, kabupaten penghasil rotan terbesar ada di Tobasa, Taput, Tapsel, Dairi, Pak-pak, Madina, Tapteng, Simalungun dan Karo. (ram)

Tak Laku Dijual, Dijadikan Kayu Bakar

LARANGAN ekspor rotan, yang akan segera dikeluarkan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan (Kemenperindag) RI mendapat kecaman petani rotan di Sumatera Utara (Sumut). Salah satunya gabungan petani rotan se Sumut yang mendatangi Gedung DPRD Sumut, Selasa (29/11).

Salah seorang petani rotan asal Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Manaor Napitupulu dalam aksinya mengatakan, jika larangan ekspor rotan tersebut disahkan, maka rotan sama sekali tidak akan lagi memiliki harga jual dan hanya akan menjadi kayu bakar saja.

Ditambahkannya, sebagai pemanen rotan, dirinya berpenghasilan antara Rp800 sampai Rp900 ribu. Jadi, jika larangan ekspor tersebut diberlakukan, maka secara langsung dirinya dan teman-teman petani lainnya tidak akan lagi menikmati uang sebesar itu per bulannya alias kehilangan mata pencariannya.  “Bisa nggak kerja lagi kami,” katanya.
Petani rotan lainnya dari Kabupaten Madina, Pardamean Lubis mengatakan, dalam per minggunya, rata-rata mereka bisa memanen rotan sebanyak dua ribu batang. Untuk harga jual per batang yakni, Rp18 ribu. Sedangkan pekerja yang dimilikinya sebanyak 30 orang. “Hasilnya untuk keperluan para pemanen rotan lainnya. Kalau nggak boleh lagi ekspor, jadi mau dijual kemana. Gaji buat yang memanen rotan juga dari mana,” pungkasnya.

Ketua DPRD Sumut, Saleh Bangun yang  menerima para petani tersebut berjanji, akan menyikapi dan melanjutkan persoalan keluhan petani rotan itu ke Komisi B DPRD Sumut, guna dibahas dan dicarikan solusinya. “Saya akan meneruskan permasalahan ini ke Komisi B, untuk mencari jalan keluarnya,” janjinya.(ari)

Regulasi Perdagangan Rotan

– 1966-1979     Tidak ada regulasi
– 1979     Asalan dilarang, W/S dan 1/2 jadi boleh ekspor
– 1986    Asalan dilarang, W/S  dilarang, 1/2 jadi boleh ekspor
– 1988     Asalan dilarang, W/S dilarang,1/2 jadi dilarang ekspor
– 1988     Webbing dilarang
– 1989    Hanya PT Sari Perindo yang  oleh ekspor
– 1992     Semua rotan boleh ekspor, pajak super tinggi
– 1996     Semu rotan boleh ekspor,  pajak diturunkan karena  tekanan IMF
– 1998     Semua rotan bulat boleh ekspor
– 1998     Semua rotan bulat boleh ekspor (Beda menteri dari Bob Hasan menjadi Rahadi Ramelan)
– 2004    Rotan alam dilarang, budidaya dan 1/2 jadi boleh ekspor
– 2005    TSI dan 1/2 jadi boleh ekspor, pajak dan kuota
– 2009     Asalan dilarang, TSI dan 1/2 jadi oleh ekspor, pajak dan kuota