25 C
Medan
Saturday, December 20, 2025
Home Blog Page 14632

Yang Tua yang Ditangkap

Biasanya ketika umur semakin uzur manusia akan sibuk berbuat yang normal. Tampaknya hal itu belum terpikirkan oleh dua nenek di Binjai. Bagaimana tidak, keduanya malah asyik menjadi juru tulis togel. Tak pelak, keduanya pun ditangkap polisi.

Nenek pertama bernama Wesin alas Anik (55) warga Gang Bangkok, Kelurahan Slembah, Kecamatan Binjai Baratn
Dari tangan wanita yang biasa dipanggil Acim Anik ini, polisi mengamankan 2 unit HP dan 1 lembar kertas catatan nomor.
Nenek kedua Asiu (56) warga Jalan Bali Indah No 211, Kelurahan Suka Maju, Kecamatan Binjai Barat. Dari tangan nenek ini polisi mengamankan 3 unit HP yang digunakan untuk memasang togel dan kertas catatan nomor.

“Tertangkapnya dua tersangka ini, berawal dari informasi masyarakat tentang aktivitas kedua tersangka yang menulis togel. Atas informasi tersebut, Tim Unit Pemberantas Judi melakukan penyelidikan, dan hasilnya berjasil menangkap kedua tersangka,” terang Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Heru Prakoso.

Ceritanya kedua nenek ini memang terjaring razia. Ya, Polda Sumut memang sedang genjar memerangi judi khusus togel. Setiap hari terbit togel petugas terus memburu dan menangkap para pelaku judi togel. Rabu (5/10) sekira pukul 16.30 WIB, giliran wilayah Binjai diburu. Hasilnya? Ya, dua nenek tadi yang tertangkap. (mag-4)

Tim P2TL PLN Diminta untuk Dibubarkan

MEDAN- Kinerja Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) dari pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN), dianggap membuat resah masyarakat banyak. Maka dari itu, puluhan massa yang tergabung dalam LSM Sentral Monitoring Informasi Sumut menggelar unjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut, Kamis (6/10), guna menyoroti hal itu.

Koordinator Aksi, Abdul Thaib Siahaan pada orasinya mengatakan, keberadaan oknum PLN wilayah Sumbagut yang menjalankan program P2TL telah membuat resah masyarakat, terlebih para karyawan yang bekerja di perusahaan-perusahaan yang ada di Sumut. Mereka menilai, pelaksana program P2TL tidak tunduk dengan peraturan yang ada serta tabiat korupsi yang masih terpelihara. Sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

PLN dinilai telah membebani masyarakat, dengan kelalaian-kelalaian karyawannya sendiri dalam pemasangan segel meteran, contohnya pada PT Sari Tani Jaya. “Bahkan PLN tega menuduh pengusaha melakukan pencurian arus listrik hanya karena kebobrokan kerja dari pihak PLN itu sendiri,” ujarnya.

Untuk itu, mereka mendesak agar dilakukan pencabutan SK Sekjend Menteri ESDM nomor 7 tahun 2010, tentang program P2TL. Selain itu, massa juga meminta agar tim P2TL PLN Sumbagut dibubarkan, serta meminta rekening P2TL dan Opal PLN Sumbagut untuk diaudit.

“DPRD Sumut harus membentuk pansus PLN tentang kelistrikan di Sumut untuk mengusut hal ini. Apabila tuntutan ini tidak ditindaklanjuti, kami akan kembali turun ke jalan dengan massa yang lebih besar lagi,” tegasnya.
Ketua Komisi D DPRD Sumut Maratua Siregar, yang menerima para demonstran mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti hal tersebut.

Sementara itu, Deputi Manager Hukum dan Komunikasi PT PLN (Persero) Wilayah Sumut Raidir Sigalingging mengatakan, tim P2TL tidak akan dibubarkan. Sebab, tim P2TL dibentuk melalui Peraturan Menteri ESDM RI No 07 tahun 2010 tanggal 30 Juni 2010. Selain itu keberaadan P2TL juga atas Keputusan Direksi Nomor 234.K/DIR/2008 tanggal 23 Juli 2008 tentang P2TL yang disyahkan oleh Keputusan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Nomor: 318-12/20/600.I/2008 tanggal 11 Agustus 2008.

Dalam hal ini, lanjutnya, P2TL tercantung dalam pedoman kerja antara PT PLN dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) No.004.E/DIR/2009 dan No.Pol B/2/II/2009 tanggal 24 Februari 2009. Khusus P2TL Wilayah Sumut dilaksanakan bersama petugas Kepolisian Kota Besar Medan (Mapoltabes). “Keberadaan P2TL untuk menertibkan pencurian listrik. Sebab, kerugian yang diderita PLN Wilayah Sumut dalam tiap bulannya mencapai Rp30 miliar akibat dari pencurian listrik,” tegas Raidir.

Selain di DPRD Sumut, massa juga menggelar aksi di Mapoldasu. Di tempat ini massa diterima Kepala SPKT III Polda Sumut Kompol Ramli Anas Sitinjak. Kepada Ramli massa menyerahkan bukti adanya indikasi korupsi yang dilakukan manager P2TL dan OPAL  PLN Sumatera Utara.

“Ini informasi sangat berharga, untuk menindaklanjuti apa yang menjadi tuntutan massa, kami akan segera menyampaikan hal ini kepada Bapak Kapolda Sumut,” ucap Ramli kepada masa yang berdemo. (ari/mag-4)

Menko Kesra akan Hadiri Jubileum 150 Tahun HKBP Wilayah II

MEDAN-HKBP memiliki peran besar pada penyebaran agama Kristen di Sumatera Utara, khususnya di Tanah Batak, tepatnya 150 tahun yang lalu. Sepanjang itu, berbagai kegiatan berlandaskan cinta-kasih dilakukan untuk pembangunan jemaat dalam rangka membangun kehidupan berbangsa dan bernegara.

Nah, terkait dengan itu, perayaan Jubileum 150 Tahun HKBP Wilayah II direncanakan akan dilaksanakan di Stadion Teladan Medan, Minggu (9/10) nanti. Kegiatan sendiri akan dihadiri Menteri Kordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) HR Agung Laksono dan delapan tamu dari Kantor Pusat HKBP, Jerman yakni Pdt Christoph Gehring, Pdt Walter Walter Polman, Gisela Sohn, Gustav, Pdt Dietrich Weinbrenner, dan Dr Ulrich Moller. Dari Amerika ada Pdt Philip Baker dan  Pdt Malpica Padilla. Ada juga tamu-tamu luar negeri mitra Distrik HKBP dan mitra unit-unit lainnya.

