25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Bisnis Waralaba Kian Menjamur

Konsep berbisnis dengan sistem waralaba pada dasarnya sangat menguntungkan kedua belah pihak, asalkan keduanya saling memahami kondisi yang ada. Tapi tak jarang pula, dengan konsep waralaba ini pengusaha justru ‘bangkrut’ karena tidak mampu menjalankan setiap isi perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak.

Bisnis waralaba
Bisnis waralaba

Firsal Ferial Mutyara, pebisnis waralaba KFC di Sun Plaza Medan mengaku senang dengan adanya konsep waralaba ini. Apalagi, pemerintah RI melalui Kementerian Perdagangan belakangan ini semakin gencar dalam mendorong konsep waralaba ini. Firsal yang juga Ketua Himpunan Pengusaha Muda (HIPMI) Sumut ini mengaku sudah lama menerapkan sistem waralaba ini. Segala aturan yang sudah disepakati antara pemilik merek dan pengusaha waralaba dijalankan sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati sebelumnya.

“Sebenarnya KFC ini sudah lama menerapkan sistem waralaba. Jauh sebelum peraturan waralaba ini dibuat oleh pemerintah. Sebab KFC memiliki banyak outlet di tanah air,” ungkap Firsal saat ditemui di Medan, kemarin (23/2).
Selain itu sambung Firsal dengan keluarnya peraturan ini, diyakini juga akan menambah peluang bagi pengusaha-pengusaha lain khususnya yang tergabung dalam HIPMI Sumut untuk menjadi pengusaha baru. Sebab akan banyak pelaku-pelaku usaha yang akan mewaralabakan usahanya.

Secara umum tambah Firsal banyak sekali kelebihan-kelebihan dengan diterapkannya peraturan baru ini. Karena dalam peraturan ini konsep-konsep marketing bisa dengan mudah dijalankan, khususnya bagi pengusaha pemula yang belum menguasai pasar bisnis.  “Ini memberi peluang bagi para pemula, kalau di HIPMI sendiri memang sudah banyak yang ikut waralaba ini, sehingga bukan hanya pengusaha asing saja yang berusaha di sini,”ujarnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Corp Communications Coordinator PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk, Alfamart, Arif L Nursandi. Kata dia sistem yang telah diterapkan pemerintah baru-baru ini sudah lama diterapkan oleh pihaknya, bahkan sudah dilaksanakan sejak dari didirikannya Alfamart. “Alasannya adalah supaya masyarakat lebih punya kesempatan untuk berwirausaha melalui jalur yang sudah ada,” katanya.

“Alfamart sudah sejak awal menerapkan waralaba, kami juga ingin memberi peluang kepada pihak lain. Bahkan sampai saat ini sudah 30 gerai kita waralaba dan jumlah keseluruhan outlet Alfamart 2200 lebih di Indonesia,”ujarnya.
Di tempat terpisah Pengamat Ekonomi dari Universitas Negeri Medan (Unimed) M Ishak menyambut baik peraturan waralaba yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan tersebut.

Karena menurutnya sebuah perusahaan waralaba besar jika dikendalikan oleh seorang owner saja, kurang efektif. Jadi perlu adanya  peraturan semacam ini guna memberikan kesempatan lebih banyak kepada pihak lain.
“Peraturan ini sudah baik, artinya hal ini akan berdampak positif bagi pelaku bisnis yang baru untuk ikut memajukan waralaba yang sudah ada. Karena dengan semakin banyak pihak yang mengkoordinir suatu waralaba itu maka akan semakin baik pula koordinasinya di setiap tempat. Jadi sistemnya seperti desentralisasi perusahaan, supaya tidak merepotkan perusahaan inti maka dibuatlah dan diberikan kesempatan bagi orang yang mau ikut menanam sahamnya,” jelasnya.
Lanjutnya, munculnya peraturan ini juga sejalan dengan berkembangnya perusahaan waralaba yang terus menerus. Hal ini ditandai dengan menjamurkan outlet-outlet di seluruh penjuru dan pelososok tanah air.

Sebelumnya Pengusaha waralaba lokal yang tergabung dalam Asosiasi Waralaba & Lisensi Indonesia (Wali) bakal mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) terhadap Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2013.

Ketua Wali Amir Karamoy mengungkapkan pihaknya telah melakukan rapat dengan anggota dan ahli hukum. Pada tahap awal,  Selasa (19/2) mereka melayangkan surat ke Menteri Perdagangan. Tujuannya meminta Permendag itu ditunda untuk direvisi.

“Penundaannya bisa 1 sampai 3 bulan. Tapi kalau masih bandel kami akan uji materi ke MA,” terangnya pada Jawa Pos (Grup Sumut Pos) saat dihubungi kemarin.

