25.6 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Ramai-ramai Beralih ke Buah Lokal

Dari Benih Kanker hinga Demaskulinisasi

Ilustrasi: Anak makan buah apel //net
Ilustrasi: Anak makan buah apel //net
Buah-buahan impor dari China sampai hari ini masih menguasai  pasar di Kota Medan.  Masyarakat kini lebih menyukai buah impor ketimbah buah lokal karena harganya jauh lebih murah dan mudah ditemui di pasar tradisional maupun pasar swalayan. “Tampilan buah impor lebih bagus dan rasanya lebih manis. Harganya pun jauh lebih murah ketimbang buah lokal,” ujar Amru, pedagang buah Pasar Halat Medan.

MENURUT Amru, dulunya buah impor jauh lebih mahal dibandingkan dengan buah lokal. Tetapi sekarang berbalik. “Buah-buah impor tersebut antara lain jeruk sunkist, apel, anggur, dan pear. Sebagian besar dari China,” ujarnya.
Perbedaan harga antara buah impor dan buah lokal bisa mencapai Rp2 ribu hingga Rp3 ribu sampai per kilogram (kg) untuk setiap jenis buah. Pedagang pun senang menjual buah impor karena pasokannya lebih lancar dibandingkan dengan pasokan buah lokal yang selalu terkendala dengan musim.

Namun masalah kualitas, dia menyampaikan sebenarnya buah lokal jauh lebih segar dan padat gizi dibandingkan dengan buah impor. “Buah lokal kalah tampilan saja. Masalah rasa jauh lebih enak buah lokal,’’ ujarnya.
Fakta ini pula yang menyadarkan para produsen benih hortikultura menyatakan kesiapannya mendukung petani dalam bentuk pengadaan benih unggul pascakebijakan pemerintah untuk membatasi impor hortikultura. Ketersediaan benih unggul akan membuat petani tidak kesulitan menjamin ketersediaan produk hortikultura, menggantikan produk impor yang di beberapa daerah sudah dihentikan pemerintah.

“Kami menyambut positif kebijakan pemerintah dengan menjamin ketersediaan benih unggul yang dibutuhkan petani,” kata Ketua Asosiasi Produsen Perbenihan Hortikultura Indonesia (Hortindo) Afrizal Gindow di Jakarta kemarin.
Pemerintah mulai 29 Juni 2012 menutup Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pin tu masuk impor hortikultura, didasarkan pada Peraturan Menteri Pertanian No 42/2012 tentang Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan,Buah-buahan, dan Sayuran Segar. Pembatasan impor hortikultura juga disampaikan melalui Peraturan Menteri Perdagangan No 30/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang akan diterbitkan September 2012 tentang rekomendasi impor produk hortikultura.

Afrizal mengatakan, sebenarnya selama ini kebutuhan hortikultura untuk sayuran dapat dipenuhi dari petani di dalam negeri, sehingga pembatasan ini disambut baik untuk terus meningkatkan pasokan dan keragaman produk. Saat ini produsen benih hortikultura nasional terus mengembangkan lahan pertanian tidak hanya di pedesaan, tetapi juga memanfaatkan lahan terbatas di perkotaan sehing ga tetap terjamin ketersediaan pasokan di pasar.

Managing Director PT East West Seed Indonesia (Ewindo) Glenn Pardede menerangkan, perusahaannya sebagai salah satu anggota Hortindo selama ini menargetkan pertumbuhan 15 persen setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik. Namun dengan adanya kebijakan pemerintah, pihaknya siap meningkatkan target menjadi 30 persen.

Pada tahun ini Kementerian Perdagangan akan memberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 30 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. Itu artinya, Indonesia akan memberikan pembatasan pintu masuk buah dan sayuran impor. Selain demi memproteksi komoditas produk hortikultura lokal, buah-buah impor berpenampilan ‘cantik’ terbukti mengandung sedikitnya 19 penyakit dan unsur berbahaya.

Wow, ternyata penampilan menarik belum tentu berkualitas. Itulah sebabnya mengapa kadang Anda menemui apel yang tampak segar di kulitnya, namun begitu dibuka dagingnya berwarna cokelat bahkan sudah tak mengandung air lagi.
Menurut Kepala Badan Karantina, Banun Harpini, sebagian besar kandungan penyakit ini ditemukan pada buah jeruk dan apel. Bahkan tidak hanya penyakit, pihaknya juga menemukan kandungan residu logam berat dan formalin pada sampel buah impor yang diperiksa selama 2 tahun terakhir.

Sebelum dipajang di rak-rak toko buah atau supermarket, buah impor ini mendapatkan perlakuan panjang dari negeri asalnya. Begitu selesai dipanen, buah akan dimasukkan ke dalam gudang. Agar tidak membusuk, buah-buah tersebut diawetkan terlebih dahulu dengan menggunakan lapisan sejenis parafin. Lapisan lilin ini selain akan menghambat penguapan saat proses pembusukan buah berlangsung, juga bisa membuat penampilan buah menjadi lebih mengkilat sehingga terlihat lebih segar.

Selain penggunaan lilin, pestisida yang menempel pada buah juga bisa mengancam kesehatan. Biasanya, di perkebunan buah non organik, penyemprotan pestisida lazim dipergunakan beberapa saat sebelum buah dipetik. Tidak heran, ketika dipetik, pestisida masih menempel di kulit buah. Perlu diwaspadai, buah impor yang rawan kandungan pestisida adalah anggur.

Fenomena yang terjadi saat ini, produk hortikultura impor tidak hanya membanjiri konsumen di perkotaan, namun hingga ke pedesaaan. Sebab itulah diperlukan kebijakan dan langkah-langkah strategis untuk memposisikan produk-produk hortikultura Indonesia agar dapat bersaing dengan komoditas hortikultura impor.

Hal yang mengejutkan mengenai dampak pestisida dipaparkan oleh Pakar Keamanan Pangan dan Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, Prof Ahmad Sulaeman. Dari berbagai penelitian, menurutnya orang yang mengonsumsi pangan beresidu pestisida, tenyata mampu menyebabkan demaskulinisasi. Hal ini bisa mengganggu perkembangan organ reproduksinya.

