34.5 C
Medan
Friday, May 3, 2024

82 Kali Penyelenggara Pemilu di Sumut Dilapor ke DKPP

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mencatat, hingga November 2023, penyelenggara Pemilu di Sumatera Utara (Sumut) paling banyak dilaporkan selama tahapan Pemilu 2024. Sumut menempati peringkat pertama dengan jumlah 82 teradu. Disusul Aceh sebanyak 67 teradu, Jawa Barat 38 teradu, Bengkulu 27 teradu, dan Jawa Timur 20 teradu.

Hal itu, diungkapkan Tenaga Ahli DKPP RI, Mohammad Saihu dalam diskusi Ngetren Media ‘Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media’, di Hotel Lee Polonia Medan, Rabu (29/11) sore. Menurut Saihu, pelanggaran tahapan di lima provinsi itu mayoritas terkait pembentukan badan penyelenggara atau adhoc sebanyak 262 teradu atau 65 persenn

Kemudian terkait pendaftaran dan verifikasi peserta Pemilu sebanyak 38 teradu atau 12 persen. Selanjutnya, terkait pembentukan Panwas Adhoc sebanyak 36 teradu atau 10 persen, pencalonan legislatif dan Capres-Cawapres sebanyak 19 teradu atau 6 persen.

Menurutnya, tidak tutup kemungkinan angka pengaduan terhadap penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu, akan meningkatkan hingga akhir tahun ini. “Khusus untuk Sumut, dengan jumlah teradu 82 orang, dengan amar putusan 55 rehabilitasi, 26 tidak terbukti dan 1 PDJ,” jelas Saihu.

Lantas, apa upaya DKPP untuk menurunkan angka pengaduan terhadap penyelenggara Pemilu tersebut? Saihu mengatakan, peran jurnalis dan media memberikan kontribusi besar dalam memberikan pemahaman atas etika dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu tersebut. “Sebenarnya, hasil sidang DKPP yang sudah tersebar oleh media, itukan bisa jadi warning bagi penyelenggara. Kita ada program sosialisasi, ada program seperti ini,” ucapnya.

Kemudian, Saihu mengungkapkan, apa diberitakan terkait amar putusan terhadap penyelenggara pemilu memberikan efek luar kepada oknum-oknum teradu tersebut. Sehingga akan memberikan dampak yang baik. “Kan orang akan membaca dan itu efeknya luar biasa buat penyelenggara, orang gak akan mau dilaporkan ke DKPP. Meskipun, tadi saya bilang lebih banyak di rehabilitasi ataupuan hanya dapat teguran. Tapi kalau orang sudah di sidang, itukan pengaruh, karena jejak digital itukan ada, orang diberitakan disidang, itukan membawa efek,” tandasnya.

Dalam kegiatan diskusi ini, juga mengahdirkan mantan Ketua KPU Sumut Herdensi Adnin sebagai narasumber. Ia menjelaskan, DKPP RI ini sifatnya pasif dengan bertugas melakukan pemeriksaan terkait pengaduan terhadap penyelenggra pemilu baik KPU/Bawaslu dari pusat hingga daerah. “Namanya memeriksa orang, harus ada laporan dulu baru diperiksa. Jadi DKPP itu tidak serta merta mengambil perkara itu dan disidangkan,” sebut mantan Ketua KPU Sumut itu. (gus)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mencatat, hingga November 2023, penyelenggara Pemilu di Sumatera Utara (Sumut) paling banyak dilaporkan selama tahapan Pemilu 2024. Sumut menempati peringkat pertama dengan jumlah 82 teradu. Disusul Aceh sebanyak 67 teradu, Jawa Barat 38 teradu, Bengkulu 27 teradu, dan Jawa Timur 20 teradu.

Hal itu, diungkapkan Tenaga Ahli DKPP RI, Mohammad Saihu dalam diskusi Ngetren Media ‘Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media’, di Hotel Lee Polonia Medan, Rabu (29/11) sore. Menurut Saihu, pelanggaran tahapan di lima provinsi itu mayoritas terkait pembentukan badan penyelenggara atau adhoc sebanyak 262 teradu atau 65 persenn

Kemudian terkait pendaftaran dan verifikasi peserta Pemilu sebanyak 38 teradu atau 12 persen. Selanjutnya, terkait pembentukan Panwas Adhoc sebanyak 36 teradu atau 10 persen, pencalonan legislatif dan Capres-Cawapres sebanyak 19 teradu atau 6 persen.

Menurutnya, tidak tutup kemungkinan angka pengaduan terhadap penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu, akan meningkatkan hingga akhir tahun ini. “Khusus untuk Sumut, dengan jumlah teradu 82 orang, dengan amar putusan 55 rehabilitasi, 26 tidak terbukti dan 1 PDJ,” jelas Saihu.

Lantas, apa upaya DKPP untuk menurunkan angka pengaduan terhadap penyelenggara Pemilu tersebut? Saihu mengatakan, peran jurnalis dan media memberikan kontribusi besar dalam memberikan pemahaman atas etika dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu tersebut. “Sebenarnya, hasil sidang DKPP yang sudah tersebar oleh media, itukan bisa jadi warning bagi penyelenggara. Kita ada program sosialisasi, ada program seperti ini,” ucapnya.

Kemudian, Saihu mengungkapkan, apa diberitakan terkait amar putusan terhadap penyelenggara pemilu memberikan efek luar kepada oknum-oknum teradu tersebut. Sehingga akan memberikan dampak yang baik. “Kan orang akan membaca dan itu efeknya luar biasa buat penyelenggara, orang gak akan mau dilaporkan ke DKPP. Meskipun, tadi saya bilang lebih banyak di rehabilitasi ataupuan hanya dapat teguran. Tapi kalau orang sudah di sidang, itukan pengaruh, karena jejak digital itukan ada, orang diberitakan disidang, itukan membawa efek,” tandasnya.

Dalam kegiatan diskusi ini, juga mengahdirkan mantan Ketua KPU Sumut Herdensi Adnin sebagai narasumber. Ia menjelaskan, DKPP RI ini sifatnya pasif dengan bertugas melakukan pemeriksaan terkait pengaduan terhadap penyelenggra pemilu baik KPU/Bawaslu dari pusat hingga daerah. “Namanya memeriksa orang, harus ada laporan dulu baru diperiksa. Jadi DKPP itu tidak serta merta mengambil perkara itu dan disidangkan,” sebut mantan Ketua KPU Sumut itu. (gus)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/