Poin yang yang bakal dibandingkan yaitu mengenai sistem penyertaan modal dan pembagiannya. Menurut Amir, poin itu melanggar Undang-Undang No 20 Tahun 2008 khususnya pasal delapan. Pasal itu menyebutkan usaha besar dilarang memiliki dan atau menguasai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan.
Dengan porsi penyertaan 30-40 persen yang diberikan oleh pengusaha kecil, itu artinya telah menyalahi undang-undang.

“Dan menurut UU nomor 12 tahun 2011, aturan Permendag, Perda, atau lainnya tak boleh bertentangan dengan aturan di atasnya. Dalam kasus ini Permendag menyalahi UU. Ini yang potensial untuk diuji materi,” terangnya.
Sementara itu Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menyambut baik terbitnya Permendag No 07/M-DAG/PER/2/2013 ini. Soalnya kebijakan ini diyakini akan mendorong kelas menengah menjadi wirausaha baru di sektor waralaba.
“Kebijakan ini sangat positif. Sebab nantinya akan memicu investasi di waralaba. Kemudian, di industri ini semakin terbuka peluang investasi dari terwaralaba (franchisee),” ujar Ketua Hipmi Reza Rajasa dalam keterangan tertulisnya.
Dalam aturan tersebut, khususnya pasal 4, disebutkan gerai yang boleh dimiliki dan dikelola sendiri (pewaralaba) maksimal sebanyak 250 unit. Bila sudah melebihi jumlah tersebut, pewaralaba wajib mewaralabakan gerai berikutnya ke pihak ketiga. Reza mengatakan, pihaknya optimistis, Permendag tersebut akan memacu investasi lebih cepat lagi di sektor waralaba.

“Oh ya, jelas ini sangat ditunggu oleh kelas menengah atas. Sebab mereka sudah punya modal dan mau investasi. Kebetulan ada regulasi baru ini di waralaba. Apalagi tingkat keberhasilan bisnis waralaba itu lebih tinggi dibandingkan bisnis lainnya. Risikonya juga jauh lebih kecil,” papar Reza.

Dia mengatakan, tak hanya sektor komsumsi dan properti yang diuntungkan oleh kemunculan kelas menengah. “Selain itu, ada industri waralaba juga di sana. Apalagi dengan adanya kebijakan Kemendag ini,” pungkas Reza.
Dia memperkirakan omzet waralaba akan tembus Rp150 triliun tahun ini atau naik dari tahun lalu yang diperkirakan sekitar Rp115 triliun.

Reza juga meluruskan bahwa Permendag ini sebenarnya bukan untuk membatasi gerai waralaba. Tetapi, yang dibatasi gerai milik pewaralaba (franchisor).
“Salah pahamnya di sini, istilah pewaralaba yakni mereka yang memiliki hak atas merek dan sistemnya. Itu yang dibatasi gerainya. Tapi dibuka kesempatan bagi investor yakni franchisee untuk masuk. Bahkan pewaralaba juga masih diberikan opsi boleh ikut dalam penyertaan modal bersama investor untuk gerai ke-251 dan seterusnya. Ini positif,” imbuh Reza.

Reza juga mengungkapkan, Permendag ini akan memicu munculnya pengusaha-pengusaha baru yakni dari pemodal-pemodal waralaba.
“Lama-lama pemodal ini belajar bagaimana mengelola gerai dari pewaralaba. Ada yang meniru atau ada yang memulai sendiri, setelah dia menerima transfer know-how-nya dari pewaralaba. Jadi bisa memunculkan pengusaha-pengusaha baru,” tegas Reza.

Sebagai catatan, Kamis lalu (14/2) Kemendag telah mengeluarkan Permendag Nomor 7 Tahun 2013. Beleid itu mengatur empat jenis waralaba yaitu restoran, kafe, rumah makan, dan bar atau rumah minum. Dalam beleid tersebut ditetapkan pemilik lisensi waralaba yang memiliki lebih dari 250 gerai wajib mewaralabakan gerainya pada pihak lain.

Pemegang lisensi tidak sepenuhnya wajib melepas kepemilikan. Tapi bisa melalui kerja sama penyertaan modal dengan UMKM yang ada di daerah sekitar gerai. Jumlah prosentase penyertaan modal telah ditetapkan. Bagi waralaba dengan nilai investasi gerai kurang dari Rp10 miliar maka penyertaan modalnya minimal 40 persen. Sedangkan yang kurang dari Rp10 miliar penyertaan modalnya minimal 30 persen. (mag-13/mag-9/uma/jpnn)

Konsep berbisnis dengan sistem waralaba pada dasarnya sangat menguntungkan kedua belah pihak, asalkan keduanya saling memahami kondisi yang ada. Tapi tak jarang pula, dengan konsep waralaba ini pengusaha justru ‘bangkrut’ karena tidak mampu menjalankan setiap isi perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak.