Karenanya, kata dia, tidak mengherankan jika sekarang banyak banci atau kaum ‘alay’. Padahal bila menengok tahun 1960-an, yang disebut banci itu adalah mereka yang punya kelamin ganda. Sementara pada zaman sekarang, para banci ini berawal dari laki-laki tulen, tapi lambat-laun sifatnya kemayu dan kecenderungan sosialnya ke sesama laki-laki.

Menurut dia, harus diakui bahwa banyaknya kaum ‘alay’ sekarang ini adalah dampak dari revolusi hijau pertama, dan kondisi tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga terjadi di sejumlah negara. Kemudian beberapa risiko penyakit juga dimungkinkan berkembang pada anak yang dilahirkan dari ibunya yang terpapar pestisida, seperti penyakit leukemia dan termasuk autis.

Dia mengimbau agar masyarakat kembali beralih ke buah lokal yang lebih penuh khasiat. Ini karena belakangan ditemukan pula 19 jenis penyakit pada buah dan sayur impor dalam dua tahun terakhir, demikian kata Kepala Badan Karantina Pertanian, Banun Harpini.

“Pengendalian impor produk hortikultura tersebut dilakukan dengan mengurangi pintu masuk impor buah dan sayur dari delapan menjadi empat pintu masuk, yakni Surabaya, Belawan, Makassar, dan Bandara Soekarno-Hatta,” katanya usai pembukaan Gelar Promosi Produk Hortikultura Jateng 2012 di Soropadan, Temanggung, Kamis.

Ia mengatakan, mulai 19 Juni 2012 impor buah dan sayuran hanya bisa melalui empat pintu masuk tersebut.

“Sebanyak 19 jenis penyakit itu belum sampai masuk ke konsumen karena sudah ketahuan saat di pintu masuk. Produk impor tersebut kemudian dimusnahkan karena mengandung penyakit golongan satu,” katanya.
Banun mengatakan pengendalian impor tersebut, bukan untuk membatasi volume impor melainkan untuk mencegah masuknya penyakit bersamaan dengan produk impor. Selain itu, pemerintah berkeinginan bisa meningkatkan daya saing produk hortikultura lokal dari sisi harga dan kualitas melalui kebijakan tersebut.

Untuk melindungi konsumen dalam negeri, katanya, pemerintah juga akan memperketat pengawasan keamanan pangan yang masuk. “Sebelumnya hanya 38 jenis yang diatur, nanti ada 100 jenis yang harus lulus uji keamanan pangan, seperti batas ambang residu, kandungan logam berat, dan formalin,” katanya.

Ia mengatakan, produk yang masuk ke dalam negeri aman karena melalui telah melalui pengujian yang ketat saat di karantina.
“Kalau masih ada cemaran untuk buah dan sayuran yang ada di pasaran mungkin terjadi saat di gudang penyimpanan,” katanya. Disebutkan pula, volume impor buah dan sayur pada 2011 mencapai 1,6 juta ton, sedangkan pada 2010 sebanyak 1,1 juta ton.

Ketergantungan Indonesia terhadap buah impor seperti jeruk Mandarin, anggur, apel, dan lain-lain sudah diambang batas. Karena itu sudah saatnya pemerintah mengkampanyekan cinta buah lokal.
“Memangnya kita akan mati tanpa jeruk Mandarin? Gara-gara pemerintah getol mengimpor jeruk Mandarin, jeruk Pontianak kita malah anjlok harganya,” kata Siswono Yudohusodo, anggota Komisi IV DPR RI dalam rapat kerja dengan Menteri Pertanian, Suswono, Senin (25/6), di gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Politisi Golkar ini menambahkan, lebih baik meningkatkan produksi jeruk Pontianak yang sudah hampir mati ketimbang mengimpor jeruk Mandarin. “Kenapa pemerintah masih beralasan impor hanya untuk menjaga stabilitas ketahanan pangan saja? Kenapa tidak memikirkan bagaimana meningkatkan kemandirian pangan? Sekarang bukan zamannya lagi ketahanan pangan oke tapi kita tetap tergantung ke impor,” cetus Suswono.

Hal yang sama diungkapkan Mindo Sianipar. Anggota Komisi IV ini juga mengaku prihatin dengan cara berpikir pemerintah yang menurutnya mengajarkan masyarakat mencintai produk luar negeri.
“Pemerintah harus melakukan kampanye serta sosialisasi bahwa buah impor itu kelihatan cantik karena telah melewati chemical treatment. Beda dengan buah lokal, tampilannya memang kurang menarik tapi benar-benar fresh dan belum kesentuh bahan kimia sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi,” terang Mindo. (jpnn)

Buah Kita Kalah Bersaing

Produsen atau pengusaha benih buah-buahan, sayuran, dan produk hortikultura lainnya menyatakan kesiapan mendukung petani dalam pengadaan benih unggul pascakebijakan pemerintah membatasi impor hortikultura.
“Kami menyambut positif kebijakan pemerintah yang mendorong terjaminnya ketersediaan benih unggul yang dibutuhkan petani,” ungkap Ketua Asosiasi Produsen Perbenihan Hortikultura Indonesia (Hortindo), Afrizal Gindow, di Jakarta, Selasa (26/6).

Menurut dia, ketersediaan benih unggul akan membuat petani tidak menemui kesulitan dalam menjamin ketersediaan produk hortikultura menggantikan produk impor yang di beberapa daerah sudah dihentikan pemerintah.
Afrizal mengungkapkan bahwa salah satu penyebab sulit bersaingnya produk buah-buahan maupun sayuran Indonesia dibandingkan produk impor adalah ketersediaan benih unggul yang memengaruhi kuantitas dan kualitas hasil panen petani.

Produsen benih, ujarnya, masih kewalahan memenuhi tingkat permintaan benih industri hortikultura yang terus meningkat setiap tahun. Permintaan benih diproyeksi akan mencapai 13 ribu ton, sedangkan produsen benih hanya mampu menyuplai 6.000-7.000 ton.

