26 C
Medan
Monday, December 29, 2025
Home Blog Page 3434

Pegawai PD Pasar Unjukrasa di Balai Kota, Tuntut THR Natal Dibayar

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Puluhan karyawan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Kota Medan melakukan unjukrasa di depan gedung Balai Kota Medan, Jalan Kapten Maulana Lubis No.2, Selasa (20/4). Adapun kedatangan mereka, yakni untuk menuntut pembayaran tunjangan hari raya (THR) Natal tahun 2020 yang belum kunjung dibayarkan hingga saat ini. “THR Natal tahun 2020 lalu belum dibayarkan sampai hari ini.

Kami sudah mengadu ke direksi tapi tidak ditanggapi, makanya kami aksi ke sini,” ucap salah seorang pegawai PD Pasar Kota Medan, Maludin Sidebang saat aksi.

Selain itu, Maludin juga mengatakan, jika para pegawai PD Pasar juga telah melaporkan masalah ini kepada mantan Dirut PD Pasar Kota Medan sebelumnya, yakni Rusdi Sinuraya dan Benny Sihotang. Menurut Maludin, THR tahun 2020 untuk karyawan yang beragama Islam saja, baru dibayarkan bulan lalu. “Ini sudah mau lebaran lagi, artinya teman-teman yang beragama Islam sudah mau terima THR lagi. Kami yang Natalan, THR kami tahun lalu belum juga diberikan sampai sekarang,” ketusnya.

Selain menuntut pembayaran THR Natal, Maludin juga mengeluhkan besaran gaji karyawan PD Pasar Kota Medan yang masih di bawah upah minimum kota (UMK), yakni sekitar Rp3,2 juta.”Tahun ini UMK Medan nilainya Rp3,2 juta. Saya sendiri sudah bekerja 32 tahun di PD Pasar, tapi gaji saya di bawah itu,” ujarnya.

Bahkan, katanya, masih ada pekerjaan harian lepas (PHL) PD Pasar Kota Medan yang gajinya hanya sekitar Rp1,7 juta per bulan atau hanya setengah dari nilai UMK Medan tahun 2021.

“Contohnya tukang sampah di pasar itu, mereka gajinya hanya Rp1,7 juta,” katanya.

Saat massa sedang berorasi, Wakil Wali Kota Medan Aulia Rachman pun tiba dengan mobil dinasnya. Politikus Partai Gerindra itu pun meminta perwakilan pegawai PD Pasar Kota Medan untuk bertemu dan menyampaikan aspirasinya secara langsung. “Perwakilan 4 orang naik ke atas, kita bicara di ruangan saya saja,” kata Aulia singkat.

Dalam pertemuan tersebut, Wakil Wali Kota Medan H.Aulia Rachman berjanji akan membayarkan THR tersebut dalam waktu dekat. Untuk itu, pegawai PD Pasar yang belum menerima THR Natal tahun 2020 diminta untuk bersabar. Hanya saja, Aulia belum bisa menjanjikan kapan hak karyawan tersebut akan dibayarkan.

“Tadi aspirasi kami diterima Pak Aulia Rachman. Beliau menjanjikan pembayaran THR dilakukan dalam waktu dekat. Kami diminta bersabar. Begitu juga masalah pergantian direksi, katanya akan ditindaklanjuti,” pungkas para perwakilan yang bertemu dengan Aulia diruangannya.

Sementara itu, Komisi III DPRD Medan meminta Ketua Badan Pengawas (Banwas) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Medan, sekaligus Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan, Wiriya Alrahman untuk campur tangan dalam menyelesaikan masalah ini.

Kepada Sumut Pos, Anggota Komisi III DPRD Medan, Hendri Duin meminta agar Ketua Banwas segera memberikan solusi dari permasalahan tersebut. “Di situ lah fungsi Banwas. Harusnya kalau ada masalah seperti ini, mereka juga ikut menyelesaikan. Panggil itu direksi PD Pasar, lalu segera cari solusi dan cairkan segera THR Natal mereka,” kata Duin kepada Sumut Pos, Selasa (20/4) di ruang kerjanya.

Selain itu, lanjut Duin, selaku Ketua Banwas, Wiriya juga harus segera menanyakan kesiapan para PD yang ada di Kota Medan, baik PD Pasar, PD Pembangunan, maupun PD RPH tentang kesiapan mereka dalam membayar THR Idul Fitri yang tinggal menghitung minggu.

“Jadi bukan hanya untuk yang sudah tertunggak seperti THR Natal pegawai PD Pasar. Bahkan sudah bisa lah Banwas juga menanyakan, sudah ada kah direksi ketiga BUMD itu menyiapkan anggaran untuk pembayaran THR Idul Fitri dalam waktu dekat? Di sini peran Banwas kan harus ada juga. Direksi ketiga BUMD ini pun harus aktif juga, berkolaborasi lah dengan Banwas nya,” tegasnya.

Untuk itu, lanjut Duin, pihaknya di Komisi III DPRD Medan berencana untuk memanggil para direksi PD Pasar, Banwas dan para pegawai yang belum dibayarkan THR nya dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi III DPRD Medan. “Kita usahakan supaya kita di Komisi III segara menggelar RDP terkait belum dibayarkannya THR Natal pegawai PD Pasar ini. Kita mau ini segera ada solusinya, jangan berlarut-larut,” pungkasnya. (map/ila)

Pemko Medan Diminta Segera Cairkan Dana Bantuan Nonsertifikasi 7000 Guru Honor

ILUSTRASI: Seorang guru SD honor saat bersama muridnya. Sudah setahun uang insentif guru honor SD

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi II DPRD Medan mendesak Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Medan untuk segera melakukan pembayaran dana bantuan nonsertifikasi untuk guru honor, baik pada sekolah negeri maupun sekolah swasta di Kota Medan. Sebab, saat ini 7 ribuan guru honor sedang menanti pencairan dana tersebut.

