Salimin Djohan Wang, Pengusaha Kedai Kopi O
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Ungkapan inilah agaknya yang melatarbelakangi Salimin Djohan Wang membuka usaha kedai kopi O. Dulunya, orang tua, pria kelahiran Delitua, 27 Desember 1968 ini juga seorang pengusaha. Tapi anehnya, meski menjadi pengusaha kopi, tapi suami Nengcy Winata ini tidak suka dengan kopi.
Bagaiaman perjalanan Salimin Djohan memulai karier sebagai pengusaha? berikut petikan wawancara dengan wartawan Sumut Pos, Juli Ramadhani Rambe di Medan.
Kenapa Anda ingin menjadi pengusaha?
Mungkin karena saya sudah merasa tidak tertantang lagi dengan pekerjaan saya selama ini. Sementara saya ingin terus belajar dan belajar.
Posisi saya di perusahaan orang lain saat itu, sudah stagnan. Maksudnya, saya sudah tidak tahu mau naik seperti apa lagi. Jadinya, saya putuskan untuk meninggalkan pekerjaan dan mulai berusaha sendiri. Selain itu, bagi saya penghasilan yang diperoleh dari usaha sendiri lebih puas.
Kenapa Anda memilih Usaha kedai kopi?
Saya sangat senang dengan suasana di dalam sebuah kedai kopi, rasanya aman, nyaman, dan bebas. Menurut saya, kita menjadi apa adanya saat berada di Kedai kopi. Kedai kopi bagi saya tempat ke tiga, setelah rumah dan pekerjaan.
Dahulu, saat saya masih bekerja, untuk berbicara dengan kolega selalu mengajak di kedai kopi.
Menurut saya, seserius apapun masalah yang kita bicarakan, maka akan menjadi sebuah sebuah percakapan yang santai.
Jadi, sejak dahulu, saat saya masih kecil, saya sudah akrab dengan suasana kedai kopi, karena kakek saya punya kedai kopi, dan saya sering main-main disana. Jadi, secara tidak langsung, saya sudah terinspirasi tentang kedai kopi sejak kecil.
Bagaimana sekarang, apakah Anda sudah nyaman?
Kalau Anda berfikir bisa kaya sebagai pengusaha buka kedai kopi. Minimal, Anda harus punya 20 kedai kopi agar kaya. Bila hanya punya 1 atau 2, maka itu hanya untuk menutup kebutuhan hidup.
Hitungannya begini, minimal orang yang duduk di kedai kopi berjam-jam. Minimal 15 menit hingga 2 jam, dengan masa operasi toko sekitar 14 hingga 15 jam per hari. Dan bangku yang disedikan sedikit, agar pengunjung bisa nyaman.
Jadi, minimal jajan orang yang duduk adalah Rp15 ribu. Jadi, kalau dapat Rp20 juta sebulan itu sangat hebat. Belum lagi pengeluaran seperti gaji karyawan, listrik, air, dan perawatan.
Saat ini, Anda masih memiliki 2 kedai kopi, jadi bagaimana?
Sejak saya mengetahui potensi dari membuka Kedai Kopi, saya sudah memiliki target untuk minimal dari 5 tahun terakhir ini saya sudah memiliki 15 cabang kedai kopi. Dengan begitu, saya bukan hanya bisa menghidupi anak dan istri. Tetapi saya memberikan pekerjaan bagi orang lain. Karena untuk mengembangkan usaha saya, bukan hanya tenaga dan otak saya saja yang harus berlaku, tetapi juga orang lain.
Bagaimana cara Anda mengurus 2 kedai kopi anda yang sudah berkembang?
Sebenarnya cukup mudah. Saya memberikan kepercayaan seutuhnya kepada karyawan saya. Saya cukup bilang, anggap kedai kopi ini sebagai kedai kopi anda. Atau bila memungkinkan tempat Anda untuk belajar.
Sehingga, kedepannya bila memang rezeki ada, ada kemungkinan ada menjadi pengusaha juga. Saya menanamkan kepada karyawan, agar mereka tidak selamanya menjadi karyawan saya.