Selain itu, akan hadir Plt Gubsu H Gatot Pujo Nugroho ST, Wali Kota Medan H Rahudman Harahap MM, dan lainnya. “Khusus jemaat HKBP yang hadir terdiri dari Distrik IX Medan-Aceh,” jelas Ketua Umum Panitia  DR RE Nainggolan. (jul)

Ahli Waris Korban Casa 212 Disantuni

MEDAN- Para ahli waris korban Pesawat Casa C-212 milik PT Nusantara Buana  Air (NBA) rute Medan-Kutacane yang jatuh 29 September lalu, diberi bantuan sebesar Rp100 juta per korban.

Bantuan Rp100 juta itu terbagi dua yakni, bantuan korban jiwa dari PT Jasa Raharja Rp50 juta dan Rp50 juta lainnya dari PT Jasa Raharja Putera, yang menjadi partner PT NBA mengasuransikan penumpangnya.
Santunan tersebut langsung diserahkan Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho, di Aula Martabe, Kantor Gubsu, Jalan Diponegoro Medan, Rabu (5/10).

Dalam sambutannya, Plt Gubsu meminta kepada para ahli waris, untuk mengikhlaskan kepergian sanak keluarga mereka, dalam tragedi tersebut.

Sebab, katanya, setiap manusia akan mengalami kematian yang tanpa seorang pun bisa mengetahui kapan ajal tersebut datang.

“Atas nama  saya pribadi, Pemprovsu dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah juga menyampaikan duka cita yang sedalam-dalamnya atas peristiwa yang pastinya tidak kita kehendaki bersama,” sebutnya.
Gatot juga mengungkapkan, peristiwa sebaiknya menjadi refleksi bagi semua  pihak.

Terutama, akan menjadi bahan evaluasi bagi pelaksanaan tugas pelayanan publik ke depan, khususnya di bidang perhubungan dan penanggulangan bencana.

Direktur Operasional Jasa Raharja Budi Setyarso mengatakan, pemberian santunan tersebut merupakan kewajiban PT Jasa Raharja atas premi asuransi yang dibayarkan pihak PT NBA sebagai pemilik pesawat yang menawaskan 14 orang penumpang dan empat kru pesawat tersebut. Pemberian santunan ini juga dilaksanakan serentak berdasarkan domisili ahli waris korban.

Masing-masing di Banda Aceh (sebanyak 10 orang), di Sumatera Utara (5 orang), di Jakarta (1 orang), Banten (1 orang), dan di  Jawa Timur  (1 orang).(ari)

Belanja Pemprov Sumut Bobol Puluhan Miliar

Dana Reses DPRD Dimainkan dengan Kuitansi Fiktif

JAKARTA-Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo membeberkan hasil pemeriksaan semester I Tahun 2011 di Jakarta, Selasa (4/10). Hasilnya, BPK menemukan 11.340 kasus atau senilai Rp26,69 triliun. Khusus untuk Pemprov Sumut, hasil pemeriksaan terhadap belanja daerah tahun anggaran 2009 dan 2010, ditemukan ketidakjelasan penggunaan dana yang nilainya mencapai miliaran rupiah.

“Dari total temuan pemeriksaan BPK tersebut, sebanyak 3.463 kasus senilai Rp7,71 triliun merupakan temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan,” kata Hadi Poernomo.
Di dokumen hasil pemeriksaan dipaparkan, beberapa temuan di Pemprov Sumut adalah, pertama, dokumen pertanggungjawaban belanja penunjang kegiatan reses DPRD Provinsi Sumut TA 2010 diragukankebenarannya sebesar Rp4.297.364.500,00 dan berindikasi merugikan keuangan daerah minimal Rp913, 36 juta.

Kedua, realisasi anggaran penataan ruang kerja Anggota DPRD Rp1, 04 miliar memboroskan keuangan daerah dan terdapat kekurangan fisik pekerjaan Rp38,7 juta.

Ketiga, beberapa pekerjaan di Sekretariat DPRD dilaksanakan melanggar ketentuan dan berindikasi merugikan keuangan daerah Rp101,3 juta. Empat, penyelesaian pekerjaan pada Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD,
Dinas Kesehatan dan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air melampui jangka waktu kontrak dan belum dikenakan denda keterlambatan minimal Rp323,37 juta.

Lima, pembayaran tak sesuai fisik pekerjaan Rp181,15 juta pada paket pekerjaan di Biro Perlengkapan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Daerah. Enam, terdapat dua kontrak atas pekerjaan yang sama pada pekerjaan pembangunan Mess Mahasiswa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara di Yogyakarta Tahun 2008 dan kelebihan pembayaran yang berindikasi merugikan daerah Rp918,512 juta.

Tujuh, beberapa kegiatan pada Biro Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah berindikasi merugikan Keuangan Daerah Rp322,38 juta.

Delapan, biaya pengadaan alat-alat kesehatan pada Dinas Kesehatan melebihi harga pasar Rp385,737 juta.
Sembilan, terdapat kekurangan fisik Rp570 juta, pemborosan Rp61,689 juta, serta jaminan pelaksanaan senilai Rp132,18 juta yang belum dicairkan. Ke10, terjadi rekayasa pembuatan Berita Acara penyelesaian pekerjaan pada kontrak peningkatan jalan penghubung/poros di PTA Rawa Kolang SP 3 kabupaten Tapanuli Tengah dan indikasi kelebihan pembayaran  Rp46,974 juta.

Sebelas,  pekerjaan pembukaan dan pembangunan jalan poros Permukiman Transmigrasi Baru di Muara Opu Kabupaten Tapanuli Selatan pada Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja berindikasi merugikan daerah Rp384,714 juta.
Dalam rincian laporan BPK dijelaskan, terkait dana reses DPRD, berdasarkan dokumen DPA Sekretariat DPRD diketahui antara lain terdapat kegiatan reses Pimpinan/Anggota DPRD sebesar Rp9.504.000.000,00, dengan realisasi sampai dengan 29 November 2010 sebesar Rp8.323.013.250,00 atau 87,57 persen.

Kegiatan reses Pimpinan/Anggota DPRD tersebut dilaksanakan sebanyak tiga kali yaitu pada bulan Mei, Agustus, dan November 2010, dengan wilayah yang terdiri dari sepuluh Daerah Pemilihan (Dapem) dan masing-masing Dapem terdiri dari 4 hingga 21 anggota Anggota Dewan. Setiap pelaksanaan kegiatan reses pimpinan/anggota DPRD masing-masing mendapatkan dana untuk pelaksanaan kegiatan reses antara Rp20 juta hingga Rp35 juta.

