31.7 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Mesjid Lama Gang Bengkok Full Chinese Ethnic Nuance

The building was valued Chinese architecture.
Three times undergoing renovations, but do not release the design since the building stood. Many high-ranking officials who worship there. Starting from the Mayor of Medan first, until the mayor to date. Founded in 1888, the mosque was actually known as the Mosque of the Old Gang Bent. What is the value over legacy Mosque Tjong Afie it?

Mesjid Lama Pasar Bengkok
Mesjid Lama Pasar Bengkok

Syahrial SIREGAR, Medan

Sturdy stand measuring 1600 meters above ground, the Old Mosque Crooked Gang, Village Kesawan, to date into its own attraction for the people to worship here. The mosque, measuring approximately 20×20 feet, built in 1888 on waqf land measuring 1600 meters from a Malay leader Tempatan, namely Datuk Mohammad ‘Adi Al Hajj, with funding from Tjong A Fie.

In this mosque still use the fan. 4 poles in it, just like the four poles that is in residence Tjong Kesawan Afie in Jalan Medan. Reconstruction of the old building is still felt here. Facing west, the front, left and rear right next to people’s houses. While the right side directly facing the Jalan Masjid.

The mosque has been changed four stewardship nazir, who passed down the family since the mosque stood. First, vow mosque held by Sheikh Mhd Jacob. Later revealed to Shaykh Abu Bakr H Jacob, son of Jacob Mhd. Future Shaykh Abu Bakr out later taken over by H Syaifuddin Nst, son of Abu Bakr. Now, vow mosque held by H Mhd Sazly Nst, is none other than the nephew of Syaifuddin as chairman vow.

Silmy Cape (41), secretary of the fourth generation nazir mosque said the mosque has advantages compared to other mosques. “From its shape is different from other mosques. Here are kecina-cinaan elements mixed with Malay culture. Was visible from the side of the upper plate bending mosque. Was combs above. All the cost of making this mosque from Tjong Afie,” he said.

After the construction of the mosque is completed, then Tjong Afie submit to the Sultan of Deli. Then lift Sheikh Sultan Deli Mhd Jacob as nazir first mosque.

Silmy said the mosque was undergoing renovations structure 3 times. Originally the mosque was made from wooden poles. In the 70’s, the mosque was increased. To accommodate the number of places of worship, in the 80’s mosque again overhauled by extending 5 meters to the left and right side. “Not only that, year 90’s, back in the mosque renovation by replacing the marble walls of the mosque. Furthermore, each year continues renovated mosque on a small scale without reducing construction duration Desan. Months 5 yesterday, mosque minaret was also overhauled ceiling. Formerly of wood, has now been replaced with steel, “said Silmy.

If for color, until now the mosque was still maintaining a green and yellow color on the walls outside. Go inside the mosque, there are 8 toilets and 20 units where ablution. A woman’s place is closed, while for men is semi-closed. Within walking distance.

To mengomodir need water to perform ablutions, the mosque is to rely on water from an old well with a circle 2 meters in the women’s bathroom. It is said that this well has been around since the mosque stands. Although it does not rely on water from the old well, now mosques also have received the flow of water from the taps Tirtanadi.

“Then to accommodate the water in the women’s bathroom was pure of old wells. Coupled help water flow taps Tirtanadi. Could be the well was already there before the mosque stands,” said Silmy.

The mosque is still relying on the fan, not the AC (Air Conditioner). However, this mosque is still an option for a place of worship. “If the most crowded time of execution Dhuhr prayer, Asr and Maghrib. Jam 9 pm the main mosque was closed. But if we allow anyone to stay in the mosque. Instance, there is a benighted traveler. However we first check the completeness of his identity,” Silmy said.

Public Library is in the mosque has also been crowned as the best library. “It rewards given by Zafar Bachtiar. Mayor of Medan at the time,” said Silmy.

Silmy noted, the mosque with a capacity of 2000 worshipers, it has been visited by many high-ranking officials. Such T Rizal Nurdin, former governor of North Sumatra, the first mayor until the era Rahudman also been praying here. “During Mr. Billy has not served the Acting Governor, he was often in prayer here. Many department heads are praying here. Including Samsul Arifin, a former governor of us,” said Silmy.

