31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Pertanian untuk Masa Depan Kita

Indonesia adalah negara pertanian dengan lahan yang begitu luas sehingga dijuluki negara agraris. Namun siapa sangka, di negara agraris ini banyak mengalami berbagai permasalahan. Salah satu diantaranya bahwa dalam beberapa tahun ini minat calon mahasiswa masuk ke pendidikan pertanian terasa agak menurun.

Mungkin banyak hal yang dapat kita anggap sebagai penyebabnya. Misalnya saat ini pola berpikir generasi muda untuk melihat ke masa depan yang cerah dengan cara yang menurut mereka paling mudah dan praktis sehingga terpaku untuk mencari pekerjaan yang bagi mereka sangat menjanjikan. Dalam meneruskan sekolah atau kuliahpun, mereka akan selalu memprioritaskan masuk ke perguruan tinggi khususnya di fakultas yang benar-benar menjamin masa depan mereka.

Fakultas pertanian kadangkala dianggap segala sesuatu yang berkaitan dengan rakyat kecil, lumpur, kotor, jauh dari teknologi dan gaji yang  rendah.  Cara pandang yang demikian lemahnya karena faktor pengaruh teknologi di era globalisasi ini dan hal ini perlu kita rubah, meskipun tidak semua generasi muda memiliki cara pandang demikian.

Justru dalam tiga tahun terakhir permintaan tenaga kerja terus meningkat tajam ditandai dengan meningkatnya animo calon mahasiswa memasuki Fakultas Pertanian.  Memang cara pandang yang menyatakan paradigma  perguruan tinggi (universitas) harus mampu menghasilkan tenaga siap kerja tidak sepenuhnya dapat dibenarkan. Akan tetapi alumni perguruan tinggi yang dihasilkan adalah personel-personel yang siap untuk dididik kembali sesuai dengan bidang kerja yang ditekuninya. Sebagai contoh dari 700 alumni fakultas pertanian universitas negeri tertentu diketahui bahwa yang bekerja di bidang pertanian hanya 25,9 persen dan sisanya tersebar di bidang lain seperti BUMN dan perbankan 15,3 persen dan swasta non perbankan 12,1 persen (Soekartawi, 2008). Oleh karenanya dunia pertanian sangat prospektif dimana harus mencakup pembangunan dari sektor hulu dan hilir sehingga diperoleh nilai tambah (value added) untuk memenuhi permintaan dunia akan kebutuhan pangan maupun non pangan. Sebagai contoh pada tahun 2005 Indonesia menghasilkan 26,3 juta ton palm oil  dengan kebutuhan tenaga kerja 3,5 juta orang  maka pada tahun 2020 khusus untuk potensi sawit saja di Indonesia diprediksi produksi ini akan menjadi  55 juta ton dengan kebutuhan tenaga kerja sebanyak 7,2 juta orang, dimana sebagian besar tenaga kerja yang diperlukan merupakan lulusan pendidikan pertanian. Sementara itu yang menjadi faktor penentu kesuksesan di dunia kerja khususnya adalah alumni Fakultas Pertanian yang dibekali soft skill seperti mampu mebuat perencanaan, bekerja keras, rasa percaya diri, mampu berfikir analitis serta kemampuan  untuk berorganisasi.

Beberapa Kebijakan Pemerintah yang mendukung:

Kebijakan pemerintah saat ini dirasa sudah cukup baik akan tetapi beberapa strategi penting perlu dilakukan pemerintah misalnya adanya keberpihakan pada bidang pertanian, integrasi hulu-hilir dimana mulai dari sarana produksi pertanian, kegiatan on farm, off farm dan distribusi produk dilakukan secara terpadu serta kebijakan harus diarahkan pada bidang dan komoditi yang tepat (Suhardiyanto, 2009). Pertanian dengan dimensinya yang luas seperti dimensi ketersediaan pangan, tenaga kerja dan lingkungan yang lebih ramah seperti keseimbangan ekologi dan ekowisata, menjadi sangat krusial bagi negara kita. Indonesia kaya akan sumber daya dari  Sabang sampai ke Merauke memerlukan sebuah pencitraan yang masif untuk meningkatkan minat di bidang pertanian.  (*)

Dekan FP UHN Kursus Internasional di Berlin

Bertemu Dekan-Dekan Pertanian se Asia  Tenggara

Dekan Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Medan, Dr. Ir. Ferisman Tindaon MSc, telah mengikuti The International Dean’s Course (IDC) South East Asia, di Jerman, pada  tanggal 18 – 30 Juni 2012. Kursus  ini diselenggarakan oleh Deutsche Akademischer Austausch Dienst (DAAD) atau German Academic Exchange Service  Berlin, Alexander van Humboldt Foundation yang  bekerjasama dengan Forum Rektor Universitas di Jerman (German Rectors’ Conference = HRK), Pusat Pengembangan Pendidikan Tinggi (Centre for Higher Education =CHE)  Jerman dan University of Applied Sciences Osnabrueck  serta Frei Universitaet Berlin. Demikian ungkap Ferisman Tindaon kepada Sumut Pos, Senin (2/7).