Wilayah Sumut terdiri dari 10 dapem. Dari hasil pemeriksaan atas bukti-bukti pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan reses pada Bendahara Pengeluaran Sekretariat DPRD diketahui bahwa dana kegiatan reses tersebut direalisasikan untuk belanja perjalanan dinas dalam daerah, belanja sewa tenda, belanja sewa meja kursi, belanja sewa sound system dan belanja makan minum dengan rincian sebagai berikut.

Di laporan BPK dijelaskan, berdasarkan konfirmasi lisan dan tertulis kepada beberapa staf tim reses diketahui bahwa staf tim reses bertugas menyusun administrasi pertanggungjawaban penggunaan dana reses, dan kemudian menyerahkannya kepada Bagian Keuangan Sekretariat DPRD. Sedangkan dana reses langsung diserahkan secara tunai kepada anggota DPRD. Pencairan dana reses dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama berupa panjar, sedang pada tahap kedua, sisa dana akan diserahkan kepada tiap anggota DPRD setelah SPJ dinyatakan lengkap dan diserahkan ke Bagian Keuangan Sekretariat DPRD.

Dalam setiap pelaksanaan kegiatan reses, tiap anggota DPRD diharuskan membuat laporan kegiatan pelaksanaan reses. Laporan tersebut dapat dibuat oleh perorangan maupun kelompok sesuai dengan daerah pemilihan. Berdasarkan hasil pemeriksaan atas laporan kegiatan reses tersebut diketahui bahwa laporan tersebut tidak memuat tempat pelaksanaan kegiatan secara jelas, jumlah konstituen dan daftar hadir peserta kegiatan, serta foto-foto kegiatan.

Atas ketidaklengkapan laporan tersebut, Tim BPK RI telah meminta pihak Sekretariat DPRD untuk melengkapi datadata kegiatan tersebut, namun sampai dengan tanggal 10 Januari 2011 pihak Sekretariat Dewan tidak dapat menyerahkan kelengkapan laporan tersebut.

Berdasarkan hasil konfirmasi Tim BPK RI dengan Lurah, Camat, dan Sekretaris Camat pada beberapa kecamatan/kelurahan yang berada di wilayah kota Medan diketahui bahwa selama tahun 2010, kelurahan/kecamatan tersebut tidak pernah melakukan koordinasi terkait kegiatan reses untuk anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara.

Pemeriksaan secara uji petik atas buku surat masuk pada enam kecamatan dan satu kelurahan tersebut juga menunjukkan tidak pernah ada surat pemberitahuan mengenai akan diadakannya kegiatan reses dimaksud. Kegiatan yang ada hanya berupa undangan kepada camat untuk menghadiri acara pertemuan dengan anggota DPRD Provinsi Sumut yang dilaksanakan di kantor wali kota Medan.

Sedangkan di beberapa kecamatan yang dilakukan pemeriksaan secara uji petik juga diketahui, bahwa belum pernah ada kegiatan maupun laporan mengenai kegiatan reses yang menghadirkan masyarakat pada kecamatan-kecamatan tersebut.

Dari hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti pertanggungjawaban diketahui bahwa penyedia jasa yang digunakan tidak dapat diyakini keberadaannya karena tidak terdapat alamat lengkap seperti nomor dan alamat/identitas lain selayaknya perusahaan penyedia jasa. Terdapat kuitansi-kuitansi pembayaran terhadap penyedia jasa yang tidak mencantumkan nama dan cap penyedia atau tidak ditandatangani sebesar Rp25, 987 juta. Terdapat kuitansi yang dicap dua kali dengan nama penyedia jasa yang berbeda pada satu kuitansi sebesar Rp13,63 juta.

Hasil penelusuran BPK dan konfirmasi kepada dua penyedia jasa yang tertera pada kuitansi pembayaran diketahui bahwa terdapat dua penyedia jasa yang digunakan untuk melengkapi bukti pertanggungjawaban namun menyatakan tidak pernah menyediakan jasa untuk keperluan reses anggota DPRD Dapem I Kota Medan, yaitu, pertama, persewaan teratak dan alat pesta Embun Sari di Jalan Sei Serayu Medan.

Perusahaan tersebut telah tutup sejak awal tahun 2010 dan menyatakan tidak pernah menyewakan tenda/teratak kepada DPRD SU dan diketahui bahwa cap yang digunakan persewaan Embun Sari berbeda dengan cap yang dibubuhkan pada kuitansi pembayaran.

Kedua, penyedia jasa konsumsi Rizka Catering di Jalan STM Ujung Medan. Perusahaan tersebut menyatakan tidak pernah menyediakan catering untuk kegiatan reses DPRD provinsi dan diketahui bahwa cap milik Rizka Catering berbeda dengan cap pada kuitansi pembayaran. Hal tersebut menunjukkan bahwa SPJ kegiatan sebesar Rp913.369.250,00 diduga direkayasa dengan mengatasnamakan penyedia jasa tersebut.

Ketiga, terdapat penyedia jasa yang berada di wilayah kota Medan tidak dapat ditelusuri dan diyakini keberadaannya, yaitu Penyedia jasa Harahap, Riko, Lenny, Utami Catering, Fablo Keyboard dan Fans. Selain itu, untuk penyedia jasa yang digunakan oleh Anggota DPRD Dapem selain Dapem I Kota Medan juga tidak dapat ditelusuri karena tidak mencantumkan alamat yang lengkap. Atas hal ini, terdapat belanja pada kegiatan reses I, II, dan III yang tidak dapat diyakini kebenarannya sebesar Rp4.297.364.500,00. (sam)

Kalapas Tanjung Gusta Terancam Copot

MEDAN-Penangkapan enam nara pidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Medan Tanjung Gusta yang diduga pelaku penipuan melalui short mesege sevice (SMS) menampar wajah Kemenkumham. Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham pun langsung bereaksi, berjanji memecat oknum di Lapas Tanjung Gusta, yang terlibat sindikat penipuan.

