26 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Hiswana Migas Menolak, YLKI Minta Harga Rp6.000

Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) menolak tegas adanya opsi kebijakan BBM harga ganda. Hiswana Migas lebih memilih harga tunggal untuk BBM.

“Secara tegas kami tidak menyetujui kebijakan dua harga ini karena bagi kami para pengusaha, tidak ada kepastian apakah menguntungkan yang Rp4.500 atau yang Rp6.500,” kata Wakil Sekretaris DPD 3 Hiswana Migas, Syarief Hidayat.

Syarief beralasan, pengusaha akan kesulitan jika dalam melakukan penghitungan jika dengan sistem dua harga. Selain itu, kata dia, akan sangat menyulitkan konsumen dalam mengakses harga bahan bakar, dan bisa menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat seperti penyalahgunaan, penyelewengan, dan penyelundupan. Benturan antara SPBU dengan konsumen tuturnya, juga bisa terjadi.

“Lebih mudah bagi kami menghitung satu harga, karena dengan dua harga di lapangan akan menyulitkan operator SPBU kami,” keluh Syarief.
Namun, pihak Hiswana Migas belum dapat berbuat banyak saat ini karena opsi tersebut belum diresmikan dan masih menjadi bahan pertimbangan pemerintah. Hiswana Migas berharap jika disahkan, pemerintah harus konsekuen terhadap aturan yang ada dan mengawasi jika terjadi benturan di lapangan.

Syarief Hidayat menegaskan, pihaknya tak mau dibebani dengan pengawasan jika terjadi benturan antara masyarakat di SPBU karena perbedaan harga itu.

“Apabila ini dijalankan, tentunya pengawasan akan jauh lebih rumit. Nah sejauh mana pemerintah siapkan infrastruktur untuk pengawasan ini. Jangan nanti kami dibebani penugasan ini. Kami hanya menjual. Jangan kami harus memilah-milah kendaraan, kemudian kalau ada yang memaksa kami harus ngotot untuk melarang,” ujar Syarief.

Menurut Syarief, sebelum ada wacana opsi harga ganda, selama ini SPBU-SPBU dibawah Hiswana Migas sudah beberapa kali disulitkan dengan adanya kendaraan dinas yang memaksa membeli BBM bersubsidi. Akibatnya beberapa SPBU mendapat sanksi.

Ia khawatir jika sudah ada pembagian SPBU, benturan seperti pemaksaan dan penolakan akan menimbulkan kekacauan di antara masyarakat.
“Seperti yang sudah terjadi, SPBU jadi bulan-bulanan aparat karena kami terpaksa melayani, di bawah ancaman segala macam, kami yang dikenakan sanksi. Pernah ada seperti itu. Kami serba salah. Oleh BPK itu, pernah beberapa SPBU dikenakan sanksi denda karena menjual pada orang yang tidak berhak padahal itu dijual karena ada pemaksaan,” keluh Syarief.

Terakhir, Syarief yang membawahi Hiswana Migas di wilayah Jabar, DKI Jakarta dan Banten menyatakan, jika memang keputusan dua harga jadi diberlakukan, pihaknya siap menolak pembeli yang tidak mengikuti aturan.

“Tentu harus secara konsekuensi jalankan ini, kalau memang ada yang memaksa membeli tidak sesuai SPBU, kami harus menolak. Tentunya dengan segala konsekuensi bahwa pasti akan terjadi keributan di lapangan,” tandas Syarief.

Sedangkan YLKI menyarankan pemerintah kembali pada kebijakan menaikkan harga BBM Rp6.000 dibanding opsi BBM harga ganda. Menurut Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, dengan harga itu pemerintah bisa mengukur daya beli masyarakat. Dibanding dengan opsi harga ganda yang justru akan menyulitkan masyarakat dalam pembeliannya.

