Kebijakan pemerintah dalam hal ini, Menteri Pertanian melalui Permentan No 60/2012 dan Permendag No 60/2012 untuk melarang 13 produk impor masuk ke Indonesia menuai pro dan kontra. Namun lahirnya kebijakan ini menjadi angin segar bagi para petani, khususnya di Sumatera Utara yang mayoritas penghasil buah lokal.
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho langsung merespon kebijakan ini. Larangan impor 13 produk hortikultura yang berlaku enam bulan ke depan ini akan ditindaklanjuti dengan menerbitkan peraturan gubernur (perhub). Hal ini guna menjabarkan peraturan larangan impor yang telah dibuat oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan sebelumnya.
Dengan lahirnya pergub ini nantinya sambung Gatot maka para petani lokal khususnya di sentara-sentra buah lokal, bisa bersaing guna meningkatkan hasil produknya. Semisal di Kabupaten Karo, para petani jeruk harus bisa menghasilkan jeruk yang berkualitasnya. Paling tidak kualitasnya tidak kalah jauh dengan jeruk impor yang selama ini beredar.
Demikian juga dengan jeni sayur-sayuran semisal wortel dan produk hortikultura lainnya. Melalai peraturan ini tentunya mata rantai jalur buah impor bisa diputus sehingga para petani akan merasakan dampak kenaikan harga.
“Petani kita harus bersaing. Dan ini merupakan peluang baik bagi petani lokal untuk meningkatkan kesejahteraannya,” ungkap Gatot.
Di tempat terpisah Dosen Teknologi Hasil Pertanian Unika Prof DR Posman Sibuea mengatakan lahirnya Peraturan Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan ini merupakan kebijakan yang ditunggu-tunggu oleh petani lokal. “Inilah saatnya petani lokal kita bersemangat dalam mengelola lahannya. Sebab dengan larangan impor ini maka otomatis produk buah dan hortikultura lokal akan semakin membaik,” ungkap Posman saat dimintai komentarnya, tentang lahirnya peraturan larangan impor 13 produk hortikultura, kemarin (2/2).
Dari amatan Posman selama ini, produk petani lokal semisal jeruk asal Berastagi, Pantai Buaya Langkat dan produk hortikultura lainnya bisa untuk mencukupi kebutuhan lokal masyarakat Sumatera Utara. Kalau pun kurang jumlahnya hanya sedikit, Itu pun hanya untuk kebutuhan hotel-hotel berbintang. “Semisal jeruk di hotel berbintang dan rumah makan mewah, kalau saya rasa bisa menggunakan produk impor. Tapi untuk kebutuhan masyarakat lain haruslah menggunakan produk lokal,” sarannya.
Selama ini buah yang ada di kaki lima mayoritas berasal dari impor. Makanya dengan larangan ini maka paling tidak kita harus bangga mengkonsumsi buah lokal. “Secara bisnis jika kita mengkonsumsi buah impor maka secara tidak langsung kita akan mensubsisi petani luar negeri. Tapi dengan mengkonsumsi buah lokal, maka kita juga ikut mensejahterakan petani lokal,” ungkapnya.
Posman menuturkanyang paling terpenting saat ini adalah bagaimana upaya mengatasi musem panen. Soalnya saat musim panen seperti ini maka buah lokal akan banjir sehingga harganya mahal. Untuk itu Pemprovsu harus bisa membuat langkah jika misim panen tiba, maka buah jeruk itu bisa dibuat semacam minum jeruk, bisa jus dan lain sebagainya. Dengan demikian harga buah lokal tidak akan anjlok.
“Saya harap nanti dalam pergub itu akan diatur teknologi pasca panen. Ini berguna untuk melindungi para petani,” ujarnya.
Dari Badan Pusat Statistik (BPS) SU, dari ke 13 produk tersebut, hanya 7 yang masuk ke Sumut. Bahkan produk seperti Nanas hanya masuk pada tahun 2011 yang lalu. Sedangkan pada tahun 2012 tidak masuk sama sekali ke Sumut.
Dari Permendag tersebut, ada 13 produk holtikultura yang dibatasi masuknya, seperti kentang, kubis, wortel, cabai, nanas, melon, pisang, mangga, papaya, durian, bunga krisan, bunga anggrek, dan bunga heliconia.