Afrizal mengaku bahwa masalah investasi untuk mengembangkan industri benih unggul cukup besar. Di samping itu, kegagalan dalam riset dan pengembangan juga masih sangat tinggi sehingga diperlukan modal yang sangat besar dan memerlukan waktu pengembalian modal panjang.

“Salah satu jalan keluar yang perlu dipertimbangkan adalah membuat industri benih menarik buat investor agar mau membangun nursery (lahan benih) di Indonesia, ujarnya. Menurut dia, Indonesia masih memiliki banyak varietas lokal yang jika dikembangkan mampu bersaing dengan produk hortikultura dari negara lain.

Selain itu, kata Afrizal, sebenarnya selama ini kebutuhan hortikultura untuk sayuran dapat dipenuhi dari petani di dalam negeri, sehingga pembatasan impor ini sangat baik untuk terus meningkatkan pasokan dan keragaman produk. Saat ini, tambahnya, produsen benih hortikultura nasional terus mengembangkan lahan pertanian, tidak hanya di perdesaan tapi juga memanfaatkan lahan terbatas di perkotaan sehingga tetap terjamin ketersediaan pasokan di pasar.
Untuk itu, Afrizal menegaskan bahwa pihaknya siap menyediakan benih unggul agar memberi nilai tambah meliputi produksi lebih maksimal dan tahan terhadap penyakit serta memberikan pelatihan bagi petani.
“Saat ini, benih hibrida hortikultura sebagian besar sudah tersedia di Indonesia, hanya tinggal produk hortikultura untuk item tertentu saja yang masih impor. Itu pun, untuk pasar ekslusif dan memang benihnya tidak bisa diproduksi di sini terkait iklim,” ujar dia.

Managing Director PT East West Seed Indonesia, Glenn Pardede mengungkapkan, perusahaannya selama ini menargetkan pertumbuhan 15 persen setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik. Namun, dengan adanya kebijakan pemerintah pihaknya akan meningkatkan target menjadi 30 persen.

“Saya kira, anggota Hortindo lainnya akan berpikiran sama terkait dengan kebijakan pemerintah menahan serbuan produk hortikultura impor. Sudah saatnya pemerintah berpihak ke petani,” ujar Glenn.
Data statistik menunjukkan, perkembangan impor buah dan sayur mengalami perkembangan yang sangat drastis. Pada 2008, nilai impor produk hortikultura baru 1,6 juta dollar AS, namun pada 2011 nilai impor produk hortikultura mencapai 1,7 miliar dollar AS.

Seperti diketahui, pemerintah mulai 29 Juni 2012 akan menutup Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pintu masuk impor hortikultura. Hal itu didasarkan pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 42 Tahun 2012 tentang Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan, Buah-buahan, dan Sayuran Segar.

Pemerintah juga mengatur pembatasan impor hortikultura melalui Permentan nomor 43 tahun 2012 tentang Syarat dan Tindakan Karantina Sayuran Umbi Lapis Segar.

Setelah Tanjung Priok ditutup, impor hortikultura hanya diperbolehkan melalui Pelabuhan Belawan Medan, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Makasar, serta Bandara Soekarno Hatta.
Kini, hanya tiga pelabuhan saja yang ditetapkan pemerintah bisa menjadi pintu masuk yakni Pelabuhan Batam, Karimun, dan Bintan, itu pun karena merupakan pelabuhan perdagangan bebas.
Pembatasan impor hortikultura juga disampaikan melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 30 tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang akan diterbitkan September 2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. (net/jpnn)

Kunci Melindungi Produk Lokal

DUBES RI untuk Swiss Djoko Susilo sedih dan kecewa ketika berkunjung ke Boyolali, kota kelahirannya. Ia tak menemukan buah lokal yang dicari. Dia heran mengapa buah impor mendominasi outlet buah di mal. Padahal dulu buah yang ia cari itu banyak dijual di Boyolali (Jawa Pos, 19/5/12).

Apa yang dikeluhkan Djoko sebenarnya sudah lama berlangsung. Tidak hanya di Boyolali tetapi juga di kota-kota lain di Indonesia. Tampaknya selera masyarakat kita sudah tergilas oleh globalisasi. Konsumen dan pedagang lebih menyukai buah impor daripada buah lokal.

Bahkan, impor buah dari China pada triwulan pertama tahun ini mencapai 140,9 juta dolar AS atau Rp1,26 triliun, meningkat Rp2 miliar lebih dibandingkan impor triwulan pertama tahun lalu. Belum lagi impor dari negara lain. Tentu hal ini sangat menyedihkan, karena mayoritas penduduk kita adalah petani. Sebagian besar lahan kita juga pertanian.

Itulah beberapa pertanyaan  yang mengusik pikiran Djoko.  Di Swiss, pemerintah dan masyarakat sangat peduli terhadap buah atau produk makanan lokal. Masyarakat akan membeli produk impor jika buatan lokal tidak ada. Mereka lebih menyukai buah lokal. Tidak hanya itu, toko swalayan yang menjajakan produk impor dibatasi waktu operasionalnya. Minggu tidak boleh buka.

Tampaknya, kecintaan masyarakat suatu negara terhadap produk lokal dan perlindungan dari pemerintah tetap merupakan kunci sukses memajukan usaha masyarakat setempat, khususnya kelas mikro. Mereka tidak bisa dibiarkan bersaing bebas menghadapi pasar global, tetapi perlu perlindungan dan pendampingan.

Contoh lain adalah industri film India. Ternyata, India tidak hanya memiliki Bollywood di Mumbai. Industri film di negeri itu juga tumbuh subur di kota-kota lain. Semua semarak dan berjaya.

Tidak hanya film berbahasa nasional India, film berbahasa daerah juga sangat laku. Sama seperti Indonesia, India juga luas dan padat penduduknya, memiliki banyak bahasa daerah.  Jumlah produksi film India tinggi dan penontonnya sangat besar.

