25 C
Medan
Friday, October 11, 2024
spot_img

Bahasa Sederhana versus Kata Tingkat Tinggi

Karya sastra adalah penjabaran abstraksi, namun filsafat yang menggunakan bahasa juga disebut abstraksi. Maka abstrak adalah cinta kasih, kebahagian, kebebasan, dan lainnya yang digarap oleh filsafat. Tanpa ada maksud menciptakan dikotomi dalam kesusastraan, ada perbedaan antara literatur biasa dengan sastra. Sastra memiliki sense of love yang lebih representatif.

Hampir di setiap zaman sastra mempunyai peranan yang lebih penting. Alasannya; 1) Sastra menggunakan bahasa yang mempunyai kemampuan untuk menampung hampir semua kegiatan manusia.

2) Sastra juga lebih mudah berkomunikasi karena pada hakikatnya karya sastra adalah penjabaran abstraksi. Sementara itu filsafat menggunakan bahasa abstraksi. Sifat abstrak inilah yang menyebabkan filsafat kurang berkomunikasi.  3) Sastra juga didukung oleh cerita. Dengan cerita orang lebih mudah tertarik, dan dengan cerita orang lebih mudah menemukan gagasan-gagasannya dalam bentuk yang tidak normatif.

Puisi termasuk karya sastra, ekspresi pengalaman jiwa penyair mengenai kehidupan manusia, alam, Tuhan melalui media bahasa yang artistik/estetik, yang secara padu dan utuh dipadatkan kata-katanya. Kepuitisan, keartistikan atau keestetikan bahasa puisi disebabkan kreativitas penyair dalam membangun puisinya dengan menggunakan figura bahasa, seperti gaya personifikasi, metafora, perbandingan, alegori, dan sebagainya.

Kata-kata yang ambiguitas, yaitu kata-kata yang bermakna ganda, banyak tafsir. Kata-kata yang berjiwa, yaitu kata-kata yang mengandung suasana tertentu, berisi perasaan dan pengalaman jiwa penyair sehingga terasa hidup dan memukau. Kata-kata yang konotatif, yaitu kata-kata yang sudah diberi tambahan nilai-nilai rasa. Pengulangan, yang berfungsi untuk mengintensifkan hal-hal yang dilukiskan, sehingga lebih menggugah hati. Maka puisi merupakan small words, bahasa yang sederhana namun, memiliki sejuta makna yang lebih mudah dipahami dibandingkan bahasa filsafat.

Bahasa filsafat itu njlimet, bahasa yang dalam penuh arti, kadang perlu merenungkannya untuk dapat mengerti bahasa itu, bahkan bisa jadi membingungkan. Filsuf selalu terombang-ambing antara dua keinginan yang saling bertentangan.
Big Words (kata-kata tingkat tinggi). Para filsuf menggunakan kata-kata tersebut yang tidak dapat dipahami sebagian umum orang, dan kemudian menyusun apa yang dianggap sulit daripada yang sederhana. (*)

Tidak diragukan lagi bahwa buku-buku filosof dipenuhi dengan kata-kata tingkat tinggi tersebut.
Interpretasi realitas ungkapan bahasa dalam konteks filsafat bahasa merujuk pada kebenaran yang hakiki dari ungkapan bahasa. Namun, kadang kala ungkapan bahasa tersebut memiliki makna yang ambigu sehingga perlu interpretasi untuk mempermudah makna. Hematnya interpretasi realitas ungkapan bahasa merupakan cermin dari tujuan yang hendak disampaikan dalam ungkapan bahasa. (*)

Penulis: Dian Syahfitri

Karya sastra adalah penjabaran abstraksi, namun filsafat yang menggunakan bahasa juga disebut abstraksi. Maka abstrak adalah cinta kasih, kebahagian, kebebasan, dan lainnya yang digarap oleh filsafat. Tanpa ada maksud menciptakan dikotomi dalam kesusastraan, ada perbedaan antara literatur biasa dengan sastra. Sastra memiliki sense of love yang lebih representatif.

Hampir di setiap zaman sastra mempunyai peranan yang lebih penting. Alasannya; 1) Sastra menggunakan bahasa yang mempunyai kemampuan untuk menampung hampir semua kegiatan manusia.

2) Sastra juga lebih mudah berkomunikasi karena pada hakikatnya karya sastra adalah penjabaran abstraksi. Sementara itu filsafat menggunakan bahasa abstraksi. Sifat abstrak inilah yang menyebabkan filsafat kurang berkomunikasi.  3) Sastra juga didukung oleh cerita. Dengan cerita orang lebih mudah tertarik, dan dengan cerita orang lebih mudah menemukan gagasan-gagasannya dalam bentuk yang tidak normatif.

Puisi termasuk karya sastra, ekspresi pengalaman jiwa penyair mengenai kehidupan manusia, alam, Tuhan melalui media bahasa yang artistik/estetik, yang secara padu dan utuh dipadatkan kata-katanya. Kepuitisan, keartistikan atau keestetikan bahasa puisi disebabkan kreativitas penyair dalam membangun puisinya dengan menggunakan figura bahasa, seperti gaya personifikasi, metafora, perbandingan, alegori, dan sebagainya.

Kata-kata yang ambiguitas, yaitu kata-kata yang bermakna ganda, banyak tafsir. Kata-kata yang berjiwa, yaitu kata-kata yang mengandung suasana tertentu, berisi perasaan dan pengalaman jiwa penyair sehingga terasa hidup dan memukau. Kata-kata yang konotatif, yaitu kata-kata yang sudah diberi tambahan nilai-nilai rasa. Pengulangan, yang berfungsi untuk mengintensifkan hal-hal yang dilukiskan, sehingga lebih menggugah hati. Maka puisi merupakan small words, bahasa yang sederhana namun, memiliki sejuta makna yang lebih mudah dipahami dibandingkan bahasa filsafat.

Bahasa filsafat itu njlimet, bahasa yang dalam penuh arti, kadang perlu merenungkannya untuk dapat mengerti bahasa itu, bahkan bisa jadi membingungkan. Filsuf selalu terombang-ambing antara dua keinginan yang saling bertentangan.
Big Words (kata-kata tingkat tinggi). Para filsuf menggunakan kata-kata tersebut yang tidak dapat dipahami sebagian umum orang, dan kemudian menyusun apa yang dianggap sulit daripada yang sederhana. (*)

Tidak diragukan lagi bahwa buku-buku filosof dipenuhi dengan kata-kata tingkat tinggi tersebut.
Interpretasi realitas ungkapan bahasa dalam konteks filsafat bahasa merujuk pada kebenaran yang hakiki dari ungkapan bahasa. Namun, kadang kala ungkapan bahasa tersebut memiliki makna yang ambigu sehingga perlu interpretasi untuk mempermudah makna. Hematnya interpretasi realitas ungkapan bahasa merupakan cermin dari tujuan yang hendak disampaikan dalam ungkapan bahasa. (*)

Penulis: Dian Syahfitri

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/