32.8 C
Medan
Tuesday, May 28, 2024

Menilik Konsep Waralaba dan Kemitraan di Tanah Air

Konsep waralaba dan kemitraan masih menjadi skema bisnis yang menarik. Saat ini, jumlah waralaba yang menerapkan konsep kewirausahaan memang masih lebih besar ketimbang konsep investasi. Namun, pada tahun depan, jumlahnya diprediksi akan mulai seimbang. Bukan rahasia lagi, konsep waralaba dan kemitraan populer di Indonesia karena ada pemikiran bahwa cukup dengan ongkang-ongkang kaki, terwaralaba atau mitra usaha bisa menikmati laba. Sementara, yang sibuk bekerja dan mengawasi usaha adalah pewaralaba.

Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI) Amir Karamoy tak menampik adanya persepsi seperti itu. Tapi, menurut Amir, waralaba yang menganut sistem investasi seperti itu masih kalah jumlahnya dibandingkan waralaba yang menerapkan konsep pengembangan wirausaha atau melibatkan mitra dalam mengurus usaha. “Jumlahnya masih sekitar 40 persen dari waralaba yang ada,” imbuh Amir.

Berdasarkan catatan Amir, saat ini jumlah waralaba dan tawaran kemitraan di Indonesia mencapai sekitar 800 merek usaha. Dari jumlah tersebut, 70 persen  merupakan waralaba lokal dan 30 persen  sisanya waralaba asing. “Adapun untuk pertumbuhan pewaralaba baru tahun ini sekitar 12 persen, dan pertumbuhan terwaralaba berkisar 30 persen  sampai 40 persen,” papar Amir.

Dengan pertumbuhan tersebut, Amir memperkirakan, omzet industri waralaba bisa mencapai Rp83,2 triliun. Dari omzet tersebut, sektor makanan dan sektor ritel memberikan kontribusi sebesar 70 persen, sektor jasa sebesar 20 persen, dan sisanya berasal dari sektor lainnya.

Melihat pencapaian ini, Amir optimistis konsep waralaba dan kemitraan masih memiliki prospek bagus tahun depan. “Saya perkirakan pertumbuhan bisnisnya sekitar 8 persen, bahkan masih bisa lebih besar lagi karena kondisi perekonomian tahun depan diperkirakan akan membaik. Sehingga, industri waralaba pun bakal semakin menarik,” kata Amir Suhanto, pemilik jaringan usaha Martabak Alim.

Meski usahanya baru berjalan dua tahun, Suhanto telah membuktikan sendiri betapa konsep kemitraan yang ia tawarkan telah mendorong jaringan Martabak Alim tumbuh pesat. “Saat ini jaringan saya sudah ada 102 cabang di seluruh Indonesia, enam di antaranya milik saya, selebihnya milik mitra,” imbuh Suhanto, yang akrab disapa Alim, bangga.

Alim mengklaim, satu gerai Martabak Alim rata-rata bisa meraup omzet Rp2 juta sampai Rp8 juta per hari, tergantung lokasinya. “Kunci suksesnya hanya satu, yakni rajin berkreasi untuk memikat konsumen,” ujarnya. Namun, Amir melihat, tren waralaba akan bergeser. Menurutnya, orang akan makin condong memilih tawaran waralaba yang langsung menjanjikan hasil, tanpa mesti melibatkan terwaralaba langsung dalam kegiatan usahanya.
Dengan kata lain, terwaralaba cukup menanamkan investasi.

“Model yang seperti ini tahun depan jumlahnya akan naik menjadi 50 persen,” imbuh Amir.

Cara seperti ini memang lebih menguntungkan bagi mitra atau terwaralaba. Sebab, mereka lebih leluasa melakukan aktivitas bisnis lainnya. Sudah begitu, pewaralaba pasti juga lebih sungguh-sungguh berupaya agar jaringannya itu berhasil. Bagi pewaralaba pun, konsep investasi tadi lebih menguntungkan. Sebab, pewaralaba akan berkembang menjadi perusahaan yang kuat bila berhasil mengendalikan mitra atau terwaralaba. Maklum, semakin untung mitra, semakin besar pula penghasilan yang masuk ke kantong pewaralaba.

Umumnya, pembagian keuntungan antara terwaralaba dengan pewaralaba berkisar 40:60. Ekspansi waralaba asing Amir juga meramal, kondisi ekonomi yang mulai membaik akan mendorong semakin banyak lagi pewaralaba asing yang masuk ke Indonesia. Dengan modal yang kuat, pewaralaba asing itu akan mudah berekspansi ke Indonesia. Masyarakat yang makin kritis dalam memilih tawaran waralaba akan menguntungkan pewaralaba asing. Soalnya, kalangan menengah atas biasanya lebih tertarik pada waralaba besar yang bonafid dan lebih kuat manajemennya ketimbang waralaba lokal yang masih seumur jagung. Apalagi, kontinuitas usahanya belum cukup terbukti.

