26.7 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

Herzaky Sebut Moeldoko Dua Kali Datang ke Cikeas, SBY Sempat Marah

JAKARTA, SUMUTPOS.CO- DPP Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) melancarkan serangan balik terhadap KSP Moeldoko dan pengacara kondang Prof Yusril Ihza Mahendra. Keduanya disebut tengah berkoalisi melakukan siasat jahat terhadap parpol berlambang bintang mercy.

“Kami memandang ulah KSP Moeldoko yang berkoalisi dengan Yusril, bukan hanya terhadap kader Partai Demokrat, tetapi juga kepada rakyat Indonesia, akhir-akhir ini sudah sangat keterlaluan,” kata Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra dalam konferensi pers bertajuk ‘Demokrat berkoalisi dengan Rakyat VS Moeldoko berkoalisi dengan Yusril’, di auditorium Yudhoyono Kantor DPP Demokrat, Jakarta, Minggu (3/10).

Dia menuding Moeldoko belakangan berkoalisi dengan Yusril melakukan siasat jahat menggunakan proxy para mantan kader Partai Demokrat untuk mencapai ambisi kekuasaannya, dengan melakukan upaya-upaya pembodohan publik. Alumni Hubungan Internasional Universitas Indonesia itu menilai, Moeldoko yang seorang pensiunan jenderal bintang empat dan Yusril yang bergelar profesor hukum merasa punya kuasa untuk membodohi publik.

“Kami katakan tegas, rakyat Indonesia tidak bodoh. Kader Demokrat tidak bodoh. Kami Semua tidak bodoh. Kami perlu melakukan perlawanan terhadap mereka, yang menggunakan pangkat, jabatan, dan gelar akademiknya untuk membodohi publik,” ucap Herzaky.

Politikus asal Kalimantan Barat itu menyebut, beberapa hari lalu proxy KSP Moeldoko bernama Hasyim dan Ayu melakukan konferensi pers yang sebelumnya telah dirapatkan di Jalan Lembang, pada sebuah rumah dinas milik Angkatan Darat yang masih dikuasai oleh mantan Moeldoko. Herzaky meyakini bila masyarakat tahu bahwa itu adalah rumah dinas Angkatan Darat, pasti bukan hanya publik, para prajurit TNI pun tidak akan rela tempat yang suci dan netral itu dikotori oleh sekelompok orang untuk melakukan siasat jahat, yakni membegal partai politik yang sah dan diakui oleh pemerintah. “Darah prajurit itu loyal dan setia, sedangkan pengkhianatan dan pemberontakan, tidak ada tempatnya dalam jiwa dan raga seorang prajurit,” tegas anak buah AHY itu.

Oleh karena itu, atas nama pengurus parpolnya, Herzaky mengingatkan publik, hanya ada satu kepengurusan Partai Demokrat yang sah serta diakui oleh pemerintah. “Tidak ada dualisme,” tegasnya.

Dia juga menegaskan, tidak ada negosiasi dan komunikasi dengan kubu Kongres Luar Biasa. Herzaky mengklaim, Partai Demokrat pimpinan AHY berada di pihak yang benar. Sehingga, pihaknya menolak adanya tawar-menawar jabatan untuk menghentikan polemik partai tersebut. “Tidak ada komunikasi sama sekali. Para kader meminta untuk terus jalan dan berjuang,” tegasnya lagi.

Herzaky juga menyebut, Moeldoko yang pernah jadi bawahan SBY ini berambisi jadi presiden. Dia pun menyebut, Moeldoko sebagai seorang petualang politik, sejak beliau melakukan Operasi Sajadah ketika menjadi Pangdam III Siliwangi. Lalu dimasukan kotak menjadi Wagub Lemhannas.

Sedangkan ambisi menjadi Presiden ini, pertama kali muncul pada 2014. Ada seorang pengusaha nasional yang menghadap Presiden SBY dan meminta restu Pak SBY, agar Partai Demokrat mengusung Moeldoko sebagai calon presiden. Moeldoko saat itu masih perwira aktif dan baru saja diangkat menjadi Panglima TNI.