ILUSTRASI: Seorang guru SD honor saat bersama muridnya. Sudah setahun uang insentif guru honor SD

Sekretaris Komisi II DPRD Medan Dhiyaul Hayati mengatakan, pendistribusian bantuan untuk guru honor yang sudah dialokasikan di APBD diharapkan dapat menjadi prioritas, mengingat kesulitan ekonomi di masa pandemi Covid 19 saat ini.”Sekitar 7 ribu lebih jumlah tenaga guru honor yang saat ini menunggu pencairan (dana bantuan non sertifikasi) itu. Kita harapkan untuk triwulan I, bulan April ini dapat terealisasi, apalagi saat ini umat Islam akan menyambut Idul Fitri,” ucap Dhiyaul, Selasa (20/4)

Dikatakan politisi PKS Kota Medan itu, Pemko Medan melalui Dinas Pendidikan dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), diharapkan dapat memberikan perhatian serius terhadap kondisi ekonomi para guru honor yang sangat sulit akibat terdampak Covid 19. Apalagi diketahui, upah guru honorer memang sangat kecil. Sebelum adanya pandemi sekalipun, kata Dhiyaul, kesejahteraan para guru honorer di Kota Medan masih jauh di bawah standar sejahtera.”Pencairan guru honor dapat dijadikan skala prioritas ketimbang program lain. Kita harus melihat kondisi para guru, apalagi menyambut lebaran, tentu banyak sekali kebutuhan,” ujarnya.

Selain bantuan untuk guru honor, Dhiyaul juga meminta Pemko Medan untuk dapat menyegerakan pencairan bantuan Maghrib mengaji, bilal mayit, pengetua gereja, serta guru sekolah minggu. “Seluruh bentuk bantuan itu kita harapkan dapat disalurkan per triwulan dan dapat dicairkan tepat waktu,” katanya.

Senada dengan Dhiyaul, Wakil Ketua DPRD Medan, H.Rajuddin Sagala meminta Pemko Medan, dalam hal ini Dinas Pendidikan untuk segera mencairkan dana bantuan nonsertifikasi tersebut.”Tidak ada alasan untuk memperlama pencairannya. Terlepas ini menjelang Idul Fitri atau tidak, yang namanya hak para guru honrer, apabila sudah waktunya untuk dibayarkan, maka harus segera dibayarkan,” tegasnya.

Rajuddin juga meminta kepada Disdik Kota Medan untuk lebih peduli dengan nasib para guru honorer di Kota Medan yang masih jauh di bawah garis kesejahteraan. Mengingat, upah guru honorer di Kota Medan memang masih jauh dibawah upah minimum kota (UMK). “Kalau Pemko Medan belum bisa meningkatkan upah guru honorer, setidaknya ya janganlah ditunda-tunda pembayaran hak-hak mereka yang lainnya. Artinya harus ada kepedulian dan rasa empati kepada para guru honorer ini, tak ada masyarakat yang tak mau hidup sejahtera,” ungkapnya.

Ditanya mengenai hal itu, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Medan, Adlan SPd MM ketika dikonfirmasi mengatakan jika pihaknya sedang berupaya dalam melakukan percepatan pencairan.”Iya, saat ini sedang proses. Ini kita usahakan secepatnya,” sebut Adlan.

Seperti diketahui, bantuan guru honor di SD dan SMP Negeri dan swasta non sertifikasi bersumber dari APBD Pemko Medan. Untuk Tahun 2021 ini, Pemko Medan telah mengalokasikan dana sekitar Rp40 miliar sebagai anggarannya. Anggaran itu bertujuan untuk membantu kesejahteraan para guru, demi tercapainya peningkatan mutu pendidikan di Kota Medan.

Adapun rincian peruntukan anggaran sejumlah Rp40 miliar di Tahun 2021 ini, yakni untuk guru honor sekolah negeri yang belum sertifikasi sekitar Rp23 miliar dan guru honor swasta yang belum sertifikasi sekitar Rp14 miliar. Sedangkan sisanya sebesar Rp3 miliar dialokasikan untuk bantuan operator dapodik. (map/ila)

Ombudsman Angkat Bicara Soal Pengusiran Wartawan, Pemko Medan Harus Fasilitasi Wawancara Doorstop

UNJUKRASA: Puluhan wartawan di Kota Medan berunjukrasa menuntut agar Wali Kota Medan mengevaluasi sistem pengamanan, Selasa (20/4). triadi wibowo/sumut pos.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar angkat bicara terkait pengusiran dua jurnalis di Balai Kota Medan. Dimana, pengamanan Wali Kota Medan, Muhammad Bobby Afif Nasution dinilai berlebihan Sedangkan wartawan harus menjalani tugas sesuai dengan Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

UNJUKRASA: Puluhan wartawan di Kota Medan berunjukrasa menuntut agar Wali Kota Medan mengevaluasi sistem pengamanan, Selasa (20/4). triadi wibowo/sumut pos.

“Saya melihat masalah ini dari tiga sudut pandang. Pertama, dari sisi Bobby Afif Nasution sebagai menantu presiden mendapatkan pengamanan sebagaimana diatur dalam PP No 59 tahun 2013,” kata Abyadi kepada wartawan, Selasa (20/4).

Kedua, Abyadi mengatakan, Bobby sebagai pejabat publik, yakni Walikota Medan yang dalam jabatannya terdapat hak-hak publik. Kemudian, ketiga, wartawan yang menjalankan tugas pers sebagaimana diamanahkan UU No 40 tahun 1999 tentang Pers. Bobby sebagai bagian dari keluarga presiden, memang dijamin pengamanannya sebagaimana diatur dalam PP Nomor 59 tahun 2013 tentang Pengamanan Presiden dan Wakil Presiden, Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden Beserta Keluarganya. Pada Bagian Ketiga di PP No 59 ini, secara khusus disebut pengamanan anak dan menantu presiden dilaksanakan Paspampres dan Satuan Komando Kewilayahan.