Sektor makanan menjadi penyumbang terbesar dalam perputaran omzet bisnis waralaba di Indonesia. Tahun depan, Dewan Pengarah WALI Amir Karamoy meramal, sektor ini masih akan menjadi primadona. Pasalnya, kebutuhan akan makanan dan minuman menjadi harga mati setiap orang. Ia menyarankan, masyarakat yang tertarik terjun ke bisnis makanan dan minuman bisa mencoba peluang di usaha es krim, yoghurt, fast-food, atau makanan kecil seperti donat.
Kemudian peminat sektor ritel terbilang paling tinggi tahun ini. Kontribusinya dalam perputaran bisnis waralaba menduduki peringkat kedua. Dewan Pengarah WALI Amir Karamoy masih melihat, tawaran waralaba atau kemitraan minimarket masih prospektif tahun depan. Kebutuhan masyarakat akan barang sehari hari turut menunjang perkembangan minimarket. Jangan heran, hampir di setiap lokasi perumahan selalu bisa kita jumpai minimarket. Tak jarang, letaknya saling berhimpitan.

Lalu sektor jasa terlihat sepele. Namun, justru karena sederhana, sektor ini bisa menjadi peluang yang sangat menarik di tahun 2010. Peluang usaha yang menarik di sektor ini misalnya bisnis jasa pencucian mobil dan motor, termasuk di antaranya jasa cuci helm. Banyak pihak meyakini, pemulihan ekonomi Indonesia akan mendongkrak pertumbuhan otomotif di Indonesia tahun depan. Ini menjadi berita baik bagi mereka yang ingin berusaha di sektor jasa otomotif.
Dan terakhir salah satu subsektor bisnis ritel ini bakal menarik tahun depan. Terutama, bisnis apotek. Apalagi, pemerintah sudah menghapus ketentuan mengenai jarak antar apotek yang minimal 500 meter. Merujuk pengalaman pemilik jaringan waralaba apotek K-24 Gideon Hartono, omzet setiap gerai waralabanya bisa bertumbuh antara 15 persen hingga 60 persen dari tahun ke tahun. Ketergantungan masyarakat yang begitu tinggi terhadap obat-obatan dan vitamin menjadi penyebab utamanya.(net/jpnn)

Konsep waralaba dan kemitraan masih menjadi skema bisnis yang menarik. Saat ini, jumlah waralaba yang menerapkan konsep kewirausahaan memang masih lebih besar ketimbang konsep investasi. Namun, pada tahun depan, jumlahnya diprediksi akan mulai seimbang. Bukan rahasia lagi, konsep waralaba dan kemitraan populer di Indonesia karena ada pemikiran bahwa cukup dengan ongkang-ongkang kaki, terwaralaba atau mitra usaha bisa menikmati laba. Sementara, yang sibuk bekerja dan mengawasi usaha adalah pewaralaba.

Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI) Amir Karamoy tak menampik adanya persepsi seperti itu. Tapi, menurut Amir, waralaba yang menganut sistem investasi seperti itu masih kalah jumlahnya dibandingkan waralaba yang menerapkan konsep pengembangan wirausaha atau melibatkan mitra dalam mengurus usaha. “Jumlahnya masih sekitar 40 persen dari waralaba yang ada,” imbuh Amir.

Berdasarkan catatan Amir, saat ini jumlah waralaba dan tawaran kemitraan di Indonesia mencapai sekitar 800 merek usaha. Dari jumlah tersebut, 70 persen  merupakan waralaba lokal dan 30 persen  sisanya waralaba asing. “Adapun untuk pertumbuhan pewaralaba baru tahun ini sekitar 12 persen, dan pertumbuhan terwaralaba berkisar 30 persen  sampai 40 persen,” papar Amir.

Dengan pertumbuhan tersebut, Amir memperkirakan, omzet industri waralaba bisa mencapai Rp83,2 triliun. Dari omzet tersebut, sektor makanan dan sektor ritel memberikan kontribusi sebesar 70 persen, sektor jasa sebesar 20 persen, dan sisanya berasal dari sektor lainnya.

Melihat pencapaian ini, Amir optimistis konsep waralaba dan kemitraan masih memiliki prospek bagus tahun depan. “Saya perkirakan pertumbuhan bisnisnya sekitar 8 persen, bahkan masih bisa lebih besar lagi karena kondisi perekonomian tahun depan diperkirakan akan membaik. Sehingga, industri waralaba pun bakal semakin menarik,” kata Amir Suhanto, pemilik jaringan usaha Martabak Alim.