“Pastilah, pasti kita lakukan (pemecatan). Saya mantan Kakanwil (Kemenkumham) Medan. Sudah banyak yang saya berhentikan (saat menjabat di sana),” tegas Dirjen Pas, Sihabudin kepada JPNN, di Jakarta, Kamis (5/10).
Sihabudin tidak menampik kemungkinan akan segera mencopot Suwarso dari posisi Kalapas Tanjung Gusta.
Sedangkan anggota Komisi III DPR, Martin Hutabarat, meminta Kemenkumham mengevaluasi seluruh para Kalapas dan Ka Rutan di seluruh Indonesia.

“Lapas, Rutan itu apapun alasan yang dikemukakan ternyata tidak pernah steril dari tindakan-tindakan yang berupa kriminal seperti yang sekarang. Jadi, adanya juga narkoba di penjara, itu juga sering menunjukkan bahwa Lapas itu belum mampu dijamin steril faktor luar,” kata Martin.

Martin menegaskan, kasus Tanjung Gusta, merupakan tantangan besar bagi Dirjen Pas Kemenkumham yang baru untuk melakukan pembenahan. “Bagi Dirjen Pas baru, ini harus menjadi prioritas, bagaimana membenahi itu. Ternyata yang lalu-lalu itu belum bisa berhasil dan masih banyak kelemahannya,” katanya.

Martin meyakini, aksi penipuan itu tidak mungkin bisa dilakukan tanpa kerjasama yang diberikan Kalapas melalui para petugasnya. “Bagaimana orang (narapidana) bisa memiliki HP, bagaimana mereka membeli pulsanya, kan gitu? Apalagi mengerjakannya juga bukan satu dua orang, tapi banyak porang dan itu dilakukan setiap hari. Mana mungkin itu tanpa diketahui para petugas, tidak masuk akal,” kata Martin tak habis pikir.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar tak mau bawahannya disalahkan begitu saja. Dia menegaskan, aksi sindikat penipuan lewat SMS dan telepon yang dilakukan napi Lapas Tanjung Gusta bisa terjadi juga terkait dengan pribadi seseorang dalam hal ini narapidana. “Ya, itu saya kira mengubah mental orang tidak mudah, berkaitan dengan pribadi orang sih,” kata Patrialis, usai rapat kerja dengan Komisi III DPR RI.

Bagaimana sikap Patrialis ketika mengetahui bahwa aksi itu sudah lima tahun berjalan dan dikendalikan oleh sindikat dari balik Lapas? “Ya, kita kan tidak tahu kalau dia menjalankan penipuan. Iya kan?” kata Patrialis.

Dia lantas meminta Dirjen Pas Kemenkumham, Sihabudin untuk memberikan keterangan lebih lanjut. Sihabudin pun lantas mengatakan, pihaknya akan melakukan penelusuran dan penindakan terkait kasus itu.

Diperketat

Pasca penangkapan keenam napi, ini pengamanan Lapas langsung diperketat. “Akan sering dilakukan razia terhadap para napi serta pengunjung yang ingin besuk kelaurganya,” kata Kalapas Klas I Medan, Suwarso kepada wartawan di Medan.

Para pengunjung yang ingin membesuk keluarga akan ditingkatkan pemeriksaan terhadap barang bawaannya. “Kita meminta pembesuk menitipkan handphonnya di pintu utama,” ungkapnya lagi.

Dirinya sangat prihatin terhadap pemeriksaan yang dilakukan oleh anggotanya, karena masih menggunakan cara manual. “Gimana kita bisa melakukan pemeriksaan yang lebih ketat lagi, karena pemeriksaan yang dilakukan masih cara manual, tapi kita harapkan kesadaran masyarakat agar menjaga dan tidak akan mengirimkan handphone kepada keluarganya di Lapas,” tadasnya.(boy/jpnn/mag-7)

Bagi Napi, Penjara Rumah yang Nyaman

Dugaan kuat, ribuan narapidana (napi) di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tanjung Gusta, Medan, terlibat penipuan melalui layanan pesan singkat (SMS) dan telepon.

Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Erlangga Masdiana mengatakan, para penjahat yang sedang menjalani masa hukuman tetap nekad melakukan tindak kejahatan, lantaran penjara dianggap tempat yang nyaman untuk melakukan aksi pidana.

Erlangga mengatakan, sudah bukan rahasia lagi bahwa para napi yang punya uang banyak bisa menikmati fasilitas enak di dalam penjara. Keinginan untuk bisa menikmati fasilitas enak itu juga mendorong napi untuk mencari uang, antara lain melakukan aksi penipuan.

“Di penjara itu mereka bertemu jaringan dan atau membentuk jaringan. Selama ini yang terjadi adalah mafia peredaran narkoba. Para mafia hidup enak di penjara karena mereka punya uang. Penjara tak membuat jera, tapi malah menjadi rumah kedua para napi,” ujar Erlangga Madiana kepada koran ini kemarin (5/10), saat dimintai tanggapa atas terungkapnya pelaku penipuan lewat telepon yang dikendalikan napi LP Tanjung Gusta.

Modus kejahatan jenis baru yang dikendalikan dari balik terali penjara ini, menurut Erlangga, juga membuktikan bahwa para napi saling belajar. “Mereka saling belajar. Karena napi itu sudah punya potensi melakukan kejahatan lagi, maka proses belajar modus kejahatan yang lain cepat sekali,” kata Erlangga.

Faktor lain yang memicu para napi tetap beraksi di balik jeruji penjara adalah banyaknya waktu luang. Ini juga menunjukkan kegagalan pemerintah melakukan pembinaan kepada para napi. Kalau banyak kegiatan pembinaan, maka waktu para napi tersita untuk kegiatan positif. “Kalau waktunya luang,  mereka saling berinteraksi, belajar korupsi dari para koruptor, belajar membunuh kepada napi kasus pembunuhan, dan seterusnya,” katanya.

Ditegaskan Erlangga, dugaan ribuan napi di Tanjung Gusta terlibat sindikat penipuan, juga menunjukkan buruknya upaya penyadaran para napi. “Kalau pembinaan berjalan baik, pastilah mampu membuat para napi dihinggapi rasa bersalah yang tinggi karena telah berbuat jahat. Yang terjadi, malah sebaliknya,” imbuhnya.

Menurut Erlangga, karena pembinaan tak jelas, penjara lebih mirip menjadi tempat pembuangan sampah. “Sampah itu, semakin lama semakin membusuk,” ujarnya membuat perumpamaan. Ini terjadi, kata dia, karena aparat hukum lebih banyak melakukan tindakan pemenjaraan, dibanding upaya-upaya pencegahan. Akibatnya, hampir seluruh penjara over capacity.

