25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Indonesia dan Perkebunan Kelapa Sawit

11 juni-dmp-gapki 4Pengusaha sawit di Indonesia termasuk Sumut menepis tudingan internasional yang menganggap memicu pemanasan global.
PEMANASAN global (global warning) merupakan peningkatan temperatur atmosfir bumi akibat dari meningkatnya intensitas efek rumah kaca (green house effect) pada atmosfir bumi. Peningkatan intensitas efek rumah kaca tersebut disebabkan meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca seperti Green House Gas (GHG).
Pemanasan global antara lain berdampak pada perubahan iklim global berupa pergeseran peta iklim secara global, anomali iklim, banjir, kekeringan, badai dan kenaikan permukaan laut yang banyak menimbulkan kerugian dan mengancam keberlanjutan kehidupan di bumi.

Nah, negara-negara barat termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) hingga kini mengisukan Indonesia adalah negara pengemisi terbesar GHG global dan penyebab pemanasan lingkungan global. Kondisi ini menyebabkan banyak hambatan pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia termasuk Sumut yang dikenal banyak memiliki lahan perkebunan kelapa sawit.
Kondisi ini pula yang menjadi keprihatinan Wakil Ketua DPRD Sumut Ir H Chaidir Ritonga MM di Hotel Grand Elite saat bertemu sejumlah pengusaha perkebunan beberapa waktu lalu. Chaidir berharap isu semacam ini dapat segera dihilangkan seiring penjelasan berbagai hasil riset internasional yang menampik isu tersebut. Ia pun menyambut baik penulisan buku ‘Indonesia dan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Isu Lingkungan Global’ yang diterbitkan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).

Politisi yang juga pengusaha perkebunan kelapa sawit di Tapanuli Selatan mengutarakan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut pun meraruh perhatian terhadap berbagai permasalahan perkebunan di Sumut. ‘’DPRD Sumut tak sekadar bicara bantuan sosial dan bantuan daerah bawahan. ‘’Kita juga memberi perhatian terhadap kelapa sawit termasuk revisi UU Nomor 23 Tahun 2004 yang mengatur perimbangan anggaran pusat dan daerah,’’ ucapnya.

Disebutkan Chaidir, buku ‘Indonesia dan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Isu Lingkungan Global’ walau tipis namun tebal dalam isinya. ‘’Perkebunan yang terus berkembang di Sumut. Sawit itu dianggap sebagai suatu hutan yang menjadi bagian dari paru-paru dunia,’’ ucapnya.

Untuk pengembangan perkebunan sawit di Indonesia, lanjut Chaidir, pimpinan DPRD
se-Sumatera mengagendakan pertemuan di Gedung DPRD Sumut pada tanggal 24 Juni 2013. ‘’Pertemuan ini sangat penting dalam upaya meningkatkan peran perkebunan dan menepis berbagai permasalahan disekitarnya,’’ kata Chaidir.

Sementara itu Ketua Umum GAPKI Joefly J Bachroeny dan pengurus Bidang Hukum dan Advokasi GAPKI Tungkot Sipayung, Ketua GAPKI Cabang Sumut dan Sekretaris GAPKI  Cabang Sumut Timbas Prasad Ginting ramai-ramai menyangkal isu lingkungan global yang  dikaitkan dengan perkebunan kelapa sawit. ‘’Masalah isu global semacam ini terus akan terjadi. Latar belakangnya adalah persaingan bisnis,’’ ucap Joefly.
Pengurus Bidang Hukum dan Advokasi GAPKI Tungkot Sipayung mengemukakan, negara pengemisi GHG (setara CO2) dari pertanian global justru berasal dari China, Brazil, India, Amerika serikat, Uni Eropa dan Argenina yang mencapai 70 persen dari GHG pertanian global tahun 2011. ‘’Indonesia bukan termasuk negara terbesar pengemisi GHG global baik dari emisi konsumsi energi BBF, pertanian maupun dari lahan gambut. Dilihat dari segi berbagai indikator kehutanan maka  hutan di Indonesia masih termasuk 10 negara terbaik di dunia,’’ jelasnya.

Mengingat perkebunan kelapa sawit memiliki fungsi ekologis yang menyerupai fungsi ekologis hutan maka perkebunan kelapa sawit perlu dikategorikan sebagai hutan. ‘’Setidak-tidaknya dikategorikan sebagai salah satu bentuk afforestasi atau reforestasi,’’ kata dia.
Perkebunan jekaoa sawit di Sumut, lanjut Tungkot, sebagai provinsi tertua persawitan dimana peran ekspor minyak kelapa sawit tahun 2008 mencapai 50 persen dari total ekspor dan kontribusi dalam PDRB mencapai 30 persen. Perkebunan kelapa sawit merupakan bagian dari solusi dari permasalahan pangan, energi, lingkungan dan ekonomi global. (dmp)

11 juni-dmp-gapki 4Pengusaha sawit di Indonesia termasuk Sumut menepis tudingan internasional yang menganggap memicu pemanasan global.
PEMANASAN global (global warning) merupakan peningkatan temperatur atmosfir bumi akibat dari meningkatnya intensitas efek rumah kaca (green house effect) pada atmosfir bumi. Peningkatan intensitas efek rumah kaca tersebut disebabkan meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca seperti Green House Gas (GHG).
Pemanasan global antara lain berdampak pada perubahan iklim global berupa pergeseran peta iklim secara global, anomali iklim, banjir, kekeringan, badai dan kenaikan permukaan laut yang banyak menimbulkan kerugian dan mengancam keberlanjutan kehidupan di bumi.

