30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pemerintah Akomodir Penghayat

MEDAN- Keberadaan penghayat atau warga yang menganut aliran kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa di Sumut saat ini mulai diakomodir.
Hal itu seiring dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam peraturan perundangan tentang kepercayaan, adat dan tradisi. Sehingga ke depan, masalah yang timbul dalam hak-hak sipil penghayat seperti pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP), kebebasan menjalankan kepercayaan, persoalan pemakaman hingga membentuk organisasi kepercayaan dapat diminimalisir.

Kasubdit Kelembagaan Kepercayaan Direktorat Pembinaan Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi Ditjen Kebudayaan Kemendikbud, Wigati mengatakan, pemerintah sudah mengakomodir keberadaan penghayat dalam aturan UU. Dikatakannya, keberadaan penghayat sudah diterima pemerintah dan masing-masing sudah memiliki tanda inventarisasi.

“Pemerintah sudah memfasilitasi aturan itu dalam UU No 23 tahun 2006, juga PP No 37 tahun 2007 serta aturan Permendagri No 4341 tentang Pedoman Penganut Kepercayaan, di mana dalam Peraturan itu diatur tigal hal yakni tentang pemakaman, tentang organisasi dan  penyelenggaraan kepercayaan,” ujar Wigati dalam Sosialisasi Peraturan Perundangan tentang Kepercayaan Adat dan Tradisi yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bidang Seni Budaya, kemarin (5/12) malam.

Dijelaskan Wigati, saat ini penghayat yang terdaftar di Kementarian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebanhyak 239 organisasi, tapi tak semua organisasi aktif karena sudah banyak yang tidak ada penerusnya. Untuk Sumut sendiri, yang sudah terdata sebanyak 14 organisasi penghayat dan 4 organisasi dinyatakan tak aktif.

“Kalau pengikutnya di seluruh Indonesia ini untuk penghayat sebanyak 10 juta orang dan yang paling banyak itu di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Harapan kami dengan kita gelar sosialisasi ini maka kita dapat meningkatkan pelayanan kepada penghayat, dan meminimalisir kasus-kasus yang menjadi kendala yang dihadapi penghayat terutama terkait dengan hak sipilnya,” jelas Wigati.

Ketua Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa Sumut, Maruli Sirait mengatakan, di Sumut terdapat 16 paguyuban yang terdiri dari berbagai macam suku dari Jawa Kejawen, Simalungun, Batak dan Karo. Selama ini penghayat di Sumut memang kerap mengalami kendala terhadap hak sipilnya hal itu diakui oleh Maruli.

“Selama ini kita masih sering mengalami kendala, saat kita mau mendirikan rumah ibadah itu sering dilarang karena kita bukan merupakan agama yang diakui. Termasuk saat mengurus KTP kami dipaksa untuk memilih salah satu agama dari lima agama yang diakui negara dalam status agama, tak hanya itu saat mau masuk PNS, ABRI dan lainnya kami juga tidak dibolehkan mengakui kepercayaan yang kami anut,” ujar Maruli yang mengaku penganut Parmalim.  Untuk itulah, Maruli sangat berharap dengan adanya sosialisasi aturan pemerintah yang mengakomodir penghayat. (*/des)

MEDAN- Keberadaan penghayat atau warga yang menganut aliran kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa di Sumut saat ini mulai diakomodir.
Hal itu seiring dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam peraturan perundangan tentang kepercayaan, adat dan tradisi. Sehingga ke depan, masalah yang timbul dalam hak-hak sipil penghayat seperti pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP), kebebasan menjalankan kepercayaan, persoalan pemakaman hingga membentuk organisasi kepercayaan dapat diminimalisir.

Kasubdit Kelembagaan Kepercayaan Direktorat Pembinaan Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi Ditjen Kebudayaan Kemendikbud, Wigati mengatakan, pemerintah sudah mengakomodir keberadaan penghayat dalam aturan UU. Dikatakannya, keberadaan penghayat sudah diterima pemerintah dan masing-masing sudah memiliki tanda inventarisasi.

“Pemerintah sudah memfasilitasi aturan itu dalam UU No 23 tahun 2006, juga PP No 37 tahun 2007 serta aturan Permendagri No 4341 tentang Pedoman Penganut Kepercayaan, di mana dalam Peraturan itu diatur tigal hal yakni tentang pemakaman, tentang organisasi dan  penyelenggaraan kepercayaan,” ujar Wigati dalam Sosialisasi Peraturan Perundangan tentang Kepercayaan Adat dan Tradisi yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bidang Seni Budaya, kemarin (5/12) malam.

Dijelaskan Wigati, saat ini penghayat yang terdaftar di Kementarian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebanhyak 239 organisasi, tapi tak semua organisasi aktif karena sudah banyak yang tidak ada penerusnya. Untuk Sumut sendiri, yang sudah terdata sebanyak 14 organisasi penghayat dan 4 organisasi dinyatakan tak aktif.

“Kalau pengikutnya di seluruh Indonesia ini untuk penghayat sebanyak 10 juta orang dan yang paling banyak itu di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Harapan kami dengan kita gelar sosialisasi ini maka kita dapat meningkatkan pelayanan kepada penghayat, dan meminimalisir kasus-kasus yang menjadi kendala yang dihadapi penghayat terutama terkait dengan hak sipilnya,” jelas Wigati.

Ketua Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa Sumut, Maruli Sirait mengatakan, di Sumut terdapat 16 paguyuban yang terdiri dari berbagai macam suku dari Jawa Kejawen, Simalungun, Batak dan Karo. Selama ini penghayat di Sumut memang kerap mengalami kendala terhadap hak sipilnya hal itu diakui oleh Maruli.

“Selama ini kita masih sering mengalami kendala, saat kita mau mendirikan rumah ibadah itu sering dilarang karena kita bukan merupakan agama yang diakui. Termasuk saat mengurus KTP kami dipaksa untuk memilih salah satu agama dari lima agama yang diakui negara dalam status agama, tak hanya itu saat mau masuk PNS, ABRI dan lainnya kami juga tidak dibolehkan mengakui kepercayaan yang kami anut,” ujar Maruli yang mengaku penganut Parmalim.  Untuk itulah, Maruli sangat berharap dengan adanya sosialisasi aturan pemerintah yang mengakomodir penghayat. (*/des)

Artikel Terkait

Bobby Resmikan Pekan Kuliner Kondang

Dua Artis Meriahkan HMAF 2019

Gagal Jadi Pengusaha, Kini Jadi Pengajar

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/