“Maling singkong dipenjara, maling ayam dipenjara, pembunuh dipenjara, koruptor juga dipenjara. Semua masuk penjara, sesak, tak dibina dengan baik. Mereka dianggap sampah, akhirnya benar-benar membusuk,” pungkas Erlangga. (sam)

2 Warga Medan Korban Petrus di Tebing Tinggi

Satu Tewas, Satu Sekarat

TEBING TINGGI- Peristiwa penembakan misterius yang terjadi di dekade 1980-an yang dikenal dengan sitilah ‘Petrus’ terjadi di Tebing Tinggi, Rabu (5/10). Dua warga Medan menjadi korbannya. Satu bernama Herman Basuki (48), warga Jalan Balai Desa No 44, Kecamatan Medan Sunggal, tewas setelah sempat dirawat di Rumah Sakit Herna, Tebing Tinggin
Sedangkan Sugiarto alias Tiar (32) penduduk Pasar 6, Jalan Belawan, Medan Labuhan, sekarat dan kini dirawat intensif di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

Kasat Reskrim Polres Tebing Tinggi, AKP Lili Astono, menduga kedua korban ditembak di sebuah café di belakang kantor PDIP di Desa Sei Bamban, Kecamatan Sei Bamban, sekitar pukul 08.30 WIB. AKP Lili Astono masih belum bias menyimpulkan motif penembakan. “Kita masih mendalami kasus ini, informasi masih simpang siur, namun kami tetap berkordinasi dengan Polres Serdang Bedagai,” kata Lili.

Sedangkan menurut seorang perwira di Mapolresta Tebing Tinggi yang ditemui di RSU Bayangkara Medan, Sugiarto bertemu seseorang di Terminal Terpadu Amplas. Orang tersebut mengajak Sugiarto kerja di Sei Rampah.

“Orang itu ngajak ada job sewa ke Sei Rampah. Di Sei Rampah ketemu Basuki di sebuah cafe. Dilokasi itu lah mereka ditembak. Kemudian kedua korban diantar ke RS Herna naik Inova oleh orang yang belum diketahui identitasnya,” ujar perwira tersebut.

Kabid Humas Polda Sumut Kombes Heru Prakoso juga mengaku pihak kepolisian belum mengetahui motif penembakan. “Seorang pengantar sudah terdeteksi, sekarang sedang dimintai keterangan. Infonya penembakan itu terjadi pukul 03.00 WIB dini hari,” kata Heru.

Hingga kemarin, penyidik sedang meminta keterangan dari istri Herman Basuki. Polisi juga mengaku belum bisa membuktikan jenis peluru yang dipakai pelaku.

Penyidik polisi membenarkan kalau Herman Basuki adalah residivis yang pernah menjalani penahanan di Polres Belawan dan Lembaga Permasyarakatan (LP) di Belawan selama beberapa bulan pada
2004.

“Sugiarto  yang masih menjalani perawatan medis di rumah sakit Bhayangkara di Kota Medan menjadi saksi kunci penembakan,” kata AKP Lili.

Informasi yang berhasil dikumpulkan, Herman Basuki tewas setelah peluru menembus perut sebelah kanan. Jenazahnya divisum di RSUD Dr Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi.

Sedangkan korban sekarat, Sugiarto  mengalami luka tembak di sebelah kanan bawah dada. Menurut petugas medis Rumah Sakit Herna Tebing Tinggi, peluru bersarang di dekat paru-paru sehingga paru-paru sebelah kanan tertutup darah.

Menurut keterangan dokter jaga di Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit Herna, dr Samsul, kedua pasien diantar Bidan Anita Situmorang yang buka praktik di Jalan Cemara, Kota Tebing Tinggi. “Bidan itu mengantar dua pasien dengan luka tembak dalam keadaan luka parah, sekitar jam sembilan pagi. Sayang satu pasien meninggal sekitar jam 10,” ucap Samsul.

Korban tewas selanjutnya dibawah ke Rumah Sakit Bhayangkara Kota Tebing Tinggi, sedangkan korban yang masih sekarat langsung dilarikan pihak kepolisian ke Rumah Sakit Bahayangkara Medan.

Bidan Anita Situmorang yang ditemui di Jalan Cemara, Tebing Tinggi, mengaku menerima telepon dari Agus, pemilik balai pengobatan tradisional di Kota Tanjung Morawa, Deli Serdang. Menurut Agus, ada pasien dengan luka tembak yang akan diantar ke tempat pratek Bidan Anita. “Katanya mereka pelaku rampok. Itulah kata si Agus. Dia meminta tolong untuk merawat dua pasien luka tembak,” kata Anita.

Pukul 08.00, Bidan Anita menerima kedua pasien dengan luka tembak dibagian perut. Melihat luka yang dialami keduanya, Bidan Anita mengaku tidak mampu memberikan pertolongan. “Langsung saja kubawah ke Rumah Sakit Herna untuk dirawat,” kata Anita sambil menutup pintu.

Sementara dokter UGD di Rumah Sakit Bahyangkara Kota Tebing Tinggi belum bisa menyimpulkan jenis peluru yang digunakan pelaku. “Kami tidak berani memberikan komentar, itu seharusnya ada pemeriksaan tim forensik terlebih dahulu,” ujar dokter di sana.

Hal yang sama diucapkan pihak manajemen RSUD Dr Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi.

Istri Herman Basuki, Dariami alias Ani (43), mengetahui suaminya tewas dari suadaranya yang berada di Tebing Tinggi. Menurut Ani  yang ditemui di Mapolres Tebing Tinggi, dirinya tidak bertemu dengan suaminya sejak Minggu (2/10) lalu sekira pukul 17.00 WIB. “Sore itu, Herman pamitan pergi bekerja. Katanya dia mau berangkat ke Sidikalang membawa mobil kanvas untuk berjualan rokok,” aku Dariami.

“Dia langsung naik mobil angkot nomor 99 jurusan Pula Brayan-Sunggal. Itulah terakhir bertemu dengannya,” kata istrinya Dariami yang terus menangis.

Ani mengetahui suaminya bekerja serabutan sebagai sopir di Medan. Kalau sudah bekerja, suaminya jarang pulang.
Dariami berharap kepada kepolisian segera menangkap pelaku pembunuh suaminya dan mengungkap motif penembakan. “Saya meminta pihak kepolisian segera menangkap pelaku pembunuhnya dan diadili secara tegas,” pinta Dariami.