The uniqueness of this mosque, the pulpit preacher whose height reaches 4 feet. Compared to other existing mosque in Medan, the pulpit in the mosque is called the Crooked Alley Silmy the highest. “Pillar of the four carved flowers on top. No iron in this mosque. Intercede besusun stone. Mosque tower was approximately 15 meters to the top,” said Silmy.

In this mosque, there are four people in charge of maintaining the cleanliness of the mosque. Starting from the charge of cleaning the bathroom, cleaning the right, and a duty call to prayer. Asked why it says gang Crooked Mosque, calling this title Silmy spontaneous blaze. “Maybe its position right in the alley. Formerly, there is no path, when viewed from the right side, the mosque is located in an alley just crooked,” said Silmy.

At the end of the story, calling Silmy 4 pole which is the right side and left side, and 8 poles on the back side of the mosque, indicating the mosque was to be attended by all Muslims from all directions in the field. The plan, in the near future mosque will be back in the renovation. “It will be made ceiling. Ceramic floor was replaced with new ones. Includes fan in the main room will be replaced with the air conditioning,” said Silmy. (*)

 

Translatian/Terjemahan
Mesjid Lama Gang Bengkok Penuh Nuansa Etnis Cina

Bangunannya bernilai arsitektur Cina. Tiga kali mengalami renovasi, namun tidak melunturkan desain sejak bangunan itu berdiri. Banyak pejabat tinggi yang melakukan ibadah disana. Mulai dari Walikota Medan pertama,  hingga walikota sampai saat ini. Berdiri sejak tahun 1888, mesjid ini sejatinya dikenal dengan Mesjid Lama Gang Bengkok.  Apa nilai lebih dari Mesjid peninggalan Tjong Afie itu?

SYAHRIAL SIREGAR, Medan

Berdiri kokoh diatas tanah seluas 1600 meter, Mesjid Lama  Gang Bengkok, Kelurahan Kesawan, sampai saat ini menjadi daya tarik sendiri bagi orang orang untuk melakukan ibadah disini.  Mesjid ini berukuran lebih kurang 20×20 meter, dibangun pada tahun 1888 diatas tanah wakaf seluas 1600 meter dari seorang pemuka Melayu tempatan, yaitu Datuk Mohammad ‘Adi Al Hajj,  dengan bantuan dana dari Tjong A Fie.

Di mesjid ini masih memakai kipas angin. 4 tiang penyangga yang ada di dalamnya, sama seperti 4 tiang yang ada di kediaman Tjong Afie di Jalan Kesawan Medan. Rekonstruksi bangunan lama masih terasa disini. Menghadap ke barat, sisi depan, kiri dan belakang bersebelahan langsung dengan rumah-rumah warga. Sementara sisi sebelah kanan langsung berhadapan dengan Jalan Mesjid.

Mesjid ini telah berganti 4 kepengurusan nazir, yang turun temurun dari keluarga sejak mesjid itu berdiri. Pertama, kenaziran mesjid dipegang oleh Syekh Mhd Yakub. Kemudian diturunkan kepada Syekh H Abu Bakar Yakub, anak Mhd Yakub.  Masa Syekh Abu Bakar habis kemudian diambilalih oleh H Syaifuddin Nst, anak dari Abu Bakar. Kini, kenaziran mesjid dipegang oleh H Mhd Sazly Nst, yang tak lain adalah keponakan dari Syaifuddin sebagai ketua kenaziran.
Silmy Tanjung (41), sekretaris nazir mesjid generasi keempat mengatakan, mesjid ini memiliki kelebihan dibandingkan mesjid lainnya. “Dari bentuknya berbeda dengan mesjid lain. Disini ada unsur kecina-cinaan yang bercampur dengan kebudayaan melayu. Itu terlihat dari pelengkungan lempeng sisi bagian atas mesjid. Ada sisir-sisir diatas. Semua biaya pembuatan mesjid ini dari Tjong Afie,” ujarnya.

Usai pembangunan mesjid selesai, kemudian Tjong Afie menyerahkan kepada Sultan Deli. Kemudian Sultan Deli mengangkat Syekh Mhd Yakub sebagai nazir mesjid pertama. Silmy mengatakan, mesjid ini sudah mengalami renovasi struktur sebanyak 3 kali. Awalnya mesjid ini terbuat dari tiang-tiang kayu. Di tahun 70 an, mesjid kemudian diperbesar. Untuk menampung jumlah ibadah, di tahun 80 an mesjid kembali dirombak dengan memperluas 5 meter ke samping kiri dan samping kanan. “Tidak hanya itu, ditahun 90 an, mesjid kembali di renovasi dengan mengganti dinding marmer mesjid.