Tetapi mereka harus memiliki kesempatan untuk menjadi bos juga. Percaya atau tidak, selama ini saya hanya berkunjung ke kedai kopi hanya untuk melihat kebersihan, bukan pembukuan. Pembukuan hanya sebulan sekali saya lakukan. Saya percayakan semuanya kepada karyawan. Bila karyawan saya mau maju, pasti kedai kopi juga jadi maju.
Apakah Anda berniat membuka usaha lain?
Untuk saat ini, selain kedai kopi, saya juga sedang merintis usaha kopi hilir. Pembuatan kopi kecil-kecilan yang dibuat di rumah-rumah. Kalau kedepannya usaha saya diluar dari kopi, itu sepertinya akan saya lakukan, kalau saya sudah merasa siap puas dan cukup saya akan mencoba untuk usaha lain.
Strategi apa yang Anda terapkan untuk bersaing di antara Kedai Kopi yang saat ini sedang marak di Medan?
Beri spesialisasi pada kedai kopi Anda. Kalau hanya bermain di suasana kedai dan pelayanan itu sudah umum. Sedangkan untuk cita rasa kopi itu cerita lain. Jadi, saya ingin membuat masyarakat akan berfikir tentang Kopi O saat bercerita tentang kopi. (*)
Belajar ke Kebun Kopi
Sebelum menjadi pengusaha, Salimin Djohan merupakan pekerja kantoran yakni manager di perusahaan internasional yakni Pepsi Cola Indonesia dan Indofood. Tetapi, belakangan posisi itu ditinggalkannya karena dirinya ingin merasa bebas mengurus perusahaan.
Akhirnya, cita-cita itu berhasil, dengan tekad bulat, dia berhasil membangun sebuah usaha. Dan didukung oleh keluarga, terutama sang istri.
Usaha yang dipilihnya pun tidak beda jauh dengan usaha keluarganya pada zaman dahulu yakni kedai kopi. Padahal, dirinya tidak menyukai kopi.
“Suasana di kedai kopi yang santai dan nyaman yang membuat saya tidak bisa lupa. Jadi, karena saya mau membuka kedai kopi, mau tidak mau saya harus belajar tentang kopi, walau saya tidak menyukainya,” ujar pria yang akrab disapa Djohan ini.
Total sudah 3,5 tahun Djohan belajar tentang kopi. Tidak tanggung-tanggung, untuk memperkuat ilmu tentang kopi ini, dia terjun ke perkebunan kopi bersama para petani.
Walaupun seperti itu, dirinya juga merasa belum puas tentang kopi. “Kopi itu banyak jenisnya. Bukan hanya robusta atau arabica. Karena itu, saya belum ada apa-apanya bila bicara tentang kopi,” tambahnya.
Semakin serius, dia mempelajari kopi, semakin tertarik dan tertantang dirinya untuk mengetahui kopi. Karena itu, semakin sering pula dirinya melihat, mencium, bahkan menyentuh kopi.
Saat memutuskan untuk membuka kedai kopi, disadarinya bahwa dia hanyalah pemain baru, yang belum dikenal. Dirinya hanya bermodal pendidikan S2 yang diraihnya di Manajemen Monash Business School, Melbourne. Sedangkan pengalaman di lapangan belum didapatkannya sama sekali. Apalagi, pada umumnya, pemain kopi adalah mereka yang bermain secara puluhan tahun. “Kalau pemain kopi ini turun temurun. Karena itu, saya sempat minder, jadi saya berfikir untuk belajar secara terus menerus,” tambahnya.
Ketekunannya saat ini berbuah hasil, saat ini Salimin Djohan telah memiliki dua cabang Kopi O, pertama di Jalan Dr Mansyur, kemudian di Jalan Kapten Muslim Medan.
Dua kedai kopi ini memiliki konsep yang sama, hanya saja dengan pergambaran yang beda. Kedua kedai kopi ini, memiliki konsep tempo zaman dulu tetapi, yang diJalan Dr Mansyur memiliki konsep minimalis, sedangkan yang di Kapten Muslim lebih mengangkat konsep tionghoa zaman dulu.
“Saya bilang kedai kopi, karena saya ingin membuat suasana kopi saya merasa lebih menyenangkan. Dan lebih nyaman, seperti kedai kopi atau warung kopi di pinggir jalan,” pungkasnya. (ram)