Lebih lanjut Ferisman Tindaon  mengutarakan, kursus ini diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan pencerahan tentang manajemen dan kepemimpinan serta pengelolaan fakultas di tengah perubahan-perubahan yang terjadi. Seperti globalisasi, desentralisasi dan otonomi yang saat ini menjadi tren bukan hanya di Indonesia, tapi hampir di seluruh dunia. Kursus diikuti oleh 32 peserta yang merupakan para dekan, pembantu dekan dan berasal dari perguruan tinggi di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Myanmar. Selain peserta dari Universitas HKBP Nommensen Medan, perguruan tinggi dari Indonesia yang juga hadir sebagai peserta berasal dari, ITB, UGM, UNDIP, UNSRI, UNSYIAH, UNTAN, UIN Riau dan  Ma Chung University  Malang .

Ke 32 Dekan-dekan  dari Asia Tenggara peserta International Dean Course (IDC)  ini disambut oleh Wakil Presiden Universitas Osnabrueck  Prof  Dr Peter Seifert pada hari Senin 18  Juni 2012 sedangkan pada malamnya disambut oleh Walikota Burkhard Jasper di balai kota Osnabrück . ”Bahwa jumlah mahasiswa akan terus meningkat di seluruh dunia. Adanya kemajuan teknologi dan  internasionalisasi  berperan penting dalam memastikan bahwa universitas harus mencari cara baru untuk pengembangannya. IDC adalah kesempatan kami untuk berbagi strategi-strategi baru untuk mengelola  dan mengembangkan universitas yang berhasil dan mapan,” kata Prof Dr Peter Seifert, Wakil Presiden University of Osnabrueck  pada upacara pembukaan resmi IDC ini. Oleh karena itu, Seifert menambahkan: “Kami ingin membangun jembatan antara universitas Asia dan Jerman melalui program ini.

Jembatan ini akan mengarah pada upaya saling pengertian dan mempromosikan pertukaran informasi secara kontinyu antar universitas.”  Sedangkan Prof Dr Peter Mayer dari  penyelenggara  IDC , mengatakan: “Para dekan dekan fakultas jarang sekali dibekali  tugas dan tanggung jawab yang sistematis sebagai persyaratan sebelumnya. Oleh karenanya disini kita ingin memulai dengan Kursus Dekan Internasional dan menyampaikan kompetensi kunci yang  harus dimiliki dan dibutuhkan saat ini untuk memimpin perguruan tinggi  yang sukses.”  Sejak tahun 2007, IDC adalah forum yang mapan sebagai jaringan antar dekan dari Jerman, Asia dan Afrika. Para  pembuat keputusan dan akademisi akan bertukar ide tentang perubahan lanskap pendidikan internasional dan proses-proses perubahan yang terjadi di negara asal mereka.

Program ini menawarkan beberapa modul pada topik seperti kualitas dan manajemen keuangan, dan memberikan keterampilan kepemimpinan berupa “soft skills” . Selain bagian teoritis  yang diperoleh di kampus Caprivi University of Applied Sciences Osnabrueck dari tanggal 18 Juni hingga tanggal 23 Juni 2012, para peserta IDC juga memperdalam pengetahuannya dalam bentuk lokakarya tanggal 24 juni hingga 30 Juni di Freie Universitaet di Berlin ibukota Jerman.

Materi kursus yang diberikan terdiri dari Higher Education Systems in Germany and South East Asia, Changing Nature in University Governance, Strategic Faculty Management, Financial Management, Soft Skill Workshop, Leadership, Quality Assurance  dan Quality Management. Menurut Ferisman Tindaon, kursus ini dirasakan sangat bermanfaat karena memberikan bekal bagaimana seharusnya pengelolaan suatu fakultas. Kursus semacam ini selayaknya diikuti oleh dekan, pembantu dekan, dan ketua jurusan segera setelah dilantik pada jabatannya. Sebuah hal yang belum menjadi tradisi di Universitas HKBP Nommensen Medan demikian ungkap Tindaon. (*)

Indonesia adalah negara pertanian dengan lahan yang begitu luas sehingga dijuluki negara agraris. Namun siapa sangka, di negara agraris ini banyak mengalami berbagai permasalahan. Salah satu diantaranya bahwa dalam beberapa tahun ini minat calon mahasiswa masuk ke pendidikan pertanian terasa agak menurun.