Pada Mei 2015, pagi-pagi sekali dengan menggunakan seragam dinas Panglima TNI, Moeldoko datang ke Cikeas. Hari itu, Pak SBY akan berangkat ke Surabaya untuk melakukan Kongres Partai Demokrat. “Pak SBY berpikir, tentulah ada sesuatu yang sangat penting dan mendesak, atau darurat, seorang Panglima TNI aktif dengan seragam dinas, menghadap seorang mantan Presiden, mantan Panglima Tertinggi, pada pagi-pagi hari sekali. Ternyata, pesannya tidak sepenting dan semendesak yang diduga,” sebut Harzaky.

Menurut Harzaky, Moeldoko hanya mengatakan: “Pak, tolong kalau Bapak terpilih lagi sebagai Ketua Umum, agar Bapak mengangkat Marzuki Alie sebagai Sekjen nya.” SBY pun marah. Bukan saja karena Moeldoko yang Panglima TNI aktif telah melanggar konstitusi dan undang-undang dengan melakukan politik praktis dan intervensi, tetapi beliau juga marah karena sebagai salah satu penggagas dan pelaksana reformasi TNI, SBY tidak rela TNI dikotori oleh ambisi pribadi yang ingin berkuasa dengan cara-cara yang melanggar aturan dan hukum.

“Setelah pensiun dari TNI, Moeldoko datang lagi ke Cikeas. Meminta jabatan tinggi di kepengurusan Partai Demokrat. Pak SBY sampaikan, kalau gabung dengan PD beliau mempersilakan. Kalau soal jabatan Ketua Umum, itu ada mekanismenya melalui Kongres,” ungkap Alumni UI itu.

Tak puas dengan jawaban itu, Moeldoko berusaha untuk menjadi ketua umum partai-partai lainnya. Bahkan, salah satu mantan Wakil Presiden bercerita, beliau didatangi oleh Moeldoko dan meminta dukungan agar Moeldoko bisa menjadi Ketua Umum di salah satu partai politik. “Lagi-lagi mantan Wakil Presiden ini juga menolaknya halus. Beliau katakan, untuk menjadi Ketua Umum itu ada mekanismenya melalui Kongres,” beber Harzaky.

Dia menilai, kemampuan politik praktis Moeldoko ini agak diragukan kapasitasnya. Pasalnya, jangankan menjadi Ketua Umum Partai Politik, menjadi Ketua Umum PSSI saja kalah. “Buktinya, beliau dikalahkan oleh yunior empat tahun dibawahnya, yakni pak Edy Rahmayadi, yang sekarang menjadi Gubernur Sumatera Utara,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Harzaky juga meragukan kemampuan intelijen Moeldoko. Ada prinsip dasar di militer; setiap prajurit adalah insan intelijen. Hal ini mungkin tidak berlaku bagi KSP Moeldoko. Atau bisa jadi, kemampuan intelijennya tumpul dan berkarat karena tertutup oleh ambisi dan hawa nafsunya akan kekuasaan.

“Mengapa kami katakan demikian? Karena jika kemampuan intelijennya baik, ketika ada oknum kader Demokrat bernama dokter hewan Johny Allen Marbun menawarkan KSP Moeldoko untuk menjadi Ketua Umum melalui KLB (Kongres Luar Biasa), tentu saja KSP Moeldoko akan melakukan langkah-langkah intelijen. Mulai dari pengumpulan keterangan hingga menilai informasinya, sehingga memiliki kemampuan untuk membaca peta politik dan peta kekuatannya. Apakah informasi dan tawaran itu A-1 atau tidak. Itu baru Jenderal yang benar. Kalau ada jenderal mengaku doktor politik, tapi cuma modal nafsu melakukan KLB, lalu kalah dan tidak diakui oleh Pemerintah, hal ini tentu saja mengecewakan,” tandasnya. (rel/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO- DPP Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) melancarkan serangan balik terhadap KSP Moeldoko dan pengacara kondang Prof Yusril Ihza Mahendra. Keduanya disebut tengah berkoalisi melakukan siasat jahat terhadap parpol berlambang bintang mercy.