Bisnis waralaba
Bisnis waralaba

Firsal Ferial Mutyara, pebisnis waralaba KFC di Sun Plaza Medan mengaku senang dengan adanya konsep waralaba ini. Apalagi, pemerintah RI melalui Kementerian Perdagangan belakangan ini semakin gencar dalam mendorong konsep waralaba ini. Firsal yang juga Ketua Himpunan Pengusaha Muda (HIPMI) Sumut ini mengaku sudah lama menerapkan sistem waralaba ini. Segala aturan yang sudah disepakati antara pemilik merek dan pengusaha waralaba dijalankan sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati sebelumnya.

“Sebenarnya KFC ini sudah lama menerapkan sistem waralaba. Jauh sebelum peraturan waralaba ini dibuat oleh pemerintah. Sebab KFC memiliki banyak outlet di tanah air,” ungkap Firsal saat ditemui di Medan, kemarin (23/2).
Selain itu sambung Firsal dengan keluarnya peraturan ini, diyakini juga akan menambah peluang bagi pengusaha-pengusaha lain khususnya yang tergabung dalam HIPMI Sumut untuk menjadi pengusaha baru. Sebab akan banyak pelaku-pelaku usaha yang akan mewaralabakan usahanya.

Secara umum tambah Firsal banyak sekali kelebihan-kelebihan dengan diterapkannya peraturan baru ini. Karena dalam peraturan ini konsep-konsep marketing bisa dengan mudah dijalankan, khususnya bagi pengusaha pemula yang belum menguasai pasar bisnis.  “Ini memberi peluang bagi para pemula, kalau di HIPMI sendiri memang sudah banyak yang ikut waralaba ini, sehingga bukan hanya pengusaha asing saja yang berusaha di sini,”ujarnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Corp Communications Coordinator PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk, Alfamart, Arif L Nursandi. Kata dia sistem yang telah diterapkan pemerintah baru-baru ini sudah lama diterapkan oleh pihaknya, bahkan sudah dilaksanakan sejak dari didirikannya Alfamart. “Alasannya adalah supaya masyarakat lebih punya kesempatan untuk berwirausaha melalui jalur yang sudah ada,” katanya.

“Alfamart sudah sejak awal menerapkan waralaba, kami juga ingin memberi peluang kepada pihak lain. Bahkan sampai saat ini sudah 30 gerai kita waralaba dan jumlah keseluruhan outlet Alfamart 2200 lebih di Indonesia,”ujarnya.
Di tempat terpisah Pengamat Ekonomi dari Universitas Negeri Medan (Unimed) M Ishak menyambut baik peraturan waralaba yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan tersebut.

Karena menurutnya sebuah perusahaan waralaba besar jika dikendalikan oleh seorang owner saja, kurang efektif. Jadi perlu adanya  peraturan semacam ini guna memberikan kesempatan lebih banyak kepada pihak lain.
“Peraturan ini sudah baik, artinya hal ini akan berdampak positif bagi pelaku bisnis yang baru untuk ikut memajukan waralaba yang sudah ada. Karena dengan semakin banyak pihak yang mengkoordinir suatu waralaba itu maka akan semakin baik pula koordinasinya di setiap tempat. Jadi sistemnya seperti desentralisasi perusahaan, supaya tidak merepotkan perusahaan inti maka dibuatlah dan diberikan kesempatan bagi orang yang mau ikut menanam sahamnya,” jelasnya.
Lanjutnya, munculnya peraturan ini juga sejalan dengan berkembangnya perusahaan waralaba yang terus menerus. Hal ini ditandai dengan menjamurkan outlet-outlet di seluruh penjuru dan pelososok tanah air.

Sebelumnya Pengusaha waralaba lokal yang tergabung dalam Asosiasi Waralaba & Lisensi Indonesia (Wali) bakal mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) terhadap Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2013.

Ketua Wali Amir Karamoy mengungkapkan pihaknya telah melakukan rapat dengan anggota dan ahli hukum. Pada tahap awal,  Selasa (19/2) mereka melayangkan surat ke Menteri Perdagangan. Tujuannya meminta Permendag itu ditunda untuk direvisi.

“Penundaannya bisa 1 sampai 3 bulan. Tapi kalau masih bandel kami akan uji materi ke MA,” terangnya pada Jawa Pos (Grup Sumut Pos) saat dihubungi kemarin.