“Jadi, ketika Paspampres melaksanakan tugasnya mengamankan menantu presiden, itu adalah bagian dari amanah ketentuan peraturan. Dan harus diingat, pasal 12 menyebutkan, pengamanan anak dan menantu itu dilakukan selama masih menjabat sebagai presiden. Dan, bentuknya adalah pengamanan pribadi, pengamanan kegiatan dan pengawalan,” kata Abyadi.

Meski Bobby Nasution berstatus menantu Presiden Joko Widodo, menurut Abyadi, saat menjadi Wali Kota Medan sebagai pejabat publik yang memiliki hak-hak publik untuk dikonsumsi masyarakat luas di Kota Medan. “Karena itu, sebagai pejabat publik, ada kewajiban untuk memberi layanan atas hak-hak publik atau masyarakat dimaksud. Setidaknya, memberi layanan kepada masyarakat atas informasi,” kata Abyadi.

Salah satu bentuk pemberian layanan informasi kepada masyarakat itu, kata Abyadi, dilakukan melalui pers sebagaimana diatur dengan jelas dalam UU No 40 tahun 1999 tentang Pers. “Melalui wartawan yang menjalankan tugas-tugas jurnalistik, pers menyampaikan informasi yang dibutuhkan masyarakat dari pejabat publik,” tutur Abyadi.

Dalam pasal 6 UU No 40 tahun 1999 tentang Pers menjelaskan, pers nasional hadir guna memenuhi hak-hak masyarakat untuk mengetahui. Kemudian, pers juga berperan mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar serta melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. “Artinya, saya ingin mengatakan bahwa, teman-teman wartawan yang menjalankan tugas jurnalistik itu, juga dilindungi oleh undang-undang. Mereka menjalankan tugas mencari dan mengolah informasi, untuk memenuhi hak publik atau masyarakat,” jelas Abyadi.?

Di tengah kondisi itu, Abyadi menilai, Pemko Medan yang seharusnya mengambil langkah bijak agar kedua kepentingan itu bisa dilaksanakan. Di satu sisi pengamanan Bobby sebagai menantu presiden dapat dilaksanakan sesuai PP No 59 tahun 2013, tapi di sisi lain Bobby sebagai pejabat publik tetap bisa memberikan layanan atas hak-hak publik atau masyarakat.

“Dan, yang paling penting lagi adalah, bagaimana agar teman-teman wartawan dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya guna memenuhi hak publik sebagaimana amanah UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, dapat dilaksanakan. Ini yang sangat penting. Di sinilah pentingnya peran fasilitasi yang dilakukan Pemko Medan,” jelas Abyadi.

Menurut Abyadi Pemko harus memfasilitasi dengan menyiapkan tempat atau ruangan untuk wartawan yang dapat melakukan wawancara doorstop kepada Wali Kota Medan baik saat pagi masuk kantor maupun saat sore pulang kantor. “Bila ruang atau tempat yang selama ini digunakan teman teman wartawan menunggu walikota saat ini sudah harus disterilkan, maka Pemko Medan yang seharusnya segera menyiapkan tempat/ruangan baru buat teman-teman wartawan. Bila memungkinkan, posisinya bisa mengakses walikota untuk wawancara/doorstop,” harap Abyadi.

Selain itu, pola lain adalah, dengan mengefektifkan peran Humas. “Jadi, Humas harus bisa menjelaskan setiap isu-isu public yang menjadi pertanyaan teman-teman media,” jelas Abyadi.

Terlepas dari semua itu, Abyadi mengharap agar miskomunikasi ini dapat segera diselesaikan. Karena menurut saya, kedua-duanya saling membutuhkan. Wartawan butuh keterangan Wali Kota sebagai pejabat publik. Tapi, walikota sebagai pejabat publik juga paling membutuhkan wartawan. “Saya menyarankan agar masalah ini segera diakhiri. Sehingga permasalahan dapat selesai dan komunikasi antara wartawan dan Bobby Nasution dapat kembali berjalan dengan baik. Demi kebaikan bersama, sebaiknya didatangi teman-teman jurnalis itu. Diajak ngobrol ringan di ruangan. Saya yakin, teman-teman jurnalis itu akan dewasa. Mereka orang orang cerdas,” pungkasnya.

FJP Desak Perbaiki SOP Pengamanan

Ketua FJP Sumut, Lia Anggia Nasution mengatakan dengan tegas, jika Wali Kota Medan sebaiknya bersedia meminta maaf dan mau memperbaiki standar operasional prosedur (SOP) pengamanan yang ada disekitarnya.

Dia pun sangat menyayangkan adanya pelarangan dan pengusiran oleh petugas pengamanan Wali Kota Medan terhadap dua wartawan yang akan melakukan wawancara doorstop dengan Bobby Nasution selaku Wali Kota Medan.”Seharusnya Wali Kota Medan Bobby Nasution sebagai pejabat publik menyadari bahwa jurnalis dilindungi UU Pers No.40 tahun 1999. Sehingga tidak sampai terjadi tindakan yang menghalangi jurnalis mendapatkan informasi dari Wali Kota Medan,” kata Anggi, Selasa (20/4).

Anggi juga menyebutkan, pihaknya tidak mempersoalkan sistem pengamanan terhadap Bobby Nasution sebagai keluarga presiden secara pribadi. Akat Tetapi, Wali Kota sebagai pejabat publik juga harus memiliki SOP pengamanan khusus atau tersendiri untuk para jurnalis yang menjalankan tugas-tugas jurnalistik yang dilindungi undang-undang.

“Wali Kota Medan Bobby Nasution harus terbuka terhadap jurnalis. Bobby harus meminta maaf atas kejadian yang dilakukan pihak pengamannya. Selanjutnya ke depan, jelaskan SOP pengamanan yang tidak mengganggu dan bernuansa menghalang-halangi tugas jurnalis,” ucapnya.