Meski usahanya baru berjalan dua tahun, Suhanto telah membuktikan sendiri betapa konsep kemitraan yang ia tawarkan telah mendorong jaringan Martabak Alim tumbuh pesat. “Saat ini jaringan saya sudah ada 102 cabang di seluruh Indonesia, enam di antaranya milik saya, selebihnya milik mitra,” imbuh Suhanto, yang akrab disapa Alim, bangga.

Alim mengklaim, satu gerai Martabak Alim rata-rata bisa meraup omzet Rp2 juta sampai Rp8 juta per hari, tergantung lokasinya. “Kunci suksesnya hanya satu, yakni rajin berkreasi untuk memikat konsumen,” ujarnya. Namun, Amir melihat, tren waralaba akan bergeser. Menurutnya, orang akan makin condong memilih tawaran waralaba yang langsung menjanjikan hasil, tanpa mesti melibatkan terwaralaba langsung dalam kegiatan usahanya.
Dengan kata lain, terwaralaba cukup menanamkan investasi.

“Model yang seperti ini tahun depan jumlahnya akan naik menjadi 50 persen,” imbuh Amir.

Cara seperti ini memang lebih menguntungkan bagi mitra atau terwaralaba. Sebab, mereka lebih leluasa melakukan aktivitas bisnis lainnya. Sudah begitu, pewaralaba pasti juga lebih sungguh-sungguh berupaya agar jaringannya itu berhasil. Bagi pewaralaba pun, konsep investasi tadi lebih menguntungkan. Sebab, pewaralaba akan berkembang menjadi perusahaan yang kuat bila berhasil mengendalikan mitra atau terwaralaba. Maklum, semakin untung mitra, semakin besar pula penghasilan yang masuk ke kantong pewaralaba.

Umumnya, pembagian keuntungan antara terwaralaba dengan pewaralaba berkisar 40:60. Ekspansi waralaba asing Amir juga meramal, kondisi ekonomi yang mulai membaik akan mendorong semakin banyak lagi pewaralaba asing yang masuk ke Indonesia. Dengan modal yang kuat, pewaralaba asing itu akan mudah berekspansi ke Indonesia. Masyarakat yang makin kritis dalam memilih tawaran waralaba akan menguntungkan pewaralaba asing. Soalnya, kalangan menengah atas biasanya lebih tertarik pada waralaba besar yang bonafid dan lebih kuat manajemennya ketimbang waralaba lokal yang masih seumur jagung. Apalagi, kontinuitas usahanya belum cukup terbukti.

Sektor makanan menjadi penyumbang terbesar dalam perputaran omzet bisnis waralaba di Indonesia. Tahun depan, Dewan Pengarah WALI Amir Karamoy meramal, sektor ini masih akan menjadi primadona. Pasalnya, kebutuhan akan makanan dan minuman menjadi harga mati setiap orang. Ia menyarankan, masyarakat yang tertarik terjun ke bisnis makanan dan minuman bisa mencoba peluang di usaha es krim, yoghurt, fast-food, atau makanan kecil seperti donat.
Kemudian peminat sektor ritel terbilang paling tinggi tahun ini. Kontribusinya dalam perputaran bisnis waralaba menduduki peringkat kedua. Dewan Pengarah WALI Amir Karamoy masih melihat, tawaran waralaba atau kemitraan minimarket masih prospektif tahun depan. Kebutuhan masyarakat akan barang sehari hari turut menunjang perkembangan minimarket. Jangan heran, hampir di setiap lokasi perumahan selalu bisa kita jumpai minimarket. Tak jarang, letaknya saling berhimpitan.

Lalu sektor jasa terlihat sepele. Namun, justru karena sederhana, sektor ini bisa menjadi peluang yang sangat menarik di tahun 2010. Peluang usaha yang menarik di sektor ini misalnya bisnis jasa pencucian mobil dan motor, termasuk di antaranya jasa cuci helm. Banyak pihak meyakini, pemulihan ekonomi Indonesia akan mendongkrak pertumbuhan otomotif di Indonesia tahun depan. Ini menjadi berita baik bagi mereka yang ingin berusaha di sektor jasa otomotif.
Dan terakhir salah satu subsektor bisnis ritel ini bakal menarik tahun depan. Terutama, bisnis apotek. Apalagi, pemerintah sudah menghapus ketentuan mengenai jarak antar apotek yang minimal 500 meter. Merujuk pengalaman pemilik jaringan waralaba apotek K-24 Gideon Hartono, omzet setiap gerai waralabanya bisa bertumbuh antara 15 persen hingga 60 persen dari tahun ke tahun. Ketergantungan masyarakat yang begitu tinggi terhadap obat-obatan dan vitamin menjadi penyebab utamanya.(net/jpnn)

Artikel Terkait

Rekening Gendut Akil dari Sumut?

Pedagang Emas Kian Ketar-ketir

Selalu Menghargai Sesama

Dahlan Iskan & Langkanya Daging Sapi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/