Sementara itu, Jumin (58), ayah Sugiarto,  mengetahui anak  ditembak dari pihak RSU Bayangkara Medan. “Sampai saya disini (RSU Bayangkara Medan), saya melihat anak saya terkulai karena ditembak orang,” ungkapnya.
Jumin yakin, anak pertamanya dari empat bersaudara tersebut tidak memiliki masalah dengan orang lain. Tetapi dirinya tidak mengetahui anaknya yang telah memberinya empat cucu itu berada Sei Rampah serta atas keperluan apa.
Sepengetahuan Jumin, anaknya bekerja sebagai sopir angkot Medan Bus 135 jurusan Martubung-Amplas.
“Saya meminta pihak kepolisian agar mengusut pelaku penembak anak saya,” pintanya.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Tebing, Iptu Pandu, mengaku belum mengetahui kronolagis maupun motif kejadian. Korban sendiri menurutnya belum bisa dimintai keterangan.
“Aku juga belum tau ini. Tadi korban ada di rumah sakit Herna, dan dirujuk kemari. Dia (korban.red) belum bisa dimintai keterangan,” ujarnya.(mag-3/mag-7/ari)

Mantan Guru yang Berguru Ilmu Perang ke Yugoslavia

Widodo Harjoprawito, Ahli Balistik yang Pernah Jadi Penasihat Militer Bolivia

Widodo Harjoprawito adalah salah seorang produk sengketa politik pada 1965. Sempat hijrah ke berbagai negara karena kondisi tanah air runyam, dia kembali ke Indonesia membawa pengetahuan tentang persenjataan. Siapa dia?

AGUNG PUTU ISKANDAR, Jakarta

Dalam sidang peninjauan kembali (PK) kasus pembunuhan bos PT Rajawali Putra Banjaran Nasruddin Zulkarnaen di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pekan lalu, Widodo tampil sebagai saksi ahli yang membela terpidana Antasari Azhar.

Dari pemeriksaan kondisi dua peluru kaliber 0,38 inci yang membunuh Nasrudin, Widodo membeber fakta mengejutkan. Dia mengatakan, dua peluru itu meluncur dari dua pistol berbeda.

Selain itu, melihat kondisi peluru tersebut, satu peluru ditembakkan tanpa medium. Artinya, peluru itu ditembakkan langsung ke kepala korban. Padahal, versi polisi selama ini menyebutkan bahwa suami siri Rani Juliani itu ditembak dari luar kaca mobil. “Satu peluru masih utuh saat diambil dari kepala korban, sedangkan satunya sudah penyok, bahkan berupa serpihan. Mereka tidak melewati medium yang sama,” kata lelaki 76 tahun itu.

Dasar pernyataan Widodo adalah berita acara pemeriksaan laboratoris kriminalistik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Satu peluru memiliki berat 9,605 gram dan satunya 5,855 gram. Jika belum ditembakkan, dua peluru tersebut memiliki berat yang sama, 10,1 gram. “Peluru pertama menunjukkan bahwa dia sangat mendekati utuh. Sedangkan peluru kedua seperti berupa serpihan karena melalui medium keras (kaca mobil, Red) sebelum sampai ke korban,” katanya.

Ini berarti membuka berbagai kemungkinan tentang kematian Nasruddin.

Bisa jadi dia dihabisi sebelum Daniel Daen Sabon (eksekutor Nasruddin yang disewa Williardi Wizard) menembaknya dari luar mobil dalam perjalanan pulang dari padang golf Modern Land, Tangerang. Apalagi, posisi peluru tersebut berada di belakang-bawah telinga sebelah kiri menembus otak kecil. Dengan fakta itu, mustahil menembak Nasruddin dalam posisi duduk.

“Saya tak mau berspekulasi. Saya cuma kasih pendapat bahwa satu peluru (yang ditembakkan mengenai otak kecil, Red), ditembakkan secara langsung, tanpa melewati medium keras seperti kaca. Itu tugas penyelidik untuk membuktikannya,” kata Widodo yang ditemui di kawasan perkantoran Menteng, Jakarta Pusat, Senin (3/10).
Nama Widodo di jagat balistik memang jarang terdengar. Dia baru muncul saat memberikan kesaksian untuk Antasari dan Williardi Wizar (perwira menengah polisi yang juga menjadi terpidana kasus pembunuhan Nasruddin).

Sebelumnya, nama Widodo nyaris tak pernah muncul. “Saya tak terlalu banyak muncul dan bicara soal persenjataan. Soalnya, nanti takut ada yang tersinggung kalau sampai saya sebut rahasia negara,” katanya lantas terkekeh.
Widodo saat ini berusia 76 tahun. Lama berkecimpung di dunia balistik membuat pendengarannya berkurang. Dalam sidang Antasari, dia harus didampingi seorang pengacara untuk mengulang pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan berbagai pihak. Meski sudah senior, Widodo selalu bersemangat kalau berbicara soal persenjataan. “Kalau orang sudah cinta pada profesi, apa saja dilakukan seperti melakukan hobi,” katanya.

Lelaki kelahiran Bojonegoro, Jatim, 1935 itu memang termasuk orang lama di dunia balistik Indonesia. Pada 1963, dia masuk ke PT Pindad di bagian penelitian dan pengembangan. Padahal, Widodo sama sekali tidak berlatar belakang militer. Dia hanya lulusan jurusan ilmu pasti Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) Malang, sekarang menjadi Universitas Negeri Malang. Setelah lulus pada 1958 dan menjadi guru di beberapa SMA, Widodo lantas melamar ke PT Pindad. “Saya hidup di masa perang. Karena itu, saya suka sekali terlibat di hal-hal tentang perang,” katanya.

Widodo termasuk orang yang menyaksikan sendiri sejumlah peperangan di Indonesia. Saat masih belasan tahun, dia sempat menyaksikan bom diluncurkan di dekat rumahnya di Bojonegoro dan beberapa kontak senjata di daerah Lamongan. “Dulu bapak saya kan pernah jadi camat di Semlarang, Lamongan. Makanya, sejak kecil saya selalu senang dengan peperangan,” katanya.

Di Pindad, gairah Widodo terhadap dunia militer terpenuhi. Dia menjadi orang yang mengurusi penelitian balistik dan roket. Penelitian dan pengembangan itu sempat menuai hasil. Pindad pernah mampu menerbangkan roket kecil berukuran 5 sentimeter bikinan sendiri. Prestasi itu diganjar oleh Kepala Laboratorium PT Pindad Azwar Anas (yang kemudian menjadi menteri perhubungan dan menko kesra di era Presiden Soeharto) untuk tugas belajar persenjataan ke Yugoslavia.