Menurut Anggi, hal ini sangat lah penting. Sebab, jika maaf dan perubahan SOP tidak dilakukan, kondisi riuh bisa terus bergulir terkait ketersinggungan wartawan. Walaupun sebelumnya, sudah ada pertemuan makan malam atau buka puasa bersama Wali Kota Medan dengan insan pers di Kota Medan. (gus/map/ila)

LAPK Dorong Disahkan Perda Perlindungan Konsumen

Ibrahim Nainggolan

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) se-gera membahas terkait Peraturan Daerah (Perda) perlindungan konsumen dengan DPRD Sumut. De-ngan tujuan disahkan sebagai Perda di Sumut ini.

Ibrahim Nainggolan.

“Pemprov Sumut sebenarnya sudah memulai menyusun naskah akademis Perda Perlindungan Konsumen di Sumatera Utara tahun 2020. Langkah ini patut diapresiasi, karena tidak lebih dari 5 provinsi yang memiliki aturan Perlindungan Konsumen,” ujar Ketua LAPK, Ibrahim Nainggolan, Selasa (20/4).

Ibrahim mengatakan, dorongan pemangku kepentingan diperlukan untuk percepatan lahirnya Perda Perlindungan Konsumen. Harapannya tahun ini atau tahun depan sudah masuk Prolegda dan dapat disahkan oleh DPRD Sumut. Idealnya momentum hari konsumen nasional, perlindungan konsumen di Sumut diharapkan lebih baik.

“Pemprov Sumut harus memiliki kebijakan yang mengatur aktivitas perdagangan yang dapat melindungi masyarakat dan menjamin iklim usaha yang sehat. Kebijakan perlindungan konsumen dan perdagangan di level nasional harus diturunkan dalam kebijakan level daerah yang lebih teknis untuk mengatur perlindungan konsumen,” kata Ibrahim.

Indek Keberdayaan Konsumen (IKK) masih kategori mampu patut diduga minimnya pengetahuan konsumen akan hak dan kewajibannya. Pengetahuan konsumen terhadap produk sudah tinggi disebabkan banyak media informasi baik media mainstream atau media online. “Tetapi di sisi lain, perkembangan media juga ikut mempengaruhi perilaku dan metode konsumen dalam membeli atau memakai produk. Sementara kemampuan konsumen memproteksi dirinya dari ekses negatif produk masih rendah, termasuk budaya komplain, kritis dan mengadu ke lembaga konsumen masih rendah,” tutur Ibrahim.

Keberadaan berbagai Lembaga Konsumen dan BPSK yang ada di 4 kabupaten/kota sepertinya belum optimal menjalankan peran untuk menyelesaikan keluhan konsumen. Hal ini terkonfirmasi rendahnya pengaduan yang ada, kalaupun ada konsumen yang mengadu tetapi pengaduan ke YLKI Jakarta dan BPKN banyak berasal dari Sumut. “Idealnya keluhan konsumen di Sumatera Utara harus diselesaikan lembaga konsumen di Sumatera Utara atau konsumen dapat mengadu ke BPSK yang ada di Medan, Pematang Siantar, Sibolga dan Asahan,” jelas Ibrahim.

Motto Hari Konsumen Nasional tahun ini Konsumen Berdaya Pulihkan Ekonomi Bangsa tentu sejalan dengan harapan Pemprov Sumut. Ibrahim menjelaskan bagaimana produk yang dikonsumsi masyarakat aman dan nyaman digunakan, serta bagaimana pelaku usaha dalam negeri atau UMKM dapat berkembang. “Tentu karakteristik yang berbeda dibandingkan daerah lain, provinsi Sumatera Utara harus segera memiliki Perda Perlindungan Konsumen karena produk yang masuk ke Sumatera Utara banyak berasal dari luar provinsi dan luar negeri, maka mendesak kebijakan level provinsi dilahirkan yaitu Perda Perlindungan Konsumen,” kata Ibrahim.

Selain itu, lanjutnya, Perda Perlindungan Konsumen dapat memperkuat peran lembaga konsumen dan BPSK yang ada di Sumut. Karena, garda terdepan penyelesaian keluhan konsumen berada pada lembaga konsumen dan BPSK. “Keterlibatan dalam kegiatan pengawasan yang dilakukan pemerintah juga penting dilakukan dan pembagian peran dalam Perda Perlindungan Konsumen akan mengoptimalkan perlindungan terhadap masyarakat dan produk pelaku usaha yang berkualitas,” pungkasnya.(gus/ila)

Tawuran di Belawan Diduga Ada Aktor Intelektual

PETASAN: Tawuran antarpemuda di Belawan menggunakan petasan, sudah terjadi beberapa kali dalam bulan ini.fachril/sumut pos.

BELAWAN, SUMUTPOS.CO – Tawuran antarpemuda yang terus berkelanjutan dan berpindah tempat yang terjadi di wilayah hukum Polres Pelabuhan Belawan. Tindakan melanggar hukum tersebut diduga terorganisir dan ada aktor Intelektual. Dugaan ini disampaikan Pengamat Kriminolog, Dr Redyanto Sidi, SH, MH).

PETASAN: Tawuran antarpemuda di Belawan menggunakan petasan, sudah terjadi beberapa kali dalam bulan ini.fachril/sumut pos.

Tawuran yang terus-menerus terjadi di Belawan, kata Redyanto, para pelaku dilengkapi dengan senjata tambahan seperti mercon. Ia menduga ada skenario yang sengaja diciptakan agar suasana tidak kondusif di Belawan. “Secara logika, dari mana mercon itu, kalau memang dibeli harganya pasti tidak murah. Ini yang harus ditelusuri polisi agar bisa menjawab, apakah tawuran yang selama ini terjadi didalangi aktor Intelektual,” sebut Redyanto.