Kepala Seksi Impor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut, Parlindungan Lubis, menyatakan pemerintah membuat peraturan ini berniat untuk melindungi produk lokal untuk jenis holtikultura. Selain itu, jelas untuk melindungi petani. “Yang harus ditegaskan, permendag ini bukan untuk melarang masuknya barang, tetapi untuk membatasi. Sehingga produk lokal dapat menjadi tuan rumah di negerinya sendiri,” ujarnya.
Dijelaskannya, saat ini peraturannya akan berjalan selama 6 bulan terlebih dahulu, yaitu pada Januari hingga Juni 2013. Nantinya, akan dilakukan evaluasi terkait dengan peraturan yang sudah ditertibkan ini. “Jadi, kita lihat dulu perkembangannya di semester I untuk melihat perkembangannya,” lanjutnya.
Sebuah peraturan dipastikan akan menimbulkan pro dan kontra, dan begitu juga dengan permendag ini. Tetapi untuk Sumut setidaknya ini bisa melindungi petani, karena Sumut dikenal sebagai daerah yang kaya akan hasil pertanian dan perkebunan. “Jadi, nantinya produk kita akan dikonsumsi oleh masyarakat kita juga,” tambahnya.
Seperti diketahui, pemerintah melakukan pelarangan impor terhadap beberapa produk holtikultura dalam 6 bulan ke depan. Berlaku dari Januari hingga Juni 2013. Hal ini konsekuensi dikeluarkannya Permentan nomer 60 Tahun 2012 dan Permendag No 60/2012 soal impor hortikultura.
Adapun 13 produk holtikultura yang dilarang adalah Kentang, Kubis, Wortel, Cabai, Nanas, Melon, Pisang, Mangga, Pepaya, Durian, Bunga Krisan, Bunga Anggrek dan Bunga Heliconia. Sebanyak 13 jenis hortikultura tersebut tak mendapat Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari kementerian pertanian.(mag-9/dra/ram/net)
Importir Wajib Melapor
Dalam mengawal masuknya produk holtikultura ke dalam negeri, pihak Balai Karantina Pertanian Belawan juga akan melakukan pengetatan pengawasan. Bagi perusahaan importir yang akan memasok produk sayuran dan buah diwajibkan memberitahukan rencana pemasukan produk holtikultura kepada pihak karantina.
“Sebelum buah dan sayuran segar tersebut dimuat ke atas alat angkut di negara asalnya, importir wajib memberitahukan rencana masuknya produk tersebut. Baru selanjutnya laporan itu dimasukan dalam buku agenda dan dilanjutkan dengan pemeriksaan kelengkapan serta keabsahan dokumen,” kata Parlin R Sitanggang, Kepala Bidang Karantina Tumbuhan Balai Besar Karantina Pertanian Belawan.
Jika dokumen yang dipersyaratkan tidak lengkap maka karantina akan melakukan penahan terhadap komoditas itu. Bagi pemilik barang atau kuasanya akan diberikan Surat Penahanan (KT-24).
“Tapi kalau persyaratan telah terpenuhi dan dinyatakan lengkap baru dilakukan pemeriksaan fisik dan kesehatan produk yang masuk, dan kepada pemilik barang akan diberikan Surat Persetujuan Pelaksanaan Tindakan Karantina,” jelasnya.
Disebutkannya, persyaratan dan ketentuan yang mesti dipenuhi importir pemasok produk holtikultura ke dalam negeri yakni, intruksi pemeriksaan, berita acara pemeriksaan, foto copy PIB (Pemberitahuan Impor Barang), invoice, packing list dan brosur. “Semua persyaratan ini harus dipenuhi, sedangkan kesengajaan atau karena kelalaian melakukan pelanggaran dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang RI nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina,” pungkasnya.
Tidak hanya Karantina dan BICT, dalam mengawal kebijakan Peraturan Kementerian Pertanian Nomor 60/Permentan/OT.140/9/2012 dan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 60 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor 13 produk hortikultura, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Belawan juga telah mempersiapkan diri. Bahkan guna mengantisipasi terjadinya pelanggaran, pengawasan pun diperketat.