Kunci sukses industri film India adalah kecintaan masyarakat terhadap produk nasional atau lokal. Mereka bangga dengan film  lokal. Sebaliknya, mereka tidak begitu suka  film impor. Rumah produksi tumbuh subur. Tempat-tempat pelatihan menari  disesaki anak muda yang ingin berkarya dalam film.

Bagaimana industri film di Indonesia? Produksinya bisa dihitung dengan jari per tahun. Masih sangat kecil. Walaupun film Indonesia sering menjuarai festival di luar negeri, jumlah penontonnya di dalam negeri sangat sedikit. Banyak dari kita lebih menyukai film impor.

Pada zaman Orde Baru pernah digencarkan kampanye mencintai produk nasional atau lokal. Tetapi kampanye itu lebih sering bersifat verbal, kurang menyentuh hati masyarakat, termasuk hati aparat dan pejabat. Kampanye belum mampu membangun budaya dan ideologi untuk mencintai produk lokal.

Kini, setelah beberapa tahun kampanye mencintai produk lokal hilang tertelan hiruk-pikuk reformasi, pemerintah kembali menggalakkan pengendalian buah impor melalui Permendag Nomor 30/M-Dag/Per/5/2012, yang berlaku efektif mulai 5 Juni 2012. Mampukah pemerintah membendung buah impor yang kini membanjiri pasar kita? Atau peraturan baru akan bernasib seperti regulasi sebelumnya?

Banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk melindungi buah lokal. Penanganannya harus komprehensif, mencakup semua  pemangku kepentingan, baik pedagang, importir, petani, maupun konsumen, termasuk teknologinya.
Yang jauh lebih penting adalah konsistensi pemerintah dan kecintaan masyarakat pada buah lokal. Memajukan buah ataupun produk makanan lokal lain harus terus-menerus tanpa henti. Pemerintah dan aparat harus menjadi teladan. Misalnya rapat instansi-instansi pemerintah pusat ataupun daerah, harus  menyajikan buah lokal. Di luar  acara resmi pun sama, seperti penyediaan buah-buahan
di rumah. (*)

Cermat Membeli Buah Impor

  1. Hindari membeli buah impor yang penampilannya terlalu mengkilat. Ingat, buah yang tampak segar di luar belum tentu segar dagingnya. Buah impor banyak yang dilapisi lilin, tujuannya agar tahan selama berbulan-bulan, bahkan ada yang sampai dua tahun. Parahnya, dalam lilin tersebut, biasanya juga ditambahkan fungisida agar buah tidak berjamur.
  2. Pastikan tidak ada bercak-bercak putih pada buah yang hendak dibeli. Sebab, bercak putih ini menandakan tingginya kadar pestisida yang menempel pada buah. Hasil dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa fungisida yang biasa ditambahkan adalah jenis fincocillin yang bersifat anti-androgenic yang sama sifatnya seperti DDT (Dichloro-Diphenyl-Trichloroethane). Anti-androgenic ini, katanya, menimbulkan efek mandul pada serangga.
  3. Jika hendak membeli buah, khususnya apel merah, sebaiknya ketahui dahulu musim apa sekarang di Amerika Serikat (AS). Apabila AS tengah masuk musim dingin, sebaiknya tunda dulu keinginan Anda untuk membeli apel. Jangan membeli bertepatan dengan awal panen di sana. Memang sedikit ribet, tetapi ini perlu. Sebab jika membeli saat musim panen, biasanya buah yang diekspor adalah apel yang sudah digudangkan beberapa waktu.
  4. Sebelum disimpan, sebaiknya cuci buah hingga bersih dengan menggunakan sabun khusus. Lilin serta pestisida yang menempel pada buah bisa benar-benar akan bersih hanya dengan menggunakan cairan sabun. Terlebih jika membeli anggur, karena buah impor yang paling rawan kandungan pestisida adalah anggur.
  5. Setelah dicuci dengan sabun khusus, sebaiknya keringkan dahulu buah tersebut. Kemudian simpan ke dalam plastik dengan porsi sesuai kebutuhan.

Nikmatilah Buah Lokal yang Sehat

1. Mangga

Mangga adalah sumber vitamin C, serat, potasium, dan antioksidan. Selain harum, rasa buahnya yang manis membuatnya banyak dicari orang. Manfaat lainnya adalah memperlancar proses buang air besar, mempercantik kulit, hingga membuat perut terasa kenyang lebih lama. Namun para penderita diabetes sebaiknya berhati-hati mengonsumsi buah musiman ini karena kandungan gulanya cukup tinggi.

2. Buah Naga

Buah naga sebenarnya berasal dari tanaman kaktus yang banyak hidup di wilayah Amerika Latin. Rasanya yang unik, seperti kombinasi antara kiwi dan buah pir, membuat buah ini naik daun. Para ahli di Taiwan menganggap buah naga sebagai obat diabetes karena kandungan seratnya yang tinggi efektif untuk menjaga kadar gula darah. Buah ini juga rendah kalori, tinggi vitamin C, serat, kalsium, vitamin B1,B2, B3, serta mengandung antioksidan.

3. Durian

Buah musliman asli Indonesia ini banyak digemari karena rasanya yang legit dan manis. Buah durian mengandung gula sederhana seperti fruktosa dan sukrosa serta sedikit lemak. Karenanya buah ini bisa menjadi pendongkrak energi. Buah yang berbau menyengat ini merupakan sumber vitamin C dan B (termasuk niacin, riboflavin, B5, B6, dan B1) yang jarang ditemukan pada buah lain. Durian juga mengandung asam amino triptophan yang punya efek menenangkan dan membuat tidur lebih nyenyak.

4. Rambutan

Rambutan termasuk dalam sumber vitamin C yang sangat baik. Hanya dalam empat ons rambutan, sudah mencukupi 40 persen kebutuhan vitamin C harian yang direkomendasikan.