Ditegaskan Dosen Pascasarjana Hukum ini, polisi harus menelusuri penyebab tawuran itu dengan menangkap pelaku tawuran. Dari mereka bisa dimintai keterangan terhadap mercon yang mereka peroleh, apakah diterima dari orang lain atau dibeli secara bersama-sama dengan uang sendiri. 

“Yang jelas, tidak mungkin mercon semahal itu bisa dibeli sendiri. Bisa jadi ada yang memberikan sebagai dalang di balik ini semua. Jadi polisi kita minta bisa menyelidiki dengan mengintrogasi pelaku untuk mengusut apa sebenarnya penyebab tawuran hingga berlangsung secara berpindah-pindah. Nanti akan diketahui juga faktor lain di balik tawuran tersebut,” ungkapnya.

Selain itu, dampak dari tawuran yang terus berkelanjutan, kata Redyanto, disebabkan historis penegakan hukum selama ini terhadap peristiwa tawuran tidak dilaksanakan secara tegas dan terukur. Sehingga, para pemuda terlibat tawuran tidak takut dan terus melakukan hal tersebut secara berkelanjutan. “Kalau polisi tegas dan memproses hukum para pelaku. Sudah pasti, para pemuda itu akan berpikir dua kali melakukan perbuatan hal yang sama,” sebut Redyanto.

Meskipun Polres Pelabuhan Belawan selama telah melakukan tindakan upaya pencegahan dengan melalukan pertemuan bersama unsur masyatakat, namun hasilnya tidak memberikan kesadaran bagi pemuda yang terlibat tawuran. Oleh karenanya polisi harus menempatkan tindakan hukum yang tegas terhadap peristiwa tawuran tersebut.

“Menurut saya, Kapolres harus memberikan contoh penegakan hukum tegas. Kalau hanya mengambil langkah pencegahan dengan membubarkan pelaku tawuran, tanpa menangkap pelakunya. Maka ke depannya bakal berlanjut lagi dan terus menerus terjadi,” pungkasnya.

Dampak tersebut, kata Redyanto, tawuran bakal dijadikan sebuah tradisi atau turun menurun bagi masyarakat di Belawan. Oleh sebab itu, tindakan tegas adalah solusi satu-satunya mengatasi tawuran tersebut. “Yang jelas, kalau musyawarah dan pertemuan dengan tokoh masyarakat sudah dilakukan, tidak ada solusi. Maka langkah yang harus diambil polisi menindak tegas pelaku tawuran,” tegas Redyanto mengakhiri.

Sebelumnya, Kapolres Pelabuhan Belawan, AKBP MR Dayan menghadiri acara musyawarah dengan seluruh lapisan masyarakat menegaskan, menindak tegas para pelaku tawuran. Penindakan itu dilakukan dengan melibatkan petugas gabungan dari kecamatan, TNI, ormas dan tokoh masyarakat serta tokoh agama.

“Tindakan pembinaan kepada para pelaku terlibat tawuran sudah kita lakukan. Ke depannya, tindakan tegas harus dilakukan kepada para pelaku apabila tawuran terjadi lagi,” tegas Kapolres. (fac/ila)

Jelang Pelantikan Kepala Daerah Gelombang II, Jangan Sampai Tiga Kali Permalukan Gubsu

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Jelang pelantikan kepala dan wakil kepala daerah gelombang II hasil Pilkada Serentak 2020 di Sumatera Utara, Kepala Biro Administrasi Pimpinan (Adpim) Setdaprovsu, Hendra Dermawan Siregar, diminta jangan sampai mempermalukan Gubernur Edy Rahmayadi untuk ketiga kali.

Catatan Sumut Pos, dalam dua edisi pelantikan kepala daerah sebelumnya, sempat terjadi miss dalam momen sakral tersebut. Yang pertama terjadi saat pelantikan kepala dan wakil kepala daerah gelombang I, tepatnya di sesi II, pada 26 Februari lalu. Adapun miss yang terjadi cukup krusial, di mana tidak dihadirkannya pengambil sumpah dari agama Kristen Katolik.

Kesalahan itu diketahui, setelah Gubsu Edy Rahmayadi mengecek ulang kehadiran para pengambil sumpah saat membacakan sumpah dan janji jabatan dengan menggunakan kitab suci masing-masing agama peserta pelantikan. Seketika, protokoler acara terlihat sibuk untuk mencari tau nomor pemuka agama Katolik dari pemuka agama Protestan, yang lebih dulu hadir di pelantikan. Alhasil, acara sakral itu pun menjadi kurang hidmat.

Seperti diketahui, dalam sesi II tersebut, terdapat lima pasangan calon yang diambil sumpah janji jabatan oleh Gubsu. Sedangkan sesi I, terdapat enam paslon yang dilantik dengan total keseluruhan ada 11 paslon kepala daerah.

Tak hanya itu, miss lainnya masih terulang pada momen sakral pelantikan tiga penjabat (Pj) kepala daerah Kabupaten Labuhan Batu, Labuhan Batu Selatan, dan Samosir pada 31 Maret 2021. Yakni saat Gubsu membacakan pidato usai pengambilan sumpah janji jabatan bagi ketiga pejabat eselon II Pemprovsu tersebut. Mereka dilantik adalah; Mulyadi Simatupang (Pj Bupati Labuhan Batu/Kadis Kelautan dan Perikanan); Alfi Syahriza (Pj Bupati Labusel/Kadis Sumber Daya Air, Cipta Karya dan Tata Ruang); Harianto Butarbutar (Pj Bupati Samosir/Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan).

Adapun Gubsu sempat terlihat kebingungan atas teks yang ia bacakan itu. Usai acara, Gubsu kemudian memanggil Hendra Dermawan untuk menanyakan isi teks yang ia bacakan tadi. Ternyata diketahui, cukup banyak coretan-coretan berupa kode pada teks dimaksud, sehingga membingungkan Gubsu saat membacakannya.