Kepala KPPBC Belawan, Widhi Hartono saat dihubungi mengatakan, pengetatan pengawasan terhadap masuknya produk holtikultura melalui BICT (Belawan Internasional Container Terminal) diantaranya meliputi pemeriksaan dokumen maupun fisik barang yang masuk. “Pemeriksaan dilakukan sesuai prosedur dan sejauh ini belum ada ditemukan yang menyalahi ketentuan,” kata Widhi.
Biasanya sebut dia, terhadap proses pemeriksaan barang dicurigai bermasalah akan dilakukan melalui jalur merah. Ini terjadi setelah dari analisis dan laporan intelijen dicurigai barang dimaksud tidak sesuai dokumen PIB (Pengajuan Impor Barang).
”Apabila diketahui tidak sesuai prosedur, maka kita akan melakukan upaya penindakan dan penahanan, guna proses pemeriksaan lanjutan,” ujarnya.
Dalam pengawasan dimaksud lanjutnya, juga akan dibentuk tim dengan melibatkan pihak Karantina, Pelabuhan dan instansi terkait lainnya di lingkungan pelabuhan. (mag-17)
BICT Siap Hadapi Impor Hortikultura
BELAWAN-Belawan International Container Terminal (BICT) merupakan salah satu dari empat pelabuhan di Indonesia yang ditetapkan menjadi pintu masuk produk hortikultura mengklaim siap dalam menghadapi masuknya komoditas buah maupun sayuran dari pasar internasional.
Bahkan guna mengawal kebijakan tersebut perusahaan pengelola jasa kepelabuhan ini terus berbenah dan melengkapi fasilitas peralatan pendukung.
“Fasilitas pendukung untuk aktivitas impor sudah ditambah. Jika sebelumnya lapangan penumpukan internasional BICT hanya memiliki 120 unit reefer plug (tempat mengambil arus listrik untuk pendingin kontainer), maka saat ini jumlahnya sekitar 140 unit,” ujar Yusron, Staf Humas BICT.
Selain penambahan reefer plug, sejumlah fasilitas bongkar muat untuk memperkuat kebijakan dimaksud juga sudah ditambah pada tahun 2012 lalu. Dan untuk saat ini aktivitas bongkar muat di pelabuhan terbesar ke tiga di Indonesia setelah pulau Jawa ini semakin cepat, serta antrean kapal sudah dapat diatasi.
”Jadi terminal peti kemas BICT siap dijadikan sebagai pintu masuk hortikultura impor,” tegasnya.
Dia menambahkan, kinerja impor produk hortikultura lewat pelabuhan BICT setelah pemerintah merilis soal pengaturan impor komoditas tersebut mengalami penurunan.
Untuk buah impor misalnya, selama tahun 2012 sebanyak 66.194 ton buah impor yang masuk, jumlah ini lebih rendah bila dibanding impor komoditas yang sama pada tahun 2011 sebanyak 73.837 ton atau turun mencapai 10,35 persen.
Sedangkan impor komoditi sayuran seperti kentang sepanjang tahun lalu sebanyak 239 ton, turun sekitar 43,89 persen jika dibandingkan pada tahun 2011 mencapai 426 ton.
Untuk produk cabai tercatat selama 2012 sebanyak 2.766 ton, turun 2,87 persen dibandingan tahun 2011 sebanyak 2.848 ton.(mag-17)
Petani Karo Senang
Petani Karo menyambut positif terbitnya Permentan No 60/Permentan/OT.140/9/2012 dan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 60 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor 13 Produk Hortikultura. Langkah itu dinilai salah satu jalan menemukan ‘kemerdekaan’ petani dalam menjaga daya siang produk lokal.
Bagaimana tidak, dengan situasi pasar hortikultura dalam beberapa tahun terakhir banyak dijejali produk asal luar negeri yang masuk lewat jalan program impor. Hal ini telah menyebabkan keresahan di kalangan petani.
Menurut salah satu petani di Kecamatan Barus Jahe, Sampang Malem Ginting kekhawatiran produk impor ini cukup beralasan, karena tanpa adanya kebijakan impor petani terkadang dipusingkan dengan persoalan harga jual yang tidak menentu.
“Bisa kita lihat, kami terkadang hanya semangat waktu menanam saja, sesudah berproduksi kami tidak jarang dikagetkan dengan harga yang jauh dari harapan. Bagaimana kita ‘merdeka’ kalau kebijakan tidak berpihak kepada petani . Dan syukurnya sekarang keluar larangan produk impor hingga juni 2013 mendatang,” ujar Sampang.