Mungkin banyak hal yang dapat kita anggap sebagai penyebabnya. Misalnya saat ini pola berpikir generasi muda untuk melihat ke masa depan yang cerah dengan cara yang menurut mereka paling mudah dan praktis sehingga terpaku untuk mencari pekerjaan yang bagi mereka sangat menjanjikan. Dalam meneruskan sekolah atau kuliahpun, mereka akan selalu memprioritaskan masuk ke perguruan tinggi khususnya di fakultas yang benar-benar menjamin masa depan mereka.

Fakultas pertanian kadangkala dianggap segala sesuatu yang berkaitan dengan rakyat kecil, lumpur, kotor, jauh dari teknologi dan gaji yang  rendah.  Cara pandang yang demikian lemahnya karena faktor pengaruh teknologi di era globalisasi ini dan hal ini perlu kita rubah, meskipun tidak semua generasi muda memiliki cara pandang demikian.

Justru dalam tiga tahun terakhir permintaan tenaga kerja terus meningkat tajam ditandai dengan meningkatnya animo calon mahasiswa memasuki Fakultas Pertanian.  Memang cara pandang yang menyatakan paradigma  perguruan tinggi (universitas) harus mampu menghasilkan tenaga siap kerja tidak sepenuhnya dapat dibenarkan. Akan tetapi alumni perguruan tinggi yang dihasilkan adalah personel-personel yang siap untuk dididik kembali sesuai dengan bidang kerja yang ditekuninya. Sebagai contoh dari 700 alumni fakultas pertanian universitas negeri tertentu diketahui bahwa yang bekerja di bidang pertanian hanya 25,9 persen dan sisanya tersebar di bidang lain seperti BUMN dan perbankan 15,3 persen dan swasta non perbankan 12,1 persen (Soekartawi, 2008). Oleh karenanya dunia pertanian sangat prospektif dimana harus mencakup pembangunan dari sektor hulu dan hilir sehingga diperoleh nilai tambah (value added) untuk memenuhi permintaan dunia akan kebutuhan pangan maupun non pangan. Sebagai contoh pada tahun 2005 Indonesia menghasilkan 26,3 juta ton palm oil  dengan kebutuhan tenaga kerja 3,5 juta orang  maka pada tahun 2020 khusus untuk potensi sawit saja di Indonesia diprediksi produksi ini akan menjadi  55 juta ton dengan kebutuhan tenaga kerja sebanyak 7,2 juta orang, dimana sebagian besar tenaga kerja yang diperlukan merupakan lulusan pendidikan pertanian. Sementara itu yang menjadi faktor penentu kesuksesan di dunia kerja khususnya adalah alumni Fakultas Pertanian yang dibekali soft skill seperti mampu mebuat perencanaan, bekerja keras, rasa percaya diri, mampu berfikir analitis serta kemampuan  untuk berorganisasi.

Beberapa Kebijakan Pemerintah yang mendukung:

Kebijakan pemerintah saat ini dirasa sudah cukup baik akan tetapi beberapa strategi penting perlu dilakukan pemerintah misalnya adanya keberpihakan pada bidang pertanian, integrasi hulu-hilir dimana mulai dari sarana produksi pertanian, kegiatan on farm, off farm dan distribusi produk dilakukan secara terpadu serta kebijakan harus diarahkan pada bidang dan komoditi yang tepat (Suhardiyanto, 2009). Pertanian dengan dimensinya yang luas seperti dimensi ketersediaan pangan, tenaga kerja dan lingkungan yang lebih ramah seperti keseimbangan ekologi dan ekowisata, menjadi sangat krusial bagi negara kita. Indonesia kaya akan sumber daya dari  Sabang sampai ke Merauke memerlukan sebuah pencitraan yang masif untuk meningkatkan minat di bidang pertanian.  (*)

Dekan FP UHN Kursus Internasional di Berlin

Bertemu Dekan-Dekan Pertanian se Asia  Tenggara

Dekan Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Medan, Dr. Ir. Ferisman Tindaon MSc, telah mengikuti The International Dean’s Course (IDC) South East Asia, di Jerman, pada  tanggal 18 – 30 Juni 2012. Kursus  ini diselenggarakan oleh Deutsche Akademischer Austausch Dienst (DAAD) atau German Academic Exchange Service  Berlin, Alexander van Humboldt Foundation yang  bekerjasama dengan Forum Rektor Universitas di Jerman (German Rectors’ Conference = HRK), Pusat Pengembangan Pendidikan Tinggi (Centre for Higher Education =CHE)  Jerman dan University of Applied Sciences Osnabrueck  serta Frei Universitaet Berlin. Demikian ungkap Ferisman Tindaon kepada Sumut Pos, Senin (2/7).