Wakil Ketua DPRD Sumut, Misno Adi Syahputra, mengatakan kesalahan ini cukup fatal dan tidak boleh lagi terulang untuk selanjutnya. “Ibarat lagu jangan sampai ketiga kalilah. Malu nanti pak gubernur kita sebab itu momen sakral. Sama artinya itu mempermalukan pemimpin kita,” katanya.

Apalagi rekam jejak Hendra Dermawan pernah menjadi Kabag Protokol di masa Gubsu Gatot Pujo Nugroho. “Ini urusan keprotokolan memang. Nah ini yang disayangkan, latar belakang dia orang protokol masa bisa salah dalam mengatur acara yang begitu sakral tersebut,” katanya.

Kepada pria yang sebelumnya menyabet predikat doktor sangat memuaskan di USU pada 6 November 2020, disarankan Misno untuk belajar lagi bidang keprotokolan. “Perlu belajar lagi saya kira dia dan jajaran terkait yang memang tugasnya dalam bidang keprotokolan. Karena sebelum acara dimulai, biasanya ada gladi resik dan gladi bersih dan di situ seharusnya dipastikan betul agar tidak ada kesalahan berarti,” pungkasnya.

Sementara menyangkut jadwal pelantikan kepala daerah gelombang II ini, Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setdaprovsu mengungkapkan, sesuai rencana akan digelar pada 26 April mendatang.

“Tetap kami jadwalkan tanggal 26 April ini meski belum turun sampai sekarang SK (surat keputusan) dari Kemendagri. Kamis besok kami ada rapat koordinasi lagi dengan kabupaten/kota untuk menentukan acara digelar virtual, dicampur atau dilakukan secara langsung. Kami masih usulkan tujuh daerah itu untuk dilantik pada gelombang II nanti,” kata Kabag Otda Ahmad Rasyid Ritonga.

Adapun ketujuh daerah tersebut antara lain, sebutnya, Simalungun, Karo, Nias Barat, Nias Utara, Gunung Sitoli, Nias Selatan, dan Samosir. “Direncanakan Samosir dan Nisel jika berkasnya rampung. Memang SK belum ada ditandatangani Mendagri. Lima daerah sudah kita usulkan sebelumnya,” kata Rasyid. (prn/ila)

Webinar Bersama IAKMI Sumut, Rumah Sehat Indikator Kota Sehat

MENCUCI BAJU: Seorang ibu sedang mencuci baju di pinggir Sungai Deli sambil ditemani anaknya. Warga Sungai Deli menggunakan air sungai sebagai kebutuhan sehari-hari.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rumah sehat merupakan indikator bagi kota sehat. Rumah sehat itu merupakan perumahan yang layak untuk menjadi tempat tinggal dan harus memenuhi syarat kesehatan agar penghuninya tetap sehat.

MENCUCI BAJU: Seorang ibu sedang mencuci baju di pinggir Sungai Deli sambil ditemani anaknya. Warga Sungai Deli menggunakan air sungai sebagai kebutuhan sehari-hari.

Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Dr Lita Sri Andayani SKM MKes mengatakan, rumah yang sehat tidak lepas dari sarana dan prasarana yang baik. Penyediaan air bersih, sanitasi, pembuangan sampah, transportasi dan tersedianya pelayanan sosial.

“Untuk mewujudkan rumah sehat, bukan hanya dari Dinas Kesehatan atau orang-orang ahli kesehatan masyarakat saja. Melainkan, semua pihak termasuk juga peran aktif masyarakat,” ujar Lita pada webinar yang digelar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Sumut baru-baru ini.

Menurut Teori Hariyanto (2007), Lita menyebutkan, pengadaan perumahan dari pemerintah dan swasta hanya 15 persen. Sedangkan 85 persennya dihuni oleh masyarakat secara swadaya tetapi tanpa pengaturan yang terkonstruksi dan terdesain dengan baik, sehingga pertumbuhan perumahan itu tidak terkontrol. “Tumbuhnya pemukiman-pemukiman yang tidak terkendali yang tidak terintegrasi dengan perencanaan pemukiman. Ini tentunya akan memunculkan masalah fisik lingkungan dan kerawanan sosial,” sebutnya.

Lebih jauh Lita menggambarkan, rumah sehat dan sanitasi di Kota Medan. Sebagai contoh, di Kelurahan Sukaraja Kecamatan Medan Maimun hanya 55% masyarakat memiliki sarana pembuangan sampah yang memenuhi syarat kesehatan. Kemudian, 45,8% memiliki Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) yang masih banyak tidak standar.

Contoh lain, di Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun, 35% masih membuang sampah ke Sungai Deli sehingga menyebabkan banjir. Di samping itu, 59,6% masih buang air besar (BAB) di Sungai Deli dan buang air kecil. Bahkan, parahnya 71,2% penggunaaan sungai yang tidak baik, sungai itu menjadi tepat mandi cuci kakus.

Sementara itu, di Kecamatan Medan Marelan, 70% jamban yang dimiliki masyarakat tidak memenuhi jamban sehat. Mereka punya jamban tapi tidak sesuai jamban sehat, dan hanya 3,3% balita yang menggunakan jamban. “Bayangkan ini sangat menjadi masalah, ditambah lagi saat ini bayi itu dipakaikan pampers. Jika BAB di pampers, BAB-nya langsung dibuang begitu saja ke sungai, sehingga sungai kini menjadi toilet terbuka,” paparnya.

Lain lagi di Kecamatan Medan Belawan, yang memiliki hambat sehat hanya 30%. Sedangkan di Kecamatan Medan Denai 95,5% sarananya tidak milik sendiri, sehingga tidak memiliki syarat kualitas kesehatan.

Lita menuturkan, kendala dan tantangan yang ditemukan saat ini terkait rumah sehat, akses masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah masih belum sesuai. Sedangkan akses pemilikan rumah untuk menengah ke atas tidak ada masalah. “Selain terbatasnya pemerintah dalam menyediakan perumahan, lalu peran serta perusahaan yang bisa dioptimalkan. Selain itu, kurang koordinasi dan keterpaduan antara kebijakan perumahan dan pemukiman dengan SKPD,” tutur dia.