“Kami memandang ulah KSP Moeldoko yang berkoalisi dengan Yusril, bukan hanya terhadap kader Partai Demokrat, tetapi juga kepada rakyat Indonesia, akhir-akhir ini sudah sangat keterlaluan,” kata Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra dalam konferensi pers bertajuk ‘Demokrat berkoalisi dengan Rakyat VS Moeldoko berkoalisi dengan Yusril’, di auditorium Yudhoyono Kantor DPP Demokrat, Jakarta, Minggu (3/10).

Dia menuding Moeldoko belakangan berkoalisi dengan Yusril melakukan siasat jahat menggunakan proxy para mantan kader Partai Demokrat untuk mencapai ambisi kekuasaannya, dengan melakukan upaya-upaya pembodohan publik. Alumni Hubungan Internasional Universitas Indonesia itu menilai, Moeldoko yang seorang pensiunan jenderal bintang empat dan Yusril yang bergelar profesor hukum merasa punya kuasa untuk membodohi publik.

“Kami katakan tegas, rakyat Indonesia tidak bodoh. Kader Demokrat tidak bodoh. Kami Semua tidak bodoh. Kami perlu melakukan perlawanan terhadap mereka, yang menggunakan pangkat, jabatan, dan gelar akademiknya untuk membodohi publik,” ucap Herzaky.

Politikus asal Kalimantan Barat itu menyebut, beberapa hari lalu proxy KSP Moeldoko bernama Hasyim dan Ayu melakukan konferensi pers yang sebelumnya telah dirapatkan di Jalan Lembang, pada sebuah rumah dinas milik Angkatan Darat yang masih dikuasai oleh mantan Moeldoko. Herzaky meyakini bila masyarakat tahu bahwa itu adalah rumah dinas Angkatan Darat, pasti bukan hanya publik, para prajurit TNI pun tidak akan rela tempat yang suci dan netral itu dikotori oleh sekelompok orang untuk melakukan siasat jahat, yakni membegal partai politik yang sah dan diakui oleh pemerintah. “Darah prajurit itu loyal dan setia, sedangkan pengkhianatan dan pemberontakan, tidak ada tempatnya dalam jiwa dan raga seorang prajurit,” tegas anak buah AHY itu.

Oleh karena itu, atas nama pengurus parpolnya, Herzaky mengingatkan publik, hanya ada satu kepengurusan Partai Demokrat yang sah serta diakui oleh pemerintah. “Tidak ada dualisme,” tegasnya.

Dia juga menegaskan, tidak ada negosiasi dan komunikasi dengan kubu Kongres Luar Biasa. Herzaky mengklaim, Partai Demokrat pimpinan AHY berada di pihak yang benar. Sehingga, pihaknya menolak adanya tawar-menawar jabatan untuk menghentikan polemik partai tersebut. “Tidak ada komunikasi sama sekali. Para kader meminta untuk terus jalan dan berjuang,” tegasnya lagi.

Herzaky juga menyebut, Moeldoko yang pernah jadi bawahan SBY ini berambisi jadi presiden. Dia pun menyebut, Moeldoko sebagai seorang petualang politik, sejak beliau melakukan Operasi Sajadah ketika menjadi Pangdam III Siliwangi. Lalu dimasukan kotak menjadi Wagub Lemhannas.

Sedangkan ambisi menjadi Presiden ini, pertama kali muncul pada 2014. Ada seorang pengusaha nasional yang menghadap Presiden SBY dan meminta restu Pak SBY, agar Partai Demokrat mengusung Moeldoko sebagai calon presiden. Moeldoko saat itu masih perwira aktif dan baru saja diangkat menjadi Panglima TNI.