5. Belimbing

Buah yang rasanya menyegarkan ini lebih sering dipakai dalam campuran rujak. Belimbing kaya akan serat, vitamin C, serta asam askorbik yang baik untuk menjaga kesehatan tulang, gigi, serta menguatkan kekebalan tubuh. (*)

Dari Benih Kanker hinga Demaskulinisasi

Ilustrasi: Anak makan buah apel //net
Ilustrasi: Anak makan buah apel //net
Buah-buahan impor dari China sampai hari ini masih menguasai  pasar di Kota Medan.  Masyarakat kini lebih menyukai buah impor ketimbah buah lokal karena harganya jauh lebih murah dan mudah ditemui di pasar tradisional maupun pasar swalayan. “Tampilan buah impor lebih bagus dan rasanya lebih manis. Harganya pun jauh lebih murah ketimbang buah lokal,” ujar Amru, pedagang buah Pasar Halat Medan.

MENURUT Amru, dulunya buah impor jauh lebih mahal dibandingkan dengan buah lokal. Tetapi sekarang berbalik. “Buah-buah impor tersebut antara lain jeruk sunkist, apel, anggur, dan pear. Sebagian besar dari China,” ujarnya.
Perbedaan harga antara buah impor dan buah lokal bisa mencapai Rp2 ribu hingga Rp3 ribu sampai per kilogram (kg) untuk setiap jenis buah. Pedagang pun senang menjual buah impor karena pasokannya lebih lancar dibandingkan dengan pasokan buah lokal yang selalu terkendala dengan musim.

Namun masalah kualitas, dia menyampaikan sebenarnya buah lokal jauh lebih segar dan padat gizi dibandingkan dengan buah impor. “Buah lokal kalah tampilan saja. Masalah rasa jauh lebih enak buah lokal,’’ ujarnya.
Fakta ini pula yang menyadarkan para produsen benih hortikultura menyatakan kesiapannya mendukung petani dalam bentuk pengadaan benih unggul pascakebijakan pemerintah untuk membatasi impor hortikultura. Ketersediaan benih unggul akan membuat petani tidak kesulitan menjamin ketersediaan produk hortikultura, menggantikan produk impor yang di beberapa daerah sudah dihentikan pemerintah.

“Kami menyambut positif kebijakan pemerintah dengan menjamin ketersediaan benih unggul yang dibutuhkan petani,” kata Ketua Asosiasi Produsen Perbenihan Hortikultura Indonesia (Hortindo) Afrizal Gindow di Jakarta kemarin.
Pemerintah mulai 29 Juni 2012 menutup Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pin tu masuk impor hortikultura, didasarkan pada Peraturan Menteri Pertanian No 42/2012 tentang Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan,Buah-buahan, dan Sayuran Segar. Pembatasan impor hortikultura juga disampaikan melalui Peraturan Menteri Perdagangan No 30/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang akan diterbitkan September 2012 tentang rekomendasi impor produk hortikultura.

Afrizal mengatakan, sebenarnya selama ini kebutuhan hortikultura untuk sayuran dapat dipenuhi dari petani di dalam negeri, sehingga pembatasan ini disambut baik untuk terus meningkatkan pasokan dan keragaman produk. Saat ini produsen benih hortikultura nasional terus mengembangkan lahan pertanian tidak hanya di pedesaan, tetapi juga memanfaatkan lahan terbatas di perkotaan sehing ga tetap terjamin ketersediaan pasokan di pasar.

Managing Director PT East West Seed Indonesia (Ewindo) Glenn Pardede menerangkan, perusahaannya sebagai salah satu anggota Hortindo selama ini menargetkan pertumbuhan 15 persen setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik. Namun dengan adanya kebijakan pemerintah, pihaknya siap meningkatkan target menjadi 30 persen.

Pada tahun ini Kementerian Perdagangan akan memberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 30 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. Itu artinya, Indonesia akan memberikan pembatasan pintu masuk buah dan sayuran impor. Selain demi memproteksi komoditas produk hortikultura lokal, buah-buah impor berpenampilan ‘cantik’ terbukti mengandung sedikitnya 19 penyakit dan unsur berbahaya.

Wow, ternyata penampilan menarik belum tentu berkualitas. Itulah sebabnya mengapa kadang Anda menemui apel yang tampak segar di kulitnya, namun begitu dibuka dagingnya berwarna cokelat bahkan sudah tak mengandung air lagi.
Menurut Kepala Badan Karantina, Banun Harpini, sebagian besar kandungan penyakit ini ditemukan pada buah jeruk dan apel. Bahkan tidak hanya penyakit, pihaknya juga menemukan kandungan residu logam berat dan formalin pada sampel buah impor yang diperiksa selama 2 tahun terakhir.

Sebelum dipajang di rak-rak toko buah atau supermarket, buah impor ini mendapatkan perlakuan panjang dari negeri asalnya. Begitu selesai dipanen, buah akan dimasukkan ke dalam gudang. Agar tidak membusuk, buah-buah tersebut diawetkan terlebih dahulu dengan menggunakan lapisan sejenis parafin. Lapisan lilin ini selain akan menghambat penguapan saat proses pembusukan buah berlangsung, juga bisa membuat penampilan buah menjadi lebih mengkilat sehingga terlihat lebih segar.

Selain penggunaan lilin, pestisida yang menempel pada buah juga bisa mengancam kesehatan. Biasanya, di perkebunan buah non organik, penyemprotan pestisida lazim dipergunakan beberapa saat sebelum buah dipetik. Tidak heran, ketika dipetik, pestisida masih menempel di kulit buah. Perlu diwaspadai, buah impor yang rawan kandungan pestisida adalah anggur.

Fenomena yang terjadi saat ini, produk hortikultura impor tidak hanya membanjiri konsumen di perkotaan, namun hingga ke pedesaaan. Sebab itulah diperlukan kebijakan dan langkah-langkah strategis untuk memposisikan produk-produk hortikultura Indonesia agar dapat bersaing dengan komoditas hortikultura impor.

Hal yang mengejutkan mengenai dampak pestisida dipaparkan oleh Pakar Keamanan Pangan dan Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, Prof Ahmad Sulaeman. Dari berbagai penelitian, menurutnya orang yang mengonsumsi pangan beresidu pestisida, tenyata mampu menyebabkan demaskulinisasi. Hal ini bisa mengganggu perkembangan organ reproduksinya.