Diutarakan dia, berdasarkan riset pihak pemerintah, masyarakat dan swasta, kota yang sehat adalah kota yang tidak ada polusi, bersih teratur dan indah. Namun, pemahaman ini tidak sama satu dengan yang lain. Begitu juga pemerintah, lebih mengedepankan bahwa rumah sehat itu urusan masing-masing.

Padahal, sesuai aturan rumah sehat itu, diatur oleh pemerintah dalam arti pemerintah memberikan edukasi apa syarat rumah sehat. Karena itu, pada saat membuat perizinan harus sesuai dengan konsep rumah sehat. “Medan belum layak sebagai kota sehat karena masih sering banjir, parit tumpat dan tumpukan sampah,” tegasnya.

Lita berharap, dari pemaparan yang disampaikan bisa memberikan rekomendasi kepada walikota Medan untuk meletakkan rencana pembangunan jangka panjang dan menengah serta jangka pendek. Artinya, dapat memasukkan program kota sehat dan rumah sehat dalam pembangunan.

Sementara, Ketua IAI Sumut Boy Brahma Sembiring yang ikut pada webinar menyampaikan tentang konsep rumah kekinian yang respon terhadap pandemi. Menurutnya, pemerintah sebaiknya menyiapkan lahan atau melaksanakan pembangunan dengan swasta, membuat bangunan rumah susun 3 atau 4 lantai. Rumah di tepian sungai dipindahkan, tetapi tidak harus dipindahkan ke lokasi yang jauh yang mereka tidak tahu-menahu.

“Kalau bisa di sekitar situ juga dibebaskan lahannya. Kalau rumah itu dekat mereka itu akan baik secara psikologi mereka. Karena di kawasan itu banyak memori mereka yang harus dipertahankan. Namun dengan adanya bangunan yang baru penataan akan bisa lebih baik dilakukan,” jelasnya.

Dia menyarankan, rumah sehat itu tidak lagi harus seperti dulu paradigmanya. Jangan rongganya terlalu sempit, harus ada halaman. Masih memungkinkan bangunan itu ada hidroponik aquaponik yang disediakan, sehingga ada aktifitas baru. “Di-join-kan antara rumah dan city farming. Tanaman itu selain bisa menghasilkan Ekonomi juga bisa memberikan oksigen. Artinya rumah akan menjadi sehat,” pungkasnya. (ris/ila)

Ratusan Warga Desa Parbuluan VI Kembali Demo ke Kantor Bupati Dairi, Desak Penciutan Kawasan Hutan

UNJUKRASA: Ratusan masyarakat dari tiga desa menggelar aksi unjukrasa ke Kantor Bupati desak Menteri KLH melakukan penciutan kawasan hutan di wilayah adminiatrasi Desa Parbuluan VI, Kabupaten Dairi. RUDY SITANGGANG/SUMUT POS.

DAIRI, SUMUTPOS.CO – Ratusan masyarakat dari 3 Desa di 2 Kecamatan yakni Desa Parbuluan VI, Kecamatan Parbuluan, Desa Pargambiran serta Desa Perjuangan, Kecamatan Sumbul tergabung dalam kelompok tani petani Marhaen, kembali menggelar aksi unjukrasa ke Kantor Bupati Dairi. Mereka mendesak pemerintah melakukan penciutan kawasan hutan yang sudah diusahai warga menjadi lahan pertanian.

UNJUKRASA: Ratusan masyarakat dari tiga desa menggelar aksi unjukrasa ke Kantor Bupati desak Menteri KLH melakukan penciutan kawasan hutan di wilayah adminiatrasi Desa Parbuluan VI, Kabupaten Dairi. RUDY SITANGGANG/SUMUT POS.

Aksi unjukrasa warga digelar di Kantor Bupati Dairi di jalan Sisingamangaraja, Sidikalang, Selasa (20/4). Ketua Kelompok Tani Petani Marhaen, Pangihutan Sijabat dalam orasinya menyampaikan, pihaknya menagih janji Bupati terkait penciutan kawasan hutan di Desa Parbuluan VI dan 4 Desa lainya yang sekarang hak guna usaha (HGU) dipegang PT Gruti.

Aksi ini untuk menagih janji Bupati dan Forum Komunikasi Daerah (Forkopimda). Dimana, dalam pertemuan sebelumnya, Forkopimda sudah berjanji akan menyampaikan usulan masyarakat Desa Parbuluan VI dan sekitarnya untuk penciutan kawasan hutan menjadi lahan produksi ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Namun nyatanya, nota kesepakatan yang ditandatangani Forkopimda belum disampaikan ke Kementerian KLH.

“ Ketua DPRD Dairi, Sabam Sibarani dan Bupati Dairi, Eddy Keleng Ate Berutu, Sekda Leonardus Sihotang serta Kapolres Dairi dituding warga telah membohongi masyarakat di sana,” ucap Pangihutan.

Sementara itu, Ketua PBHI wilayah Sumatera Utara, Zulkifli Lumbangaol yang mendampingi kelompok petani Marhaen, saat berorasi menyampaikan, hingga saat ini usulan penciutan kawasan hutan belum disampaikan Pemkab Dairi ke Kementrian KLH.

“Terbukti, saat kami audensi ke Komisi II DPR-RI, 5 April 2021 lalu, usulan itu tidak ada,” kata Zulkifli.

Notulensi pertama ditandatangani Ketua DPRD, Sabam Sibarani, mendukung upaya masyarakat untuk penciutan kawasan hutan. Sementara notulensi ditandatangani Wakil Ketua DPRD, Halvensius Tondang dituding tidak mendukung penciutan kawasan hutan, ujar Zulkifli.