Nah, negara-negara barat termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) hingga kini mengisukan Indonesia adalah negara pengemisi terbesar GHG global dan penyebab pemanasan lingkungan global. Kondisi ini menyebabkan banyak hambatan pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia termasuk Sumut yang dikenal banyak memiliki lahan perkebunan kelapa sawit.
Kondisi ini pula yang menjadi keprihatinan Wakil Ketua DPRD Sumut Ir H Chaidir Ritonga MM di Hotel Grand Elite saat bertemu sejumlah pengusaha perkebunan beberapa waktu lalu. Chaidir berharap isu semacam ini dapat segera dihilangkan seiring penjelasan berbagai hasil riset internasional yang menampik isu tersebut. Ia pun menyambut baik penulisan buku ‘Indonesia dan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Isu Lingkungan Global’ yang diterbitkan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).

Politisi yang juga pengusaha perkebunan kelapa sawit di Tapanuli Selatan mengutarakan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut pun meraruh perhatian terhadap berbagai permasalahan perkebunan di Sumut. ‘’DPRD Sumut tak sekadar bicara bantuan sosial dan bantuan daerah bawahan. ‘’Kita juga memberi perhatian terhadap kelapa sawit termasuk revisi UU Nomor 23 Tahun 2004 yang mengatur perimbangan anggaran pusat dan daerah,’’ ucapnya.

Disebutkan Chaidir, buku ‘Indonesia dan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Isu Lingkungan Global’ walau tipis namun tebal dalam isinya. ‘’Perkebunan yang terus berkembang di Sumut. Sawit itu dianggap sebagai suatu hutan yang menjadi bagian dari paru-paru dunia,’’ ucapnya.

Untuk pengembangan perkebunan sawit di Indonesia, lanjut Chaidir, pimpinan DPRD
se-Sumatera mengagendakan pertemuan di Gedung DPRD Sumut pada tanggal 24 Juni 2013. ‘’Pertemuan ini sangat penting dalam upaya meningkatkan peran perkebunan dan menepis berbagai permasalahan disekitarnya,’’ kata Chaidir.

Sementara itu Ketua Umum GAPKI Joefly J Bachroeny dan pengurus Bidang Hukum dan Advokasi GAPKI Tungkot Sipayung, Ketua GAPKI Cabang Sumut dan Sekretaris GAPKI  Cabang Sumut Timbas Prasad Ginting ramai-ramai menyangkal isu lingkungan global yang  dikaitkan dengan perkebunan kelapa sawit. ‘’Masalah isu global semacam ini terus akan terjadi. Latar belakangnya adalah persaingan bisnis,’’ ucap Joefly.
Pengurus Bidang Hukum dan Advokasi GAPKI Tungkot Sipayung mengemukakan, negara pengemisi GHG (setara CO2) dari pertanian global justru berasal dari China, Brazil, India, Amerika serikat, Uni Eropa dan Argenina yang mencapai 70 persen dari GHG pertanian global tahun 2011. ‘’Indonesia bukan termasuk negara terbesar pengemisi GHG global baik dari emisi konsumsi energi BBF, pertanian maupun dari lahan gambut. Dilihat dari segi berbagai indikator kehutanan maka  hutan di Indonesia masih termasuk 10 negara terbaik di dunia,’’ jelasnya.

Mengingat perkebunan kelapa sawit memiliki fungsi ekologis yang menyerupai fungsi ekologis hutan maka perkebunan kelapa sawit perlu dikategorikan sebagai hutan. ‘’Setidak-tidaknya dikategorikan sebagai salah satu bentuk afforestasi atau reforestasi,’’ kata dia.
Perkebunan jekaoa sawit di Sumut, lanjut Tungkot, sebagai provinsi tertua persawitan dimana peran ekspor minyak kelapa sawit tahun 2008 mencapai 50 persen dari total ekspor dan kontribusi dalam PDRB mencapai 30 persen. Perkebunan kelapa sawit merupakan bagian dari solusi dari permasalahan pangan, energi, lingkungan dan ekonomi global. (dmp)

Artikel Terkait

Bobby Resmikan Pekan Kuliner Kondang

Dua Artis Meriahkan HMAF 2019

Gagal Jadi Pengusaha, Kini Jadi Pengajar

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/