Karenanya, kata dia, tidak mengherankan jika sekarang banyak banci atau kaum ‘alay’. Padahal bila menengok tahun 1960-an, yang disebut banci itu adalah mereka yang punya kelamin ganda. Sementara pada zaman sekarang, para banci ini berawal dari laki-laki tulen, tapi lambat-laun sifatnya kemayu dan kecenderungan sosialnya ke sesama laki-laki.

Menurut dia, harus diakui bahwa banyaknya kaum ‘alay’ sekarang ini adalah dampak dari revolusi hijau pertama, dan kondisi tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga terjadi di sejumlah negara. Kemudian beberapa risiko penyakit juga dimungkinkan berkembang pada anak yang dilahirkan dari ibunya yang terpapar pestisida, seperti penyakit leukemia dan termasuk autis.

Dia mengimbau agar masyarakat kembali beralih ke buah lokal yang lebih penuh khasiat. Ini karena belakangan ditemukan pula 19 jenis penyakit pada buah dan sayur impor dalam dua tahun terakhir, demikian kata Kepala Badan Karantina Pertanian, Banun Harpini.

“Pengendalian impor produk hortikultura tersebut dilakukan dengan mengurangi pintu masuk impor buah dan sayur dari delapan menjadi empat pintu masuk, yakni Surabaya, Belawan, Makassar, dan Bandara Soekarno-Hatta,” katanya usai pembukaan Gelar Promosi Produk Hortikultura Jateng 2012 di Soropadan, Temanggung, Kamis.

Ia mengatakan, mulai 19 Juni 2012 impor buah dan sayuran hanya bisa melalui empat pintu masuk tersebut.

“Sebanyak 19 jenis penyakit itu belum sampai masuk ke konsumen karena sudah ketahuan saat di pintu masuk. Produk impor tersebut kemudian dimusnahkan karena mengandung penyakit golongan satu,” katanya.
Banun mengatakan pengendalian impor tersebut, bukan untuk membatasi volume impor melainkan untuk mencegah masuknya penyakit bersamaan dengan produk impor. Selain itu, pemerintah berkeinginan bisa meningkatkan daya saing produk hortikultura lokal dari sisi harga dan kualitas melalui kebijakan tersebut.

Untuk melindungi konsumen dalam negeri, katanya, pemerintah juga akan memperketat pengawasan keamanan pangan yang masuk. “Sebelumnya hanya 38 jenis yang diatur, nanti ada 100 jenis yang harus lulus uji keamanan pangan, seperti batas ambang residu, kandungan logam berat, dan formalin,” katanya.

Ia mengatakan, produk yang masuk ke dalam negeri aman karena melalui telah melalui pengujian yang ketat saat di karantina.
“Kalau masih ada cemaran untuk buah dan sayuran yang ada di pasaran mungkin terjadi saat di gudang penyimpanan,” katanya. Disebutkan pula, volume impor buah dan sayur pada 2011 mencapai 1,6 juta ton, sedangkan pada 2010 sebanyak 1,1 juta ton.

Ketergantungan Indonesia terhadap buah impor seperti jeruk Mandarin, anggur, apel, dan lain-lain sudah diambang batas. Karena itu sudah saatnya pemerintah mengkampanyekan cinta buah lokal.
“Memangnya kita akan mati tanpa jeruk Mandarin? Gara-gara pemerintah getol mengimpor jeruk Mandarin, jeruk Pontianak kita malah anjlok harganya,” kata Siswono Yudohusodo, anggota Komisi IV DPR RI dalam rapat kerja dengan Menteri Pertanian, Suswono, Senin (25/6), di gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Politisi Golkar ini menambahkan, lebih baik meningkatkan produksi jeruk Pontianak yang sudah hampir mati ketimbang mengimpor jeruk Mandarin. “Kenapa pemerintah masih beralasan impor hanya untuk menjaga stabilitas ketahanan pangan saja? Kenapa tidak memikirkan bagaimana meningkatkan kemandirian pangan? Sekarang bukan zamannya lagi ketahanan pangan oke tapi kita tetap tergantung ke impor,” cetus Suswono.

Hal yang sama diungkapkan Mindo Sianipar. Anggota Komisi IV ini juga mengaku prihatin dengan cara berpikir pemerintah yang menurutnya mengajarkan masyarakat mencintai produk luar negeri.
“Pemerintah harus melakukan kampanye serta sosialisasi bahwa buah impor itu kelihatan cantik karena telah melewati chemical treatment. Beda dengan buah lokal, tampilannya memang kurang menarik tapi benar-benar fresh dan belum kesentuh bahan kimia sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi,” terang Mindo. (jpnn)

Buah Kita Kalah Bersaing

Produsen atau pengusaha benih buah-buahan, sayuran, dan produk hortikultura lainnya menyatakan kesiapan mendukung petani dalam pengadaan benih unggul pascakebijakan pemerintah membatasi impor hortikultura.
“Kami menyambut positif kebijakan pemerintah yang mendorong terjaminnya ketersediaan benih unggul yang dibutuhkan petani,” ungkap Ketua Asosiasi Produsen Perbenihan Hortikultura Indonesia (Hortindo), Afrizal Gindow, di Jakarta, Selasa (26/6).

Menurut dia, ketersediaan benih unggul akan membuat petani tidak menemui kesulitan dalam menjamin ketersediaan produk hortikultura menggantikan produk impor yang di beberapa daerah sudah dihentikan pemerintah.
Afrizal mengungkapkan bahwa salah satu penyebab sulit bersaingnya produk buah-buahan maupun sayuran Indonesia dibandingkan produk impor adalah ketersediaan benih unggul yang memengaruhi kuantitas dan kualitas hasil panen petani.

Produsen benih, ujarnya, masih kewalahan memenuhi tingkat permintaan benih industri hortikultura yang terus meningkat setiap tahun. Permintaan benih diproyeksi akan mencapai 13 ribu ton, sedangkan produsen benih hanya mampu menyuplai 6.000-7.000 ton.