Selanjutnya setiap tahun mesjid ini terus direnovasi kecil-kecilan tanpa mengurangi konstruksi desan lamanya. Bulan 5 kemarin, mesjid ini juga dirombak plafon menaranya.  Dulunya dari kayu, kini sudah diganti dengan baja,” ungkap Silmy.

Kalau untuk warna, hingga sekarang mesjid ini masih mempertahankan warna hijau dan kuning di dinding luarnya. Masuk ke dalam lingkungan mesjid, terdapat 8 toilet dan 20 unit tempat berwudhu. Tempat perempuan dibuat tertutup, sementara untuk laki-laki dibuat semi tertutup. Jaraknya berdekatan.
Untuk mengomodir kebutuhan air untuk berwudhu, mesjid ini mengandalkan air dari sumur tua dengan lingkaran 2 meter yang ada di dalam kamar mandi perempuan. Konon katanya, sumur ini sudah ada sejak mesjid ini berdiri. Meski tidak mengandalkan air dari sumur tua itu, kini mesjid juga sudah menerima aliran air dari PDAM Tirtanadi.
“Kalau untuk mengakomodasi air di kamar mandi perempuan itu murni dari sumur tua tersebut. Ditambah bantuan air dari aliran PDAM Tirtanadi. Bisa jadi sumur itu sudah ada sebelum mesjid ini berdiri,” kata Silmy.

Mesjid ini masih mengandalkan kipas angin, bukan AC (Air Conditioner). Namun begitu, tetap saja mesjid ini menjadi
pilihan untuk tempat beribadah. “Kalau yang paling rame saat pelaksanaan solat Dzuhur, Ashar dan Magrib. Jam 9 malam gedung utama mesjid ini sudah ditutup. Tapi kami memperbolehkan kalau ada yang ingin menginap di mesjid. Misalnya saja ada musafir yang kemalaman. Namun kami cek dulu kelengkapan identitasnya,” ujar Silmy.

Perpustakaan untuk umum yang ada di dalam mesjid ini juga pernah dinobatkan sebagai perpustakaan terbaik. “Waktu itu penghargaannya diberikan oleh Bachtiar Zafar. Walikota Medan pada saat itu,” kata Silmy.

Silmy mencatat, mesjid yang berkapasitas 2000 jemaah itu, sudah banyak didatangi pejabat tinggi. Semisal T Rizal Nurdin, mantan gubernur Sumut, walikota pertama sampai era Rahudman juga sudah pernah solat disini. “Semasa pak Gatot belum menjabat Plt Gubernur, dia juga sering solat disini.  Banyak juga kepala-kepala dinas yang solat disini. Termasuk Samsul Arifin, mantan gubernur kita,” tukas Silmy.Satu lagi keunikan mesjid ini, yakni mimbar khatib yang tingginya mencapai 4 meter. Dibandingkan mesjid lainnya yang ada di Medan, mimbar di Mesjid Gang Bengkok ini di sebut Silmy yang paling tinggi. “Tiang yang empat berukiran bunga-bunga di atas. Tidak ada besi di mesjid ini. Semunya batu besusun. Menara mesjid ada sekitar 15 meter sampai ke puncaknya,” tukas Silmy.

Di mesjid ini, ada 4 orang yang bertugas menjaga kebersihan mesjid. Mulai dari yang bertugas membersihkan kamar mandi, membersihkan ruang sebelah kanan, serta yang bertugas mengumandangkan azan. Ditanya mengapa dikatakan Mesjid gang Bengkok, Silmy menyebut sebutan itu spontan saja tercetus.

“Mungkin letaknya yang persis di gang. Dulunya, belum ada jalan ini, jika dilihat dari sisi kanan, mesjid persis berada di gang bengkok,” kata Silmy.

Diakhir ceritanya, Silmy menyebut 4 tiang yang ada disisi kanan dan kiri, serta 8 tiang penyangga di sisi belakang mesjid, menandakan mesjid ini akan dihadiri oleh semua umat Islam dari segala penjuru di Medan. Rencananya, dalam waktu dekat mesjid ini akan kembali di renovasi. “Nanti akan dibuat Plafon. Lantainya diganti dengan keramik yang baru. Termasuk kipas angin yang ada di ruang utama akan diganti dengan AC,” pungkas Silmy.(*)

The building was valued Chinese architecture.
Three times undergoing renovations, but do not release the design since the building stood. Many high-ranking officials who worship there. Starting from the Mayor of Medan first, until the mayor to date. Founded in 1888, the mosque was actually known as the Mosque of the Old Gang Bent. What is the value over legacy Mosque Tjong Afie it?