Poin yang yang bakal dibandingkan yaitu mengenai sistem penyertaan modal dan pembagiannya. Menurut Amir, poin itu melanggar Undang-Undang No 20 Tahun 2008 khususnya pasal delapan. Pasal itu menyebutkan usaha besar dilarang memiliki dan atau menguasai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan.
Dengan porsi penyertaan 30-40 persen yang diberikan oleh pengusaha kecil, itu artinya telah menyalahi undang-undang.

“Dan menurut UU nomor 12 tahun 2011, aturan Permendag, Perda, atau lainnya tak boleh bertentangan dengan aturan di atasnya. Dalam kasus ini Permendag menyalahi UU. Ini yang potensial untuk diuji materi,” terangnya.
Sementara itu Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menyambut baik terbitnya Permendag No 07/M-DAG/PER/2/2013 ini. Soalnya kebijakan ini diyakini akan mendorong kelas menengah menjadi wirausaha baru di sektor waralaba.
“Kebijakan ini sangat positif. Sebab nantinya akan memicu investasi di waralaba. Kemudian, di industri ini semakin terbuka peluang investasi dari terwaralaba (franchisee),” ujar Ketua Hipmi Reza Rajasa dalam keterangan tertulisnya.
Dalam aturan tersebut, khususnya pasal 4, disebutkan gerai yang boleh dimiliki dan dikelola sendiri (pewaralaba) maksimal sebanyak 250 unit. Bila sudah melebihi jumlah tersebut, pewaralaba wajib mewaralabakan gerai berikutnya ke pihak ketiga. Reza mengatakan, pihaknya optimistis, Permendag tersebut akan memacu investasi lebih cepat lagi di sektor waralaba.

“Oh ya, jelas ini sangat ditunggu oleh kelas menengah atas. Sebab mereka sudah punya modal dan mau investasi. Kebetulan ada regulasi baru ini di waralaba. Apalagi tingkat keberhasilan bisnis waralaba itu lebih tinggi dibandingkan bisnis lainnya. Risikonya juga jauh lebih kecil,” papar Reza.

Dia mengatakan, tak hanya sektor komsumsi dan properti yang diuntungkan oleh kemunculan kelas menengah. “Selain itu, ada industri waralaba juga di sana. Apalagi dengan adanya kebijakan Kemendag ini,” pungkas Reza.
Dia memperkirakan omzet waralaba akan tembus Rp150 triliun tahun ini atau naik dari tahun lalu yang diperkirakan sekitar Rp115 triliun.

Reza juga meluruskan bahwa Permendag ini sebenarnya bukan untuk membatasi gerai waralaba. Tetapi, yang dibatasi gerai milik pewaralaba (franchisor).
“Salah pahamnya di sini, istilah pewaralaba yakni mereka yang memiliki hak atas merek dan sistemnya. Itu yang dibatasi gerainya. Tapi dibuka kesempatan bagi investor yakni franchisee untuk masuk. Bahkan pewaralaba juga masih diberikan opsi boleh ikut dalam penyertaan modal bersama investor untuk gerai ke-251 dan seterusnya. Ini positif,” imbuh Reza.

Reza juga mengungkapkan, Permendag ini akan memicu munculnya pengusaha-pengusaha baru yakni dari pemodal-pemodal waralaba.
“Lama-lama pemodal ini belajar bagaimana mengelola gerai dari pewaralaba. Ada yang meniru atau ada yang memulai sendiri, setelah dia menerima transfer know-how-nya dari pewaralaba. Jadi bisa memunculkan pengusaha-pengusaha baru,” tegas Reza.

Sebagai catatan, Kamis lalu (14/2) Kemendag telah mengeluarkan Permendag Nomor 7 Tahun 2013. Beleid itu mengatur empat jenis waralaba yaitu restoran, kafe, rumah makan, dan bar atau rumah minum. Dalam beleid tersebut ditetapkan pemilik lisensi waralaba yang memiliki lebih dari 250 gerai wajib mewaralabakan gerainya pada pihak lain.

Pemegang lisensi tidak sepenuhnya wajib melepas kepemilikan. Tapi bisa melalui kerja sama penyertaan modal dengan UMKM yang ada di daerah sekitar gerai. Jumlah prosentase penyertaan modal telah ditetapkan. Bagi waralaba dengan nilai investasi gerai kurang dari Rp10 miliar maka penyertaan modalnya minimal 40 persen. Sedangkan yang kurang dari Rp10 miliar penyertaan modalnya minimal 30 persen. (mag-13/mag-9/uma/jpnn)

Artikel Terkait

Rekening Gendut Akil dari Sumut?

Pedagang Emas Kian Ketar-ketir

Selalu Menghargai Sesama

Dahlan Iskan & Langkanya Daging Sapi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/