30 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Badan Peradilan Khusus Pemilu Digagas

Forum Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Bawaslu Sumut bekerja sama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN – HAN) Sumut dengan mengangkat tema Aspek Hukum Sengketa Pilkada dan Urgensi Peradilan Khusus Pemilu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Frits Edward Siregar mengatakan pihaknya masih memiliki pekerjaan rumah dalam menyelesaikan sengketa pemilihan. Sebab, kedudukan panitia pengawas pemilih (Panwaslih) di kabupaten/kota bersifat adhock (sementara), dan masa tugas hanya 12 bulan. Artinya, Panwaslih masih memiliki kewenangan yang final dan mengikat untuk menyelesaikan sengketa pemilihan

“Sama-sama diketahui untuk penyelesaian sengketa di kabupaten dan kota itukan diselesaikan di tingkat provinsi, sedangkan sengketa di provinsi diselesaikan oleh Bawaslu RI,” urainya saat menggelar Forum Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Bawaslu Sumut bekerja sama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN – HAN) Sumut dengan mengangkat tema Aspek Hukum Sengketa Pilkada dan Urgensi Peradilan Khusus Pemilu.

Fritz mengatakan, kewenangan Pengawas Pemilihan secara teoritis hanya sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mengadili tidak dapat berada di koridor yang sama dengan lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengawasi. Jika Bawaslu diberikan amanat oleh undang-undang untuk bertransformasi menjadi lembaga yang melaksanakan kewenangan dalam peradilan khusus, maka pengawasan dikembalikan ke masyarakat.

“Jika Bawaslu bertransformasi menjadi lembaga peradilan, maka Bawaslu dipandang telah menemukan strategi pengawasan, yakni mengembalikan fungsi pengawasan dikembalikan kepada masyarakat, partai politik, lembaga lembaga independen penggiat Pemilu,” katanya.

Anggota Bawaslu Sumut Hardi Munte mengatakan, implementasi Pengawas Pemilihan menjadi ‘hakim’ menyelesaikan sengketa pemilihan menjadi refleksi perbaikan sistem dan tatacara penyelesaian sengketa. Disampaikanya juga, Panwaslih yang berlatar belakang dari berbagai disiplin ilmu harus menjadi hakim yang memutuskan sengketa dalam waktu paling lama 12 hari.

“Ada Panwas yang betul-betul, ada juga yang kemudian menjadi kasus yang menonjol, seperti Siantar dan Humbang Hasundutan. Jadi, Sumut cocok sebagai laboratorium Pemilu, untuk merumuskan pengaturan dan sistem beracara penyelesaian sengketa,” katanya.

Ketua Bawaslu Sumut Syafrida R Rasahan mengatakan, FGD dilaksanakan agar mendapatkan masukan dan saran dari berbagai elemen masyarakat, sehingga menjadi pertimbangan bagi Bawaslu RI dalam merumuskan regulasi.

“Bagaimana formulasi yang tepat sesuai dengan amanah Undang-Undang, menghasilkan keputusan yang tepat. Kami harapkan hasil FGD ini menjadi bahan pertimbangan dalam membuat regulasi,” katanya.

Ketua APHTN-HAN Sumut Mirza Nasution menambahkan, topik dalam diskusi sangat penting untuk memperkuat dan mengokohkan penegakkan hukum dan demokrasi. Penting dilakukan peninjauan ulang (review) terhadap sistem dan pelaksanaan kewenangan penyelesaian sengketa oleh Pengawas Pemilihan, sehingga menjadi labih baik. “Apalagi, putusannys final mengikat,” katanya. (dik/azw/yaa)

Forum Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Bawaslu Sumut bekerja sama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN – HAN) Sumut dengan mengangkat tema Aspek Hukum Sengketa Pilkada dan Urgensi Peradilan Khusus Pemilu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Frits Edward Siregar mengatakan pihaknya masih memiliki pekerjaan rumah dalam menyelesaikan sengketa pemilihan. Sebab, kedudukan panitia pengawas pemilih (Panwaslih) di kabupaten/kota bersifat adhock (sementara), dan masa tugas hanya 12 bulan. Artinya, Panwaslih masih memiliki kewenangan yang final dan mengikat untuk menyelesaikan sengketa pemilihan

“Sama-sama diketahui untuk penyelesaian sengketa di kabupaten dan kota itukan diselesaikan di tingkat provinsi, sedangkan sengketa di provinsi diselesaikan oleh Bawaslu RI,” urainya saat menggelar Forum Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Bawaslu Sumut bekerja sama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN – HAN) Sumut dengan mengangkat tema Aspek Hukum Sengketa Pilkada dan Urgensi Peradilan Khusus Pemilu.

Fritz mengatakan, kewenangan Pengawas Pemilihan secara teoritis hanya sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mengadili tidak dapat berada di koridor yang sama dengan lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengawasi. Jika Bawaslu diberikan amanat oleh undang-undang untuk bertransformasi menjadi lembaga yang melaksanakan kewenangan dalam peradilan khusus, maka pengawasan dikembalikan ke masyarakat.

“Jika Bawaslu bertransformasi menjadi lembaga peradilan, maka Bawaslu dipandang telah menemukan strategi pengawasan, yakni mengembalikan fungsi pengawasan dikembalikan kepada masyarakat, partai politik, lembaga lembaga independen penggiat Pemilu,” katanya.

Anggota Bawaslu Sumut Hardi Munte mengatakan, implementasi Pengawas Pemilihan menjadi ‘hakim’ menyelesaikan sengketa pemilihan menjadi refleksi perbaikan sistem dan tatacara penyelesaian sengketa. Disampaikanya juga, Panwaslih yang berlatar belakang dari berbagai disiplin ilmu harus menjadi hakim yang memutuskan sengketa dalam waktu paling lama 12 hari.

“Ada Panwas yang betul-betul, ada juga yang kemudian menjadi kasus yang menonjol, seperti Siantar dan Humbang Hasundutan. Jadi, Sumut cocok sebagai laboratorium Pemilu, untuk merumuskan pengaturan dan sistem beracara penyelesaian sengketa,” katanya.

Ketua Bawaslu Sumut Syafrida R Rasahan mengatakan, FGD dilaksanakan agar mendapatkan masukan dan saran dari berbagai elemen masyarakat, sehingga menjadi pertimbangan bagi Bawaslu RI dalam merumuskan regulasi.

“Bagaimana formulasi yang tepat sesuai dengan amanah Undang-Undang, menghasilkan keputusan yang tepat. Kami harapkan hasil FGD ini menjadi bahan pertimbangan dalam membuat regulasi,” katanya.

Ketua APHTN-HAN Sumut Mirza Nasution menambahkan, topik dalam diskusi sangat penting untuk memperkuat dan mengokohkan penegakkan hukum dan demokrasi. Penting dilakukan peninjauan ulang (review) terhadap sistem dan pelaksanaan kewenangan penyelesaian sengketa oleh Pengawas Pemilihan, sehingga menjadi labih baik. “Apalagi, putusannys final mengikat,” katanya. (dik/azw/yaa)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/