Mesjid Lama Pasar Bengkok
Mesjid Lama Pasar Bengkok

Syahrial SIREGAR, Medan

Sturdy stand measuring 1600 meters above ground, the Old Mosque Crooked Gang, Village Kesawan, to date into its own attraction for the people to worship here. The mosque, measuring approximately 20×20 feet, built in 1888 on waqf land measuring 1600 meters from a Malay leader Tempatan, namely Datuk Mohammad ‘Adi Al Hajj, with funding from Tjong A Fie.

In this mosque still use the fan. 4 poles in it, just like the four poles that is in residence Tjong Kesawan Afie in Jalan Medan. Reconstruction of the old building is still felt here. Facing west, the front, left and rear right next to people’s houses. While the right side directly facing the Jalan Masjid.

The mosque has been changed four stewardship nazir, who passed down the family since the mosque stood. First, vow mosque held by Sheikh Mhd Jacob. Later revealed to Shaykh Abu Bakr H Jacob, son of Jacob Mhd. Future Shaykh Abu Bakr out later taken over by H Syaifuddin Nst, son of Abu Bakr. Now, vow mosque held by H Mhd Sazly Nst, is none other than the nephew of Syaifuddin as chairman vow.

Silmy Cape (41), secretary of the fourth generation nazir mosque said the mosque has advantages compared to other mosques. “From its shape is different from other mosques. Here are kecina-cinaan elements mixed with Malay culture. Was visible from the side of the upper plate bending mosque. Was combs above. All the cost of making this mosque from Tjong Afie,” he said.

After the construction of the mosque is completed, then Tjong Afie submit to the Sultan of Deli. Then lift Sheikh Sultan Deli Mhd Jacob as nazir first mosque.

Silmy said the mosque was undergoing renovations structure 3 times. Originally the mosque was made from wooden poles. In the 70’s, the mosque was increased. To accommodate the number of places of worship, in the 80’s mosque again overhauled by extending 5 meters to the left and right side. “Not only that, year 90’s, back in the mosque renovation by replacing the marble walls of the mosque. Furthermore, each year continues renovated mosque on a small scale without reducing construction duration Desan. Months 5 yesterday, mosque minaret was also overhauled ceiling. Formerly of wood, has now been replaced with steel, “said Silmy.

If for color, until now the mosque was still maintaining a green and yellow color on the walls outside. Go inside the mosque, there are 8 toilets and 20 units where ablution. A woman’s place is closed, while for men is semi-closed. Within walking distance.

To mengomodir need water to perform ablutions, the mosque is to rely on water from an old well with a circle 2 meters in the women’s bathroom. It is said that this well has been around since the mosque stands. Although it does not rely on water from the old well, now mosques also have received the flow of water from the taps Tirtanadi.

“Then to accommodate the water in the women’s bathroom was pure of old wells. Coupled help water flow taps Tirtanadi. Could be the well was already there before the mosque stands,” said Silmy.

The mosque is still relying on the fan, not the AC (Air Conditioner). However, this mosque is still an option for a place of worship. “If the most crowded time of execution Dhuhr prayer, Asr and Maghrib. Jam 9 pm the main mosque was closed. But if we allow anyone to stay in the mosque. Instance, there is a benighted traveler. However we first check the completeness of his identity,” Silmy said.

Public Library is in the mosque has also been crowned as the best library. “It rewards given by Zafar Bachtiar. Mayor of Medan at the time,” said Silmy.

Silmy noted, the mosque with a capacity of 2000 worshipers, it has been visited by many high-ranking officials. Such T Rizal Nurdin, former governor of North Sumatra, the first mayor until the era Rahudman also been praying here. “During Mr. Billy has not served the Acting Governor, he was often in prayer here. Many department heads are praying here. Including Samsul Arifin, a former governor of us,” said Silmy.

The uniqueness of this mosque, the pulpit preacher whose height reaches 4 feet. Compared to other existing mosque in Medan, the pulpit in the mosque is called the Crooked Alley Silmy the highest. “Pillar of the four carved flowers on top. No iron in this mosque. Intercede besusun stone. Mosque tower was approximately 15 meters to the top,” said Silmy.