Afrizal mengaku bahwa masalah investasi untuk mengembangkan industri benih unggul cukup besar. Di samping itu, kegagalan dalam riset dan pengembangan juga masih sangat tinggi sehingga diperlukan modal yang sangat besar dan memerlukan waktu pengembalian modal panjang.

“Salah satu jalan keluar yang perlu dipertimbangkan adalah membuat industri benih menarik buat investor agar mau membangun nursery (lahan benih) di Indonesia, ujarnya. Menurut dia, Indonesia masih memiliki banyak varietas lokal yang jika dikembangkan mampu bersaing dengan produk hortikultura dari negara lain.

Selain itu, kata Afrizal, sebenarnya selama ini kebutuhan hortikultura untuk sayuran dapat dipenuhi dari petani di dalam negeri, sehingga pembatasan impor ini sangat baik untuk terus meningkatkan pasokan dan keragaman produk. Saat ini, tambahnya, produsen benih hortikultura nasional terus mengembangkan lahan pertanian, tidak hanya di perdesaan tapi juga memanfaatkan lahan terbatas di perkotaan sehingga tetap terjamin ketersediaan pasokan di pasar.
Untuk itu, Afrizal menegaskan bahwa pihaknya siap menyediakan benih unggul agar memberi nilai tambah meliputi produksi lebih maksimal dan tahan terhadap penyakit serta memberikan pelatihan bagi petani.
“Saat ini, benih hibrida hortikultura sebagian besar sudah tersedia di Indonesia, hanya tinggal produk hortikultura untuk item tertentu saja yang masih impor. Itu pun, untuk pasar ekslusif dan memang benihnya tidak bisa diproduksi di sini terkait iklim,” ujar dia.

Managing Director PT East West Seed Indonesia, Glenn Pardede mengungkapkan, perusahaannya selama ini menargetkan pertumbuhan 15 persen setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik. Namun, dengan adanya kebijakan pemerintah pihaknya akan meningkatkan target menjadi 30 persen.

“Saya kira, anggota Hortindo lainnya akan berpikiran sama terkait dengan kebijakan pemerintah menahan serbuan produk hortikultura impor. Sudah saatnya pemerintah berpihak ke petani,” ujar Glenn.
Data statistik menunjukkan, perkembangan impor buah dan sayur mengalami perkembangan yang sangat drastis. Pada 2008, nilai impor produk hortikultura baru 1,6 juta dollar AS, namun pada 2011 nilai impor produk hortikultura mencapai 1,7 miliar dollar AS.

Seperti diketahui, pemerintah mulai 29 Juni 2012 akan menutup Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pintu masuk impor hortikultura. Hal itu didasarkan pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 42 Tahun 2012 tentang Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan, Buah-buahan, dan Sayuran Segar.

Pemerintah juga mengatur pembatasan impor hortikultura melalui Permentan nomor 43 tahun 2012 tentang Syarat dan Tindakan Karantina Sayuran Umbi Lapis Segar.

Setelah Tanjung Priok ditutup, impor hortikultura hanya diperbolehkan melalui Pelabuhan Belawan Medan, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Makasar, serta Bandara Soekarno Hatta.
Kini, hanya tiga pelabuhan saja yang ditetapkan pemerintah bisa menjadi pintu masuk yakni Pelabuhan Batam, Karimun, dan Bintan, itu pun karena merupakan pelabuhan perdagangan bebas.
Pembatasan impor hortikultura juga disampaikan melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 30 tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang akan diterbitkan September 2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. (net/jpnn)

Kunci Melindungi Produk Lokal

DUBES RI untuk Swiss Djoko Susilo sedih dan kecewa ketika berkunjung ke Boyolali, kota kelahirannya. Ia tak menemukan buah lokal yang dicari. Dia heran mengapa buah impor mendominasi outlet buah di mal. Padahal dulu buah yang ia cari itu banyak dijual di Boyolali (Jawa Pos, 19/5/12).

Apa yang dikeluhkan Djoko sebenarnya sudah lama berlangsung. Tidak hanya di Boyolali tetapi juga di kota-kota lain di Indonesia. Tampaknya selera masyarakat kita sudah tergilas oleh globalisasi. Konsumen dan pedagang lebih menyukai buah impor daripada buah lokal.

Bahkan, impor buah dari China pada triwulan pertama tahun ini mencapai 140,9 juta dolar AS atau Rp1,26 triliun, meningkat Rp2 miliar lebih dibandingkan impor triwulan pertama tahun lalu. Belum lagi impor dari negara lain. Tentu hal ini sangat menyedihkan, karena mayoritas penduduk kita adalah petani. Sebagian besar lahan kita juga pertanian.

Itulah beberapa pertanyaan  yang mengusik pikiran Djoko.  Di Swiss, pemerintah dan masyarakat sangat peduli terhadap buah atau produk makanan lokal. Masyarakat akan membeli produk impor jika buatan lokal tidak ada. Mereka lebih menyukai buah lokal. Tidak hanya itu, toko swalayan yang menjajakan produk impor dibatasi waktu operasionalnya. Minggu tidak boleh buka.

Tampaknya, kecintaan masyarakat suatu negara terhadap produk lokal dan perlindungan dari pemerintah tetap merupakan kunci sukses memajukan usaha masyarakat setempat, khususnya kelas mikro. Mereka tidak bisa dibiarkan bersaing bebas menghadapi pasar global, tetapi perlu perlindungan dan pendampingan.

Contoh lain adalah industri film India. Ternyata, India tidak hanya memiliki Bollywood di Mumbai. Industri film di negeri itu juga tumbuh subur di kota-kota lain. Semua semarak dan berjaya.

Tidak hanya film berbahasa nasional India, film berbahasa daerah juga sangat laku. Sama seperti Indonesia, India juga luas dan padat penduduknya, memiliki banyak bahasa daerah.  Jumlah produksi film India tinggi dan penontonnya sangat besar.

Kunci sukses industri film India adalah kecintaan masyarakat terhadap produk nasional atau lokal. Mereka bangga dengan film  lokal. Sebaliknya, mereka tidak begitu suka  film impor. Rumah produksi tumbuh subur. Tempat-tempat pelatihan menari  disesaki anak muda yang ingin berkarya dalam film.