Pada Mei 2015, pagi-pagi sekali dengan menggunakan seragam dinas Panglima TNI, Moeldoko datang ke Cikeas. Hari itu, Pak SBY akan berangkat ke Surabaya untuk melakukan Kongres Partai Demokrat. “Pak SBY berpikir, tentulah ada sesuatu yang sangat penting dan mendesak, atau darurat, seorang Panglima TNI aktif dengan seragam dinas, menghadap seorang mantan Presiden, mantan Panglima Tertinggi, pada pagi-pagi hari sekali. Ternyata, pesannya tidak sepenting dan semendesak yang diduga,” sebut Harzaky.

Menurut Harzaky, Moeldoko hanya mengatakan: “Pak, tolong kalau Bapak terpilih lagi sebagai Ketua Umum, agar Bapak mengangkat Marzuki Alie sebagai Sekjen nya.” SBY pun marah. Bukan saja karena Moeldoko yang Panglima TNI aktif telah melanggar konstitusi dan undang-undang dengan melakukan politik praktis dan intervensi, tetapi beliau juga marah karena sebagai salah satu penggagas dan pelaksana reformasi TNI, SBY tidak rela TNI dikotori oleh ambisi pribadi yang ingin berkuasa dengan cara-cara yang melanggar aturan dan hukum.

“Setelah pensiun dari TNI, Moeldoko datang lagi ke Cikeas. Meminta jabatan tinggi di kepengurusan Partai Demokrat. Pak SBY sampaikan, kalau gabung dengan PD beliau mempersilakan. Kalau soal jabatan Ketua Umum, itu ada mekanismenya melalui Kongres,” ungkap Alumni UI itu.

Tak puas dengan jawaban itu, Moeldoko berusaha untuk menjadi ketua umum partai-partai lainnya. Bahkan, salah satu mantan Wakil Presiden bercerita, beliau didatangi oleh Moeldoko dan meminta dukungan agar Moeldoko bisa menjadi Ketua Umum di salah satu partai politik. “Lagi-lagi mantan Wakil Presiden ini juga menolaknya halus. Beliau katakan, untuk menjadi Ketua Umum itu ada mekanismenya melalui Kongres,” beber Harzaky.

Dia menilai, kemampuan politik praktis Moeldoko ini agak diragukan kapasitasnya. Pasalnya, jangankan menjadi Ketua Umum Partai Politik, menjadi Ketua Umum PSSI saja kalah. “Buktinya, beliau dikalahkan oleh yunior empat tahun dibawahnya, yakni pak Edy Rahmayadi, yang sekarang menjadi Gubernur Sumatera Utara,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Harzaky juga meragukan kemampuan intelijen Moeldoko. Ada prinsip dasar di militer; setiap prajurit adalah insan intelijen. Hal ini mungkin tidak berlaku bagi KSP Moeldoko. Atau bisa jadi, kemampuan intelijennya tumpul dan berkarat karena tertutup oleh ambisi dan hawa nafsunya akan kekuasaan.

“Mengapa kami katakan demikian? Karena jika kemampuan intelijennya baik, ketika ada oknum kader Demokrat bernama dokter hewan Johny Allen Marbun menawarkan KSP Moeldoko untuk menjadi Ketua Umum melalui KLB (Kongres Luar Biasa), tentu saja KSP Moeldoko akan melakukan langkah-langkah intelijen. Mulai dari pengumpulan keterangan hingga menilai informasinya, sehingga memiliki kemampuan untuk membaca peta politik dan peta kekuatannya. Apakah informasi dan tawaran itu A-1 atau tidak. Itu baru Jenderal yang benar. Kalau ada jenderal mengaku doktor politik, tapi cuma modal nafsu melakukan KLB, lalu kalah dan tidak diakui oleh Pemerintah, hal ini tentu saja mengecewakan,” tandasnya. (rel/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/