In this mosque, there are four people in charge of maintaining the cleanliness of the mosque. Starting from the charge of cleaning the bathroom, cleaning the right, and a duty call to prayer. Asked why it says gang Crooked Mosque, calling this title Silmy spontaneous blaze. “Maybe its position right in the alley. Formerly, there is no path, when viewed from the right side, the mosque is located in an alley just crooked,” said Silmy.

At the end of the story, calling Silmy 4 pole which is the right side and left side, and 8 poles on the back side of the mosque, indicating the mosque was to be attended by all Muslims from all directions in the field. The plan, in the near future mosque will be back in the renovation. “It will be made ceiling. Ceramic floor was replaced with new ones. Includes fan in the main room will be replaced with the air conditioning,” said Silmy. (*)

 

Translatian/Terjemahan
Mesjid Lama Gang Bengkok Penuh Nuansa Etnis Cina

Bangunannya bernilai arsitektur Cina. Tiga kali mengalami renovasi, namun tidak melunturkan desain sejak bangunan itu berdiri. Banyak pejabat tinggi yang melakukan ibadah disana. Mulai dari Walikota Medan pertama,  hingga walikota sampai saat ini. Berdiri sejak tahun 1888, mesjid ini sejatinya dikenal dengan Mesjid Lama Gang Bengkok.  Apa nilai lebih dari Mesjid peninggalan Tjong Afie itu?

SYAHRIAL SIREGAR, Medan

Berdiri kokoh diatas tanah seluas 1600 meter, Mesjid Lama  Gang Bengkok, Kelurahan Kesawan, sampai saat ini menjadi daya tarik sendiri bagi orang orang untuk melakukan ibadah disini.  Mesjid ini berukuran lebih kurang 20×20 meter, dibangun pada tahun 1888 diatas tanah wakaf seluas 1600 meter dari seorang pemuka Melayu tempatan, yaitu Datuk Mohammad ‘Adi Al Hajj,  dengan bantuan dana dari Tjong A Fie.

Di mesjid ini masih memakai kipas angin. 4 tiang penyangga yang ada di dalamnya, sama seperti 4 tiang yang ada di kediaman Tjong Afie di Jalan Kesawan Medan. Rekonstruksi bangunan lama masih terasa disini. Menghadap ke barat, sisi depan, kiri dan belakang bersebelahan langsung dengan rumah-rumah warga. Sementara sisi sebelah kanan langsung berhadapan dengan Jalan Mesjid.

Mesjid ini telah berganti 4 kepengurusan nazir, yang turun temurun dari keluarga sejak mesjid itu berdiri. Pertama, kenaziran mesjid dipegang oleh Syekh Mhd Yakub. Kemudian diturunkan kepada Syekh H Abu Bakar Yakub, anak Mhd Yakub.  Masa Syekh Abu Bakar habis kemudian diambilalih oleh H Syaifuddin Nst, anak dari Abu Bakar. Kini, kenaziran mesjid dipegang oleh H Mhd Sazly Nst, yang tak lain adalah keponakan dari Syaifuddin sebagai ketua kenaziran.
Silmy Tanjung (41), sekretaris nazir mesjid generasi keempat mengatakan, mesjid ini memiliki kelebihan dibandingkan mesjid lainnya. “Dari bentuknya berbeda dengan mesjid lain. Disini ada unsur kecina-cinaan yang bercampur dengan kebudayaan melayu. Itu terlihat dari pelengkungan lempeng sisi bagian atas mesjid. Ada sisir-sisir diatas. Semua biaya pembuatan mesjid ini dari Tjong Afie,” ujarnya.

Usai pembangunan mesjid selesai, kemudian Tjong Afie menyerahkan kepada Sultan Deli. Kemudian Sultan Deli mengangkat Syekh Mhd Yakub sebagai nazir mesjid pertama. Silmy mengatakan, mesjid ini sudah mengalami renovasi struktur sebanyak 3 kali. Awalnya mesjid ini terbuat dari tiang-tiang kayu. Di tahun 70 an, mesjid kemudian diperbesar. Untuk menampung jumlah ibadah, di tahun 80 an mesjid kembali dirombak dengan memperluas 5 meter ke samping kiri dan samping kanan. “Tidak hanya itu, ditahun 90 an, mesjid kembali di renovasi dengan mengganti dinding marmer mesjid.