Widodo berangkat ke negara Balkan itu pada 1964. Dia belajar persenjataan di Yugoslavia lima tahun hingga 1969. Masa belajar lima tahun itu tak dihabiskan Widodo hanya di kelas-kelas teori. Sering dia menyelidiki sendiri gudang-gudang senjata Yugoslavia. Ternyata, militer negeri yang pecah sejak 2003 lalu itu menyembunyikan senjata dengan dikubur dalam tanah jauh di dalam hutan. “Sebab, kalau diletakkan dalam gudang, tinggal di bom saja sama musuh,” katanya.

Gara-gara rasa penasaran yang tinggi itu, Widodo sempat ditangkap tentara Yugoslavia karena dianggap mata-mata. Mantan guru di SMA 6 Jakarta itu sempat meringkuk di tahanan empat hari sebelum akhirnya dilepaskan. “Saya bilang, saya bukan mata-mata. Indonesia tidak memiliki persoalan dengan Yugoslavia,” katanya.

Karena sedang tugas belajar di Yugoslavia itulah, Widodo tidak mengalami peristiwa kelam Gerakan 30 September (G 30 S). Namun, dia terus memonitor perkembangan di tanah air. “Saya bilang pada diri saya, itu bukan perang saya. Kalau PKI yang menang, bisa jadi orang-orang PNI (Partai Nasionalis Indonesia, Red) yang dibunuhi,” katanya.
Widodo memang aktivis tulen saat muda. Dia pernah menjadi Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) PTPG Malang. Karena itu, saat tugas belajarnya selesai pada 1969, Widodo menolak kembali ke Indonesia. Sebab, para aktivis GMNI ditangkapi oleh Orde Baru karena dianggap berafiliasi dengan PNI. “Beberapa kelompok di PNI dulu dianggap PKI, ditangkapi,” katanya.

Widodo pun desersi. Dia memutuskan untuk berimigrasi ke Kanada pada 1970. Bapak dua anak itu lantas bekerja di sebuah perusahaan asuransi. Salah seorang pimpinannya kemudian menawari dia bekerja di pertambangan emas di Bolivia. Sebab, pengetahuan Widodo tentang bahan peledak bisa dimanfaatkan. Widodo lantas hijrah ke Bolivia pada 1972.

Di Bolivia, Widodo menikah dengan perempuan lokal. Dari pernikahan itu dia dikaruniai dua anak. Widodo masih penasaran dengan dunia militer. Karena itu, dia melamar ke angkatan bersenjata Bolivia pada 1976. Dia kebagian tugas di bidang litbang persenjataan. Pekerjaan Widodo bermacam-macam. Mulai pemeliharaan alat-alat bersenjata, meriam, pistol, hingga menguji senjata-senjata yang akan dibeli Bolivia. Widodo juga sempat mengajar perwira-perwira militer Bolivia.

Selama sepuluh tahun, Widodo mengabdi pada militer Bolivia. Pada 1987, dia pulang ke Indonesia karena urusan keluarga. Sulung dari enam bersaudara itu akhirnya menetap di Indonesia sampai sekarang. Istrinya yang asli Bolovia dan dua anaknya dia bawa serta.

Widodo menilai, paradigma terkait persenjataan saat ini harus diubah. Negara, kata dia, jangan berpikir terus-terusan soal pengadaan alutsista. Sebab, alutsista tak akan ada gunanya tanpa peluru. “Tank itu tidak bisa menghancurkan musuh. Yang bisa menghancurkan musuh itu peluru. Begitu juga pesawat dan alat-alat persenjataan lain,” katanya.
Selain itu, kata Widodo, pengadaan alutsista selama ini sering salah kaprah. Negara hanya berpikir membeli alat-alat yang dimiliki negara lain. “Tidak harus begitu. Kita harus berpikir bagaimana perkembangan militer musuh dan bagaimana kita menghadapi teknologi persenjataan mereka,” katanya. (c2/nw/jpnn)

Arab Saudi Rusuh

Sakit, Calhaj Asal Sidimpuan Meninggal

RIYADH-Musim haji telah tiba. Tetapi, Arab Saudi justru harus menghadapi persoalan pelik: mulai berkobarnya demonstrasi menentang rezim berkuasa seperti yang telah terjadi di banyak negara Arab lain sejak akhir tahun lalu.
Kemarin dini hari WIB, setidaknya 14 orang terluka akibat kerusuhan di Kota Al Awamiyah, Provinsi Al Qatif, provinsi di bagian timur negeri monarki tersebut yang mayoritas penduduknya merupakan muslim Syiah.

Itu terjadi setelah petugas keamanan pemerintah melepaskan tembakan ke arah demonstran yang menuntut penghapusan diskriminasi dan perubahan konstitusi ?tema sentral di hampir semua revolusi Arab yang berkobar sejak akhir tahun lalu.

Versi pemerintah, sebelas di antara 14 korban luka-luka itu adalah para petugas, tiga lainnya demonstran. Namun, sejumlah aktivis anti pemerintah kepada koran Inggris The Independent mengatakan bahwa korban di pihak mereka mencapai 24 orang, tiga di antara mereka perempuan.

Bahkan, tak tertutup kemungkinan ada yang meninggal. Para aktivis belum bisa memastikan hal tersebut karena suasana masih kacau-balau dan menegangkan hingga tadi malam WIB. Pers asing juga tak bisa masuk ke lokasi kejadian karena diblokade pemerintah.

Kerusuhan kemarin merupakan akumulasi demonstrasi yang berlangsung sejak Minggu lalu (2/10). Pemicunya adalah penangkapan seorang pria berusia 60 tahun oleh petugas. Itu dilakukan agar anak si pria itu, yang seorang aktivis, mau menyerah.

Ahmad Al Rayah, juru bicara Masyarakat untuk Pembangunan dan Perubahan yang berbasis di Al Awamiyah, kepada The Independent menjelaskan bahwa sebagian besar korban sipil terluka saat bentrok sengit terjadi Selasa (4/10) sekitar pukul 20.00 waktu setempat. Petugas keamanan, lanjut Al Rayah, menembak secara membabi buta.
“Massa melempari sebuah kantor polisi (tempat pria 60 tahun itu ditahan) dengan batu. Ketika seorang aktivis hak asasi manusia bernama Fadel Al Mansaf datang ke kantor tersebut, dia justru juga ditahan,” terang Al Rayah.