Zulkifli mengatakan, pihaknya akan membawa permasalahan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk mengusut tuntas perijinan konsesi PT Gruti di wilayah Desa Parbuluan VI dan sekitarnya karena diduga telah melakukan persekongkolan jahat dengan Pemkab Dairi.

Dalam tuntutanya, Zulkifli menegaskan, masyarakat di 5 Desa mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, segera menciutkan kawasan hutan yang berada dalam wilayah administrasi Desa Parbuluan VI, mendesak Bupati Dairi Eddy Keleng Ate Berutu dan Wakil Bupati, Jimmy Andrea Lukita Sihombing lengser dari jabatanya karena tidak mampu memperjuangkan hak warganya. Masyarakat juga melayangkan mosi tidak percaya kepada DPRD Dairi karena adanya dugaan persekongkolan jahat dengan korporasi.

Pengunjukrasa ditemui Asisten II Bidang Pembangunan dan Perekonomian Setda Dairi, Surung Charles Bantjin. Charles membacakan surat Bupati Dairi Nomor 522/6358, tanggal 23 Desember 2020, hal permohonan usulan untuk dikeluarkan dalam kawasan hutan yang ditujukan kepada Gubernur Sumatera Utara.

Usai mendengarkan Asisten II membacakan surat Bupati, para pengunjukrasa membubarkan diri dan kembali menaiki mobil yang mereka tumpangi untuk pulang kerumah masing-masing.

Charles menyampaikan, surat itu untuk menindaklanjuti Perpres 88 tahun 2017 tentang penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan. (rud/ram)

Gelar RDP Tertutup, SOP PD Pasar Dairi Tidak Ada

DAIRI, SUMUTPOS.CO – Komisi III DPRD Dairi pertanyakan dan minta standar operasional prosedur (SOP) Perusahaan Daerah Pasar (PD Pasar). Permintaan itu disampaikan Komisi III, saat gelar dengar pendapat (RDP) dengan Direksi PD Pasar yang juga dihadiri perwakilan pedagang.

Ketua Komisi III DPRD Dairi, Togar Pasaribu mengatakan, RDP terkait SOP PD Pasar kepada jajaran Direksi PD Pasar. RDP ini dihadiri Direktur Utama, Jon Toni Sidabutar, Direktur Umum, Lumpin Pangaribuan serta Direktur Operasional, Roy Candra Simanjuntak.

“SOP kita minta supaya kita mengetahui bagaimana standar mereka be-kerja. Ternyata, pas kita minta mereka tidak bisa memberikan. Bagaimana mereka bisa bekerja, jika SOP tidak ada,”ujarnya.

Politisi partai Hanura itu menduga ketiadaan SOP membuat kinerja dan kondisi PD Pasar tidak baik walaupun sudah memiliki direksi definitif.

Togar Pasaribu mengatakan, hasil RDP masih akan disampaikan dalam rapat internal DPRD dan segera ditindaklanjuti.

Sebelumnya, puluhan pedagang tergabung dalam Himpunan Pedagang Pusat Pasar Sidikalang (HPPPS) menggelar aksi unjukrasa ke Kantor DPRD Dairi. Pedagang minta DPRD Dairi mencabut Peraturan Daerah (Perda) nomor 03 tahun 2015 tentang PD Pasar. “Pedagang minta PD Pasar dibubarkan, karena keberadaan PD Pasar tidak membawa dampak signifikan terhadap kesejahteraan pedagang bahkan kebijakan PD Pasar lebih cenderung merugikan para pedagang,” ucap pendemo dipimpin Ketua HPPPS, Lohot Pasaribu. (rud/ram)

Jadwal Sidang di PN Binjai Dipercepat

Palu Hakim-Ilustrasi

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Pengadilan Negeri Kelas 1B Binjai telah mengatur jadwal persidangan pidana maupun perdata selama bulan suci Ramadan 1442 Hijriah. Ini dilakukan mengikuti Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 9 Tahun 2021 Tentang Penetapan Jam Kerja pada Ramadan 1443 Hijriah bagi ASN.

Palu Hakim-Ilustrasi

“Ya, kami sudah mengatur jadwal sidang perdata maupun pidana selama jam kerja pada bulan puasa,” kata Humas PN Binjai, David Simare-mare, Selasa (20/4).

Selama bulan suci Ramadan, jam kerja ASN di PN Binjai pada Senin sampai Kamis mulai pukul 8.00 WIB hingga 15.00 WIB. Sementara pada Jum’at, pukul 8.00 sampai 15.30 WIB.

“Untuk jam istirahat pada Senin sampai Kamis, jam 12 sampai 12.30 siang. Pada Jum’at, jam istirahat jam 11.30 sampai 12.30 WIB,” ujar dia.

Mengenai jam sidang, kata dia, majelis di PN Binjai sepakat memajukan jadwalnya. Tujuannya, kata dia, agar tidak terjadi penumpukan tahanan lantaran saat ini masih di tengah pandemi.

Umumnya jadwal sidang perdata digelar pukul 10.00 WIB. Karena bulan suci Ramadan 1442 Hijriah, sidang perdata digelar pukul 9.00 WIB.

“Untuk jadwal sidang pidana selama bulan suci Ramadan digelar pukul 12.00 WIB sampai 15.00 WIB. Sedangkan kalau tidak bulan puasa, sidang pidana digelar pukul 13.00 WIB. Bahkan mau molor juga jam 14.00 WIB, baru mulai sidang pidana,” urai dia.

Dia menambahkan, majelis hakim PN Binjai menggelar belasan sidang perkara pidana selama bulan suci Ramadan.

Hingga kini, jadwal sidang dimajukan berjalan efisien dan efektif.

“Kami juga berharap kerjasamanya dari jaksa dalam proses persidangan agar datang tepat waktu yang sudah dijadwalkan. Supaya tidak terjadi molor waktu sidang lagi, kami mohon kerjasamanya,” tukasnya. (ted)