Selanjutnya setiap tahun mesjid ini terus direnovasi kecil-kecilan tanpa mengurangi konstruksi desan lamanya. Bulan 5 kemarin, mesjid ini juga dirombak plafon menaranya.  Dulunya dari kayu, kini sudah diganti dengan baja,” ungkap Silmy.

Kalau untuk warna, hingga sekarang mesjid ini masih mempertahankan warna hijau dan kuning di dinding luarnya. Masuk ke dalam lingkungan mesjid, terdapat 8 toilet dan 20 unit tempat berwudhu. Tempat perempuan dibuat tertutup, sementara untuk laki-laki dibuat semi tertutup. Jaraknya berdekatan.
Untuk mengomodir kebutuhan air untuk berwudhu, mesjid ini mengandalkan air dari sumur tua dengan lingkaran 2 meter yang ada di dalam kamar mandi perempuan. Konon katanya, sumur ini sudah ada sejak mesjid ini berdiri. Meski tidak mengandalkan air dari sumur tua itu, kini mesjid juga sudah menerima aliran air dari PDAM Tirtanadi.
“Kalau untuk mengakomodasi air di kamar mandi perempuan itu murni dari sumur tua tersebut. Ditambah bantuan air dari aliran PDAM Tirtanadi. Bisa jadi sumur itu sudah ada sebelum mesjid ini berdiri,” kata Silmy.

Mesjid ini masih mengandalkan kipas angin, bukan AC (Air Conditioner). Namun begitu, tetap saja mesjid ini menjadi
pilihan untuk tempat beribadah. “Kalau yang paling rame saat pelaksanaan solat Dzuhur, Ashar dan Magrib. Jam 9 malam gedung utama mesjid ini sudah ditutup. Tapi kami memperbolehkan kalau ada yang ingin menginap di mesjid. Misalnya saja ada musafir yang kemalaman. Namun kami cek dulu kelengkapan identitasnya,” ujar Silmy.

Perpustakaan untuk umum yang ada di dalam mesjid ini juga pernah dinobatkan sebagai perpustakaan terbaik. “Waktu itu penghargaannya diberikan oleh Bachtiar Zafar. Walikota Medan pada saat itu,” kata Silmy.

Silmy mencatat, mesjid yang berkapasitas 2000 jemaah itu, sudah banyak didatangi pejabat tinggi. Semisal T Rizal Nurdin, mantan gubernur Sumut, walikota pertama sampai era Rahudman juga sudah pernah solat disini. “Semasa pak Gatot belum menjabat Plt Gubernur, dia juga sering solat disini.  Banyak juga kepala-kepala dinas yang solat disini. Termasuk Samsul Arifin, mantan gubernur kita,” tukas Silmy.Satu lagi keunikan mesjid ini, yakni mimbar khatib yang tingginya mencapai 4 meter. Dibandingkan mesjid lainnya yang ada di Medan, mimbar di Mesjid Gang Bengkok ini di sebut Silmy yang paling tinggi. “Tiang yang empat berukiran bunga-bunga di atas. Tidak ada besi di mesjid ini. Semunya batu besusun. Menara mesjid ada sekitar 15 meter sampai ke puncaknya,” tukas Silmy.

Di mesjid ini, ada 4 orang yang bertugas menjaga kebersihan mesjid. Mulai dari yang bertugas membersihkan kamar mandi, membersihkan ruang sebelah kanan, serta yang bertugas mengumandangkan azan. Ditanya mengapa dikatakan Mesjid gang Bengkok, Silmy menyebut sebutan itu spontan saja tercetus.

“Mungkin letaknya yang persis di gang. Dulunya, belum ada jalan ini, jika dilihat dari sisi kanan, mesjid persis berada di gang bengkok,” kata Silmy.

Diakhir ceritanya, Silmy menyebut 4 tiang yang ada disisi kanan dan kiri, serta 8 tiang penyangga di sisi belakang mesjid, menandakan mesjid ini akan dihadiri oleh semua umat Islam dari segala penjuru di Medan. Rencananya, dalam waktu dekat mesjid ini akan kembali di renovasi. “Nanti akan dibuat Plafon. Lantainya diganti dengan keramik yang baru. Termasuk kipas angin yang ada di ruang utama akan diganti dengan AC,” pungkas Silmy.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/