“Itu orang ekonomi yang punya hitungan konkrit. Tapi paling tidak kita pernah mencapai harga Rp6.000, nah kalau itu dikembalikan saja ke hargaRp6.000, saya kira daya beli kita sudah bisa diukur, apalagi katanya pertumbuhan ekonomi kita membaik, artinya kan daya beli masyarakat membaik,” ujar Tulus.
Menurutnya, pemerintah sebaiknya menghentikan wacana dua harga. Mempersempit disparitas harga dengan harga tunggal yang rasional, kata dia, akan lebih mudah implementasinya di lapangan.
Tulus menyatakan jika pemerintah punya nyali politik, sebaiknya diambil langkah harga tunggal BBM bersubsidi.
Selama ini, kata dia, kan kebijakan BBM selalu kental dengan politis. Formulasi-formulasi dampak sosial ekonomi terhadap kenaikan BBM sudah jelas pada ekonomi makro, tetapi kemudian tidak jelas karena menggunakan pendekatan politik. Oleh karena itu, kini ia mengingatkan pemerintah serius memperhatikan dampak jika ada perbedaan harga BBM.
“Justru yang harus dilakukan pemerintah adalah memperkecil disparitas harga. Selama ini terjadi penyalahgunaan di berbagai daerah perbatasan karena ada disparitas harga. Itu akan menjadi bom waktu yang sangat mengerikan kalau pemerintah jadi menerapkan dua harga,” tegas Tulus.
Ia juga mempertanyakan bagaimana pemerintah memperbaiki transportasi publik setelah menaikkan harga BBM dari Rp4.500 menjadi harga tertentu. Hal tersebut, tuturnya, juga harus dipertanggungjawabkan.
Kekhawatiran lain YLKI, kata dia, adanya perbedaan kuota antara BBM Rp4.500 dan Rp6.500. Jika kuota BBM Rp6.500 lebih banyak jumlahnya dari Rp4.500 itu akan menimbulkan masalah.
“Penerapan harga ganda menjadikan kuota BBM harus diatur ulang. Pemerintah dan pertamina tidak secara jujur dan transparan menjelaskan kepada masyarakat berapa sebenarnya kuota BBM di masing-masing daerah. Kalau begini bisa ada penyalahgunaan,” tandas Tulus. (jpnn)

Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) menolak tegas adanya opsi kebijakan BBM harga ganda. Hiswana Migas lebih memilih harga tunggal untuk BBM.

“Secara tegas kami tidak menyetujui kebijakan dua harga ini karena bagi kami para pengusaha, tidak ada kepastian apakah menguntungkan yang Rp4.500 atau yang Rp6.500,” kata Wakil Sekretaris DPD 3 Hiswana Migas, Syarief Hidayat.

Syarief beralasan, pengusaha akan kesulitan jika dalam melakukan penghitungan jika dengan sistem dua harga. Selain itu, kata dia, akan sangat menyulitkan konsumen dalam mengakses harga bahan bakar, dan bisa menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat seperti penyalahgunaan, penyelewengan, dan penyelundupan. Benturan antara SPBU dengan konsumen tuturnya, juga bisa terjadi.

“Lebih mudah bagi kami menghitung satu harga, karena dengan dua harga di lapangan akan menyulitkan operator SPBU kami,” keluh Syarief.
Namun, pihak Hiswana Migas belum dapat berbuat banyak saat ini karena opsi tersebut belum diresmikan dan masih menjadi bahan pertimbangan pemerintah. Hiswana Migas berharap jika disahkan, pemerintah harus konsekuen terhadap aturan yang ada dan mengawasi jika terjadi benturan di lapangan.

Syarief Hidayat menegaskan, pihaknya tak mau dibebani dengan pengawasan jika terjadi benturan antara masyarakat di SPBU karena perbedaan harga itu.

“Apabila ini dijalankan, tentunya pengawasan akan jauh lebih rumit. Nah sejauh mana pemerintah siapkan infrastruktur untuk pengawasan ini. Jangan nanti kami dibebani penugasan ini. Kami hanya menjual. Jangan kami harus memilah-milah kendaraan, kemudian kalau ada yang memaksa kami harus ngotot untuk melarang,” ujar Syarief.

Menurut Syarief, sebelum ada wacana opsi harga ganda, selama ini SPBU-SPBU dibawah Hiswana Migas sudah beberapa kali disulitkan dengan adanya kendaraan dinas yang memaksa membeli BBM bersubsidi. Akibatnya beberapa SPBU mendapat sanksi.