Lebih lanjut Ferisman Tindaon  mengutarakan, kursus ini diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan pencerahan tentang manajemen dan kepemimpinan serta pengelolaan fakultas di tengah perubahan-perubahan yang terjadi. Seperti globalisasi, desentralisasi dan otonomi yang saat ini menjadi tren bukan hanya di Indonesia, tapi hampir di seluruh dunia. Kursus diikuti oleh 32 peserta yang merupakan para dekan, pembantu dekan dan berasal dari perguruan tinggi di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Myanmar. Selain peserta dari Universitas HKBP Nommensen Medan, perguruan tinggi dari Indonesia yang juga hadir sebagai peserta berasal dari, ITB, UGM, UNDIP, UNSRI, UNSYIAH, UNTAN, UIN Riau dan  Ma Chung University  Malang .

Ke 32 Dekan-dekan  dari Asia Tenggara peserta International Dean Course (IDC)  ini disambut oleh Wakil Presiden Universitas Osnabrueck  Prof  Dr Peter Seifert pada hari Senin 18  Juni 2012 sedangkan pada malamnya disambut oleh Walikota Burkhard Jasper di balai kota Osnabrück . ”Bahwa jumlah mahasiswa akan terus meningkat di seluruh dunia. Adanya kemajuan teknologi dan  internasionalisasi  berperan penting dalam memastikan bahwa universitas harus mencari cara baru untuk pengembangannya. IDC adalah kesempatan kami untuk berbagi strategi-strategi baru untuk mengelola  dan mengembangkan universitas yang berhasil dan mapan,” kata Prof Dr Peter Seifert, Wakil Presiden University of Osnabrueck  pada upacara pembukaan resmi IDC ini. Oleh karena itu, Seifert menambahkan: “Kami ingin membangun jembatan antara universitas Asia dan Jerman melalui program ini.

Jembatan ini akan mengarah pada upaya saling pengertian dan mempromosikan pertukaran informasi secara kontinyu antar universitas.”  Sedangkan Prof Dr Peter Mayer dari  penyelenggara  IDC , mengatakan: “Para dekan dekan fakultas jarang sekali dibekali  tugas dan tanggung jawab yang sistematis sebagai persyaratan sebelumnya. Oleh karenanya disini kita ingin memulai dengan Kursus Dekan Internasional dan menyampaikan kompetensi kunci yang  harus dimiliki dan dibutuhkan saat ini untuk memimpin perguruan tinggi  yang sukses.”  Sejak tahun 2007, IDC adalah forum yang mapan sebagai jaringan antar dekan dari Jerman, Asia dan Afrika. Para  pembuat keputusan dan akademisi akan bertukar ide tentang perubahan lanskap pendidikan internasional dan proses-proses perubahan yang terjadi di negara asal mereka.

Program ini menawarkan beberapa modul pada topik seperti kualitas dan manajemen keuangan, dan memberikan keterampilan kepemimpinan berupa “soft skills” . Selain bagian teoritis  yang diperoleh di kampus Caprivi University of Applied Sciences Osnabrueck dari tanggal 18 Juni hingga tanggal 23 Juni 2012, para peserta IDC juga memperdalam pengetahuannya dalam bentuk lokakarya tanggal 24 juni hingga 30 Juni di Freie Universitaet di Berlin ibukota Jerman.

Materi kursus yang diberikan terdiri dari Higher Education Systems in Germany and South East Asia, Changing Nature in University Governance, Strategic Faculty Management, Financial Management, Soft Skill Workshop, Leadership, Quality Assurance  dan Quality Management. Menurut Ferisman Tindaon, kursus ini dirasakan sangat bermanfaat karena memberikan bekal bagaimana seharusnya pengelolaan suatu fakultas. Kursus semacam ini selayaknya diikuti oleh dekan, pembantu dekan, dan ketua jurusan segera setelah dilantik pada jabatannya. Sebuah hal yang belum menjadi tradisi di Universitas HKBP Nommensen Medan demikian ungkap Tindaon. (*)

Artikel Terkait

Bobby Resmikan Pekan Kuliner Kondang

Dua Artis Meriahkan HMAF 2019

Gagal Jadi Pengusaha, Kini Jadi Pengajar

Terpopuler

Artikel Terbaru

/