Dia juga berharap dengan lahirnya peraturan ini, maka pemerintah bisa menjamin pasar buah lokal yang dihasilkan petani. Artinya paling tidak pada saat musim panen, harga buah dan produk hortikultura yang dihasilkan oleh petani harganya tidak anjok.
Seperti diketahui, saat ini di Kabupaten Karo ada empat komoditi hortikultura yang menjadi kebanggaan masyarakat. Keempat produk itu adalah kentang, wortel, cabai dan kol.
Sebagaimana data Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo, untuk kentang, dalam tiga tahun terakhir jumlah produksinya bergerak stabil yakni 2010 sebanyak 53.988 ton, 2011 ada 45.170 ton dan 2012 berjumlah 53.958 ton.
Sementara wortel pada 2010 sebesar 47.330 ton, 2011 ada 22.253 ton dan 2012 ada 24.906 ton. Kemudian cabai tahun 2010 berjumlah 41.349 ton, 2011 ada 40.610 ton dan 2012 ada 50.734 ton.
Atas dasar inilah, produk pertanian Karo harus dilindungi dari peredaran produk impor yang selama ini terjadi. Dengan lahirnya larangan ini maka merupakan kado istimewa bagi para petani khususnya yang ada di Kabupaten Karo.
Sementara itu petani cabai di Kabupaten Karo Roni Jaya Bukit SP menuturkan untuk memperoleh cabai merah kualitas bagus sangat sulit. Hal ini disebabkan oleh tingginya modal kerja dan upah para pekerja.
“Bisa dibayangkan jika dahulu petani biasa menyemprot tanaman tujuh hari sekali, sekarang sudah 5 hari sekali dengan biaya rata rata Rp1 juta per hektar ditambah dengan ongkos penyemprotan,” terangnya.
Kondisi yang sama juga terjadi pada tanaman kentang . Walaupun sampai kini, hasil produksi kentang asal Kabupaten Karo sebagian diekspor ke luar negeri.
“Tapi itu tadi harga jual di pasar lokal sangat kecil dan tidak sebanding dengan biaya yang dibutuhkan dalam merawat tanaman tersebut,” ujar Roni Jaya. Idealnya, harga jual di tingkat petani berada di kisaran Rp4.000 hingga Rp4.500 per kilonya .
Menurut salah seorang petani kentang Berastagi, Herry, ongkos produksi (saat cuaca normal) dalam setiap penanaman satu pokok kentang membutuhkan biaya Rp2.000, Itu sudah termasuk pengadaan bibit, pupuk, dan tenaga kerja.
“Untuk menanam kentang, kita tidak dapat bergantung dari lahan yang kecil. Dipastikan modal tidak akan kemali , karena untuk setiap hektare kita hanya mampu menghasilkan sekitar 15 ton kentang. Jadi kalau lahannya sedikit maka tidak akan sanggup membayar sewa lahan per tahunnya,” ujar Halim yang memiliki lahan 4 hektare ini.
Lahirnya kebijakan larangan impor hortikultura termasuk kentang hingga Juni 2013 mendatang dianggap baik oleh Herry. Sebab pada awal bulan, hingga pertengahan biasanya kentang asal Bangladesh dan China banyak beredar di pasar lokal. Kondisi ini menyebabkan penjualan produk lokal menjadi terganggu.
“Kalau kentang dari China selama 6 tahun terakhir menjadi lawan tanding kentang Karo baik di pasar lokal maupun pasar kentang Malaysia dan Singapura. Kita berharap kentang asal Karo jadi primadona akibat buahnya yang bisa bertahan lama,” ujarnya.
Dia berharap dengan lahirnya larangan ini maka petani di Kabupaten Karo akan semakin sejahtera. “Selain itu kami juga berharap kepada Pemerintah Kabupaten Karo dalam hal ini Dinas Pertanian memberikan penyuluhan tata cara bertanam kentang yang baik. Dengan demikian maka pola-pola tanam petani yang selama ini masih tradisonal bisa berubah menjadi pola tanam moderen,” ungkap Herry.