Ia khawatir jika sudah ada pembagian SPBU, benturan seperti pemaksaan dan penolakan akan menimbulkan kekacauan di antara masyarakat.
“Seperti yang sudah terjadi, SPBU jadi bulan-bulanan aparat karena kami terpaksa melayani, di bawah ancaman segala macam, kami yang dikenakan sanksi. Pernah ada seperti itu. Kami serba salah. Oleh BPK itu, pernah beberapa SPBU dikenakan sanksi denda karena menjual pada orang yang tidak berhak padahal itu dijual karena ada pemaksaan,” keluh Syarief.

Terakhir, Syarief yang membawahi Hiswana Migas di wilayah Jabar, DKI Jakarta dan Banten menyatakan, jika memang keputusan dua harga jadi diberlakukan, pihaknya siap menolak pembeli yang tidak mengikuti aturan.

“Tentu harus secara konsekuensi jalankan ini, kalau memang ada yang memaksa membeli tidak sesuai SPBU, kami harus menolak. Tentunya dengan segala konsekuensi bahwa pasti akan terjadi keributan di lapangan,” tandas Syarief.

Sedangkan YLKI menyarankan pemerintah kembali pada kebijakan menaikkan harga BBM Rp6.000 dibanding opsi BBM harga ganda. Menurut Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, dengan harga itu pemerintah bisa mengukur daya beli masyarakat. Dibanding dengan opsi harga ganda yang justru akan menyulitkan masyarakat dalam pembeliannya.

“Itu orang ekonomi yang punya hitungan konkrit. Tapi paling tidak kita pernah mencapai harga Rp6.000, nah kalau itu dikembalikan saja ke hargaRp6.000, saya kira daya beli kita sudah bisa diukur, apalagi katanya pertumbuhan ekonomi kita membaik, artinya kan daya beli masyarakat membaik,” ujar Tulus.
Menurutnya, pemerintah sebaiknya menghentikan wacana dua harga. Mempersempit disparitas harga dengan harga tunggal yang rasional, kata dia, akan lebih mudah implementasinya di lapangan.
Tulus menyatakan jika pemerintah punya nyali politik, sebaiknya diambil langkah harga tunggal BBM bersubsidi.
Selama ini, kata dia, kan kebijakan BBM selalu kental dengan politis. Formulasi-formulasi dampak sosial ekonomi terhadap kenaikan BBM sudah jelas pada ekonomi makro, tetapi kemudian tidak jelas karena menggunakan pendekatan politik. Oleh karena itu, kini ia mengingatkan pemerintah serius memperhatikan dampak jika ada perbedaan harga BBM.
“Justru yang harus dilakukan pemerintah adalah memperkecil disparitas harga. Selama ini terjadi penyalahgunaan di berbagai daerah perbatasan karena ada disparitas harga. Itu akan menjadi bom waktu yang sangat mengerikan kalau pemerintah jadi menerapkan dua harga,” tegas Tulus.
Ia juga mempertanyakan bagaimana pemerintah memperbaiki transportasi publik setelah menaikkan harga BBM dari Rp4.500 menjadi harga tertentu. Hal tersebut, tuturnya, juga harus dipertanggungjawabkan.
Kekhawatiran lain YLKI, kata dia, adanya perbedaan kuota antara BBM Rp4.500 dan Rp6.500. Jika kuota BBM Rp6.500 lebih banyak jumlahnya dari Rp4.500 itu akan menimbulkan masalah.
“Penerapan harga ganda menjadikan kuota BBM harus diatur ulang. Pemerintah dan pertamina tidak secara jujur dan transparan menjelaskan kepada masyarakat berapa sebenarnya kuota BBM di masing-masing daerah. Kalau begini bisa ada penyalahgunaan,” tandas Tulus. (jpnn)

Artikel Terkait

Rekening Gendut Akil dari Sumut?

Pedagang Emas Kian Ketar-ketir

Selalu Menghargai Sesama

Dahlan Iskan & Langkanya Daging Sapi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/