Bagaimana industri film di Indonesia? Produksinya bisa dihitung dengan jari per tahun. Masih sangat kecil. Walaupun film Indonesia sering menjuarai festival di luar negeri, jumlah penontonnya di dalam negeri sangat sedikit. Banyak dari kita lebih menyukai film impor.

Pada zaman Orde Baru pernah digencarkan kampanye mencintai produk nasional atau lokal. Tetapi kampanye itu lebih sering bersifat verbal, kurang menyentuh hati masyarakat, termasuk hati aparat dan pejabat. Kampanye belum mampu membangun budaya dan ideologi untuk mencintai produk lokal.

Kini, setelah beberapa tahun kampanye mencintai produk lokal hilang tertelan hiruk-pikuk reformasi, pemerintah kembali menggalakkan pengendalian buah impor melalui Permendag Nomor 30/M-Dag/Per/5/2012, yang berlaku efektif mulai 5 Juni 2012. Mampukah pemerintah membendung buah impor yang kini membanjiri pasar kita? Atau peraturan baru akan bernasib seperti regulasi sebelumnya?

Banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk melindungi buah lokal. Penanganannya harus komprehensif, mencakup semua  pemangku kepentingan, baik pedagang, importir, petani, maupun konsumen, termasuk teknologinya.
Yang jauh lebih penting adalah konsistensi pemerintah dan kecintaan masyarakat pada buah lokal. Memajukan buah ataupun produk makanan lokal lain harus terus-menerus tanpa henti. Pemerintah dan aparat harus menjadi teladan. Misalnya rapat instansi-instansi pemerintah pusat ataupun daerah, harus  menyajikan buah lokal. Di luar  acara resmi pun sama, seperti penyediaan buah-buahan
di rumah. (*)

Cermat Membeli Buah Impor

  1. Hindari membeli buah impor yang penampilannya terlalu mengkilat. Ingat, buah yang tampak segar di luar belum tentu segar dagingnya. Buah impor banyak yang dilapisi lilin, tujuannya agar tahan selama berbulan-bulan, bahkan ada yang sampai dua tahun. Parahnya, dalam lilin tersebut, biasanya juga ditambahkan fungisida agar buah tidak berjamur.
  2. Pastikan tidak ada bercak-bercak putih pada buah yang hendak dibeli. Sebab, bercak putih ini menandakan tingginya kadar pestisida yang menempel pada buah. Hasil dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa fungisida yang biasa ditambahkan adalah jenis fincocillin yang bersifat anti-androgenic yang sama sifatnya seperti DDT (Dichloro-Diphenyl-Trichloroethane). Anti-androgenic ini, katanya, menimbulkan efek mandul pada serangga.
  3. Jika hendak membeli buah, khususnya apel merah, sebaiknya ketahui dahulu musim apa sekarang di Amerika Serikat (AS). Apabila AS tengah masuk musim dingin, sebaiknya tunda dulu keinginan Anda untuk membeli apel. Jangan membeli bertepatan dengan awal panen di sana. Memang sedikit ribet, tetapi ini perlu. Sebab jika membeli saat musim panen, biasanya buah yang diekspor adalah apel yang sudah digudangkan beberapa waktu.
  4. Sebelum disimpan, sebaiknya cuci buah hingga bersih dengan menggunakan sabun khusus. Lilin serta pestisida yang menempel pada buah bisa benar-benar akan bersih hanya dengan menggunakan cairan sabun. Terlebih jika membeli anggur, karena buah impor yang paling rawan kandungan pestisida adalah anggur.
  5. Setelah dicuci dengan sabun khusus, sebaiknya keringkan dahulu buah tersebut. Kemudian simpan ke dalam plastik dengan porsi sesuai kebutuhan.

Nikmatilah Buah Lokal yang Sehat

1. Mangga

Mangga adalah sumber vitamin C, serat, potasium, dan antioksidan. Selain harum, rasa buahnya yang manis membuatnya banyak dicari orang. Manfaat lainnya adalah memperlancar proses buang air besar, mempercantik kulit, hingga membuat perut terasa kenyang lebih lama. Namun para penderita diabetes sebaiknya berhati-hati mengonsumsi buah musiman ini karena kandungan gulanya cukup tinggi.

2. Buah Naga

Buah naga sebenarnya berasal dari tanaman kaktus yang banyak hidup di wilayah Amerika Latin. Rasanya yang unik, seperti kombinasi antara kiwi dan buah pir, membuat buah ini naik daun. Para ahli di Taiwan menganggap buah naga sebagai obat diabetes karena kandungan seratnya yang tinggi efektif untuk menjaga kadar gula darah. Buah ini juga rendah kalori, tinggi vitamin C, serat, kalsium, vitamin B1,B2, B3, serta mengandung antioksidan.

3. Durian

Buah musliman asli Indonesia ini banyak digemari karena rasanya yang legit dan manis. Buah durian mengandung gula sederhana seperti fruktosa dan sukrosa serta sedikit lemak. Karenanya buah ini bisa menjadi pendongkrak energi. Buah yang berbau menyengat ini merupakan sumber vitamin C dan B (termasuk niacin, riboflavin, B5, B6, dan B1) yang jarang ditemukan pada buah lain. Durian juga mengandung asam amino triptophan yang punya efek menenangkan dan membuat tidur lebih nyenyak.

4. Rambutan

Rambutan termasuk dalam sumber vitamin C yang sangat baik. Hanya dalam empat ons rambutan, sudah mencukupi 40 persen kebutuhan vitamin C harian yang direkomendasikan.

5. Belimbing

Buah yang rasanya menyegarkan ini lebih sering dipakai dalam campuran rujak. Belimbing kaya akan serat, vitamin C, serta asam askorbik yang baik untuk menjaga kesehatan tulang, gigi, serta menguatkan kekebalan tubuh. (*)

Artikel Terkait

Rekening Gendut Akil dari Sumut?

Pedagang Emas Kian Ketar-ketir

Selalu Menghargai Sesama

Dahlan Iskan & Langkanya Daging Sapi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/