Kondisi ini sudah lama dinanti-nantikan oleh para petani di Kabupaten Karo. Nah, inilah saatnya nasib petani di bisa berubah ke arah yang lebih lagi. Dan pemerintah sendiri bisa mengawasi keluarnya larangan impor prodok hortikultura ini dengan baik. (mag-6)
Pengusaha Ritel Menolak
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahamta, mengungkapkan keberatan dengan salah satu aturan dalam permendag tentang larangan impor buah dan sayur. Beberapa poin menyebutkan peritel tidak diizinkan untuk mengimpor buah dan sayur secara langsung, namun harus melalui tiga distributor.
Tutum merasa terganggu dengan diwajibkannya ritel untuk membeli barang yang disediakan oleh distributor. Menurutnya, hal itu akan memperpanjang rantai distribusi sehingga harganya menjadi lebih mahal.
Selama ini, ritel memang mengimpor beberapa jenis produk tertentu secara langsung dari luar negeri tanpa melalui distributor. “Tidak ada korelasinya kami beli dari distributor dengan tujuan yang ingin dicapai (untuk melindungi petani dan konsumen),” ujar Tutum.
Padahal, kata dia peritel hanya mengimpor sekitar 30 persen buah dan sayur secara langsung. Sisanya, peritel bekerjasama dengan suplier importir. Artinya, 70 persen tersedianya produk buah dan sayur disediakan oleh importir yang sudah memiliki kerjasama langsung dengan ritel.
Pemerintah mewajibkan ritel untuk membeli dari distributor karena khawatir ada ritel yang menjual buah dengan harha murah karena produk yang dijual tidak berkualitas baik. Dikhawatirkan, produk yang dijual berasal dari dumping atau buangan dari negara lain yang tidak laku dijual di sana.
Sekjen Aprindo Satria Hamid menambahkan selama ini peritel yang mengimpor langsung dari luar negeri justru bisa mendatangkan produk yang berkuatitas. “Kami tahu kebutuhan konsumen, dan kami mendapatkan barang sesuai pesanan yang disepakati,” ujar Satria.
Di tempat terpisah Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Rizal Edy menilai bahwa kebijakan pelarangan impor sayuran dan buah harus didukung dengan kebijakan lain. Namun ia mengakui, kebijakan Permentan No. 42/2012 tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Terhadap Pemasukan Buah dan Sayuran Segar ke Indonesia merupakan sebuah upaya menjaga daya saing agribisnis nasional.
”Secara bisnis bisa dibilang menguntungkan dan baik bagi bangsa kita. Upaya meningkatkan daya saing agribisnis nasional ya harus kita dukung. Apalagi, kita tidak melanggar aturan internasional dan semua negara juga melakukan proteksi tertentu. Tapi, harus didukung dengan kebijakan lain seperti: infrastruktur dan lainnya,” terangnya.
Rizal mengungkapkan, selama ini keberadaan buah impor menurut logika pedagang memiliki tampilan menarik, kualitas bagus dan murah. Menurutnya, dari pasar cukup menguntungkan. Namun, dengan pembatasan sayur dan buah impor harus didukung dengan kebijakan lain seperti meingkatkan standar kualitas, kebersihan dan standar kualitas.
Pasalnya, jika tidak melakukan improvisasi, maka tidak akan meningkatkan daya saing. Selain itu, penataan sarana distribusi seperti infrastruktur harus tertata dengan baik. “Misalnya, jeruk dari Medan masih terkendala dengan sarana transportsi dan tertahan di pelabuhan Bakeuhuni berhari-hari. Tentu, ini berdampak dan menjadikan harga jadi mahal,” terangnya.
Menurutnya, dalam kebijakan Permentan No. 43/2012 tentang Tindakan Karantina Tumbuhan terhadap Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar ke Indonesia ada keberpihakan pada masyarakat. Dengan dua kebijakan tentang pembatasan sayuran dan buah impor, kata dia, banyak membantu petani.
Sehingga, pascapanen daya beli kelompok masyarakat meningkat dan berdampak pada bidang ekonomi, pendidikan dan lainnya. Ia menambahkan, pembatasan tersebut merupakan penguatan struktur ekonomi di level domestik. “Pembatasan ini secara prinsip keadilan distribusi menguntungkan dan membangkitkan denyut petani,” tuturnya. (net/jpnn)