Al Rayah menambahkan, baru dalam protes kali itulah petugas keamanan melepaskan tembakan ke arah demonstran. Pada aksi jalanan serupa Februari lalu ‘dalam skala yang lebih kecil’ petugas mengarahkan tembakan ke udara.
Al Qatif merupakan wilayah pinggir pantai berpenduduk lebih dari 474 ribu orang. Sebesar 94 persen penduduknya merupakan penganut Syiah. Daerah tersebut kaya minyak. Bahkan, cadangan minyaknya terbesar di dunia.

Karena itu, Riyadh tak bisa memandang sebelah mata potensi konflik yang mungkin menjalar dari Al Qatif. Amerika Serikat, sekutu utama Arab Saudi, jelas akan menekan rezim Raja Abdullah bin Abdul Aziz agar segera mengakhiri api revolusi di Al Qatif.

Washington pasti mengkhawatirkan suplai minyaknya bakal terganggu kalau kerusuhan itu membesar, apalagi meluas. Seperti disampaikan oleh Hamza Al Hassan, aktivis anti pemerintah yang kini mengasingkan diri ke Inggris, kemungkinan Arab Saudi bernasib sama dengan Tunisia, Mesir, Yaman, Bahrain, dan Syria sangat terbuka. Apalagi, Al Qatif berbatasan langsung dengan Bahrain, yang sampai sekarang pun masih bergolak.

“Setelah melihat video kejadian di kawasan tersebut, terus terang saya khawatir konflik itu akan meluas. Sebab, banyak orang di wilayah itu yang memiliki senjata yang selama bertahun-tahun ini didatangkan dari Iraq dan Yaman,” ujar Al Hassan kepada The Independent.

Kalau benar meluas, Riyadh jelas bakal menghadapi masalah besar. Sebab, saat ini konsentrasi pengamanan mereka curahkan pada kegiatan haji yang berlangsung di Makkah dan Madinah. Jutaan jamaah dari seluruh dunia berada di sana.

Kaum Syiah di Arab Saudi selama ini memang kerap dianaktirikan oleh rezim Ibnu Saud yang berkuasa di Arab Saudi, yang beraliran Sunni-Wahabbi. Oleh kalangan Wahabbi, Syiah dianggap aliran sempalan yang tak pantas disebut muslim.

Dalam hal lapangan pekerjaan, misalnya. Menurut Hamza Al Hassan yang berasal dari Al Safwa, kota tetangga Al Awamiyah, itu, meski kaya minyak, jumlah penganggur di dua kota tersebut tinggi sekali. Padahal, 70 persen populasinya adalah anak-anak muda. Itu belum termasuk pengekangan terhadap beragam hak asasi manusia.
Warga Syiah di Arab Saudi kian marah setelah Maret lalu Riyadh mengirim 1.500 tentara untuk turut membantu memadamkan demonstrasi di Bahrain. Hingga kini, para serdadu Saudi itu masih bercokol di negeri yang mayoritas warganya beraliran Syiah, tetapi dipimpin rezim penganut Sunni tersebut.

Sementara itu, Riyadh menuding, ada negara asing yang memprovokasi kerusuhan di Al Qatif. Bisa ditebak, negara yang dimaksud adalah Iran, negeri Syiah yang selama ini memang selalu menjadi sasaran pengambinghitaman oleh Arab Saudi.

Namun, seperti biasa, tudingan dari Riyadh itu tak pernah disertai bukti. Pekan lalu, 20 dokter di Bahrain yang divonis 20 tahun penjara karena menolong demonstran anti pemerintah menyatakan juga disiksa selama interogasi agar membuat pengakuan palsu bahwa Iran-lah yang berada di belakang aksi demonstrasi.

Calhaj Sidimpuan Meninggal

Sementara itu, seorang jamaah calon haji (Calhaj) asal Sidimpuan, Ali Hasaran Nasution Bin Hipuli Nasution, meninggal dunia di RS Haji Medan pukul 23.15 WIB, Selasa (4/10). Dari diagnosa yang dilakukan dokter, Ali meninggal disebabkan radang paru-paru.

Koordinator Humas PPIH Sumut Sazli Nasution menjelaskan, jamaah calhaj kloter II Embarkasi Medan ini sebelumnya menunda keberangkatannya, dikarenakan dehidrasi atau kekurangan banyak cairan ketika di Asrama Haji Embarkasi Medan. Atas hal tersebut, Ali ditemani sang istri Nurbaiti Hulipan Daulay dilarikan ke RS Haji Medan untuk mendapatkan perawatan.

Menurut Sazli, Ali diberangkatkan ke rumah duka di Sidimpuan Rabu (5/10). “Namun, belum diketahui apakah istri almarhum akan berangkat ke Mekkah atau tidak, sebab bagasi jamaah telah berada di Jeddah,” terangnya.

Sementara itu, sebanyak 455 jamaah calhaj asal Labuhan Batu telah tiba di Asrama Haji Embarkasi Medan, kemarin (5/10). Ke-455 jamaah Calhaj ini tiba bersama dengan lima petugas kesehatan yang kini mereka (Jamaah calhaj, Red) masih menerima pengarahan dari PPIH Sumut.

Pada jamaah kloter V Embarkasi Medan ini terdapat jamaah tertua dengan usia 82 tahun atas nama Kamiran Muhammad Nasim Binti Muhammad Nasim, dan jamaah termuda Ella Ramadayani Nasution Binti Syafaruddin Nasution dengan usia 17 tahun.

Dua Calhaj Medan Belum Divaksin

Dua jamaah calhaj kloter IV asal Medan menghindar dari pemberian vaksin saat hendak dikarantina di Asrama Haji Medan. Karenanya, kedua jamaah calhaj ini tetap harus diberikan vaksin agar memudahkan proses pemeriksaan di Arab Saudi.

Kabag Humas PPIH Sumut Sazli Nasution menjelaskan, seorang tim kesehatan haji Ziad Batubara menuturkan ada dua jamaah calhaj yang berhasil menghindari pemberian vaksin. “Alasan jamaah yang satu yakni dirinya asal Medan, namun bekerja di Kalimantan sehingga tak sempat mengikuti pemberian vaksin Meningitis, kemudian yang satunya lagi karena takut disuntik,” paparnya.

Sazli mengharapkan, para pengurus di daerah jangan sampai kebobolan lagi situasi seperti ini. “Sebab jika para jamaah tak diberikan vaksin tersebut, akan menimbulkan masalah ketika masuk Bandara King Abdul Aziz di Jeddah,” jelasnya. (c11/ttg/jpnn/saz)