28.7 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Mu’jizat Besar Bernama Rosy

New Hope-Dahlan Iskan

SELESAI membaca buku ini, terbayang oleh saya sosok Rosy Riyadi, isteri Tahir: betapa hebatnya wanita ini. Bisa membawakan diri begitu baiknya di antara dua pihak yang dicintainya: sang suami di satu pihak dan ayah beserta saudara kandungnya di pihak lain. Belum tentu satu juta orang bisa ada satu yang seperti Rosy.

Saya membayangkan seperti apa body language Rosy di saat sang suami curhat kepadanya mengenai mertua yang tidak lain adalah ayah kandungnya. Tergambar di buku itu bahwa di satu pihak Rosy membenarkan penilaian suaminya mengenai karakter bapaknya. Tapi di sisi lain, apapun itu adalah bapaknya yang juga jadi idolanya.

Hebatnya dalam suasana seperti itu rumah tangga Tahir-Rosy bisa bertahan sangat harmonis. Perkawinan itu kini sudah berumur 38 tahun. Sudah menghasilkan empat orang anak dan 11 cucu (4 laki-laki, 7 perempuan). Di buku itu Tahir memuji habis-habisan Rosy sebagai bidadari kiriman Tuhan.

“Rosy itu isteri yang tidak pernah berbuat salah,” kata Tahir. “Satu-satunya kesalahan yang dia perbuat adalah kawin dengan saya,” tulis Tahir setengah bergurau, setengah merendah.

Inilah bukti bahwa cinta abadi tidak harus muncul sejak sebelum perkawinan. Tahir-Rosy membuktikan cita abadi bisa muncul setelah perkawinan. Dan Tahir menilai keharmonisan itu berkat sikap Rosy yang istimewa. Rosy sama sekali tidak pernah menampilkan diri sebagai anak seorang konglomerat papan atas Indonesia. Kalau tidak ada nama Riyadi di belakangnya orang akan mengira dia gadis dari keluarga biasa. Yang juga istimewa, kata Tahir, Rosy mau menurunkan standar hidupnya mengikuti standar hidup saya.

Sewaktu Tahir bisa membeli rumah di Slipi, Jakarta, hatinya masih belum tenang. Tahir membayangkan apakah isterinya, yang sudah terbiasa tumbuh dan berkembang di rumah seorang konglomerat, bisa menerima tinggal di rumah biasa. Tapi hati Tahir langsung mengembang mana kala melihat untuk pertama kalinya sang isteri memasuki rumah itu. Wajahnya berbinar. Tidak ada mimik terkejut atau ragu atau canggung sedikit pun.

Bahkan di rumah biasa itu Rosy langsung menata sendiri segala perabotan dengan semangatnya. Juga bersih-bersih. Bahkan Rosy hanya mau ada satu pembantu saja di rumah itu. Terasa sekali Rosy bahagia mereka akan tinggal di rumah sendiri. Rosy seperti ingin menunjukkan itulah saatnya dia menjadi ibu dari sebuah rumah tangga yang mandiri.

Tahir menduga sikap istimewa Rosy itu menurun dari ibunya, Ny. Mochtar Riyadi. Tahir memuji mertua perempuannya itu sebagai wanita yang istimewa di dalam keluarga besar Mochtar Riyadi. Mampu menjaga keseimbangan di antara sayap-sayap dalam keluarga itu. Tahir tidak lupa keberhasilannya mencapai gelar S-2 adalah berkat paksaan dari ibu mertua.

“Tahir, semua menantu saya harus lulus S-2. Kamu harus kuliah lagi. Di Amerika. Saya yang membiayai,” ujar mertua perempuan itu seperti dikutip Tahir.

Tahir mencatat ada tiga wanita hebat yang menentukan hidupnya. Tapi yang terutama adalah ibu dan isterinya. Dan yang di atas segala-galanya itu adalah ibunya. Ibunyalah, di samping yang mengandung dan melahirkan, adalah juga yang mendidiknya dengan keras. Ibunyalah yang menyiapkannya menjadi pedagang. Ibunyalah yang menjadi inspirasi dalam hidupnya.

Karena itu foto sang ibu dia pasang secara khusus di lorong kantornya. Di posisi yang mau tidak mau dia menatapnya saat memasuki kantornya. Setiap kali itu pula Tahir merasa mendapat tambahan semangat hidup. Bahkan, sang ibu, setelah ikut pindah ke Jakarta, diberinya kesibukan sebagai salah satu kepala cabang Bank Mayapada di Jakarta. Sampai sekarang. Saat usia beliau sudah 84 tahun. Cabang tersebut menjadi cabang terbaik di antara seluruh cabang Bank Mayapada di Indonesia.

New Hope-Dahlan Iskan

SELESAI membaca buku ini, terbayang oleh saya sosok Rosy Riyadi, isteri Tahir: betapa hebatnya wanita ini. Bisa membawakan diri begitu baiknya di antara dua pihak yang dicintainya: sang suami di satu pihak dan ayah beserta saudara kandungnya di pihak lain. Belum tentu satu juta orang bisa ada satu yang seperti Rosy.

Saya membayangkan seperti apa body language Rosy di saat sang suami curhat kepadanya mengenai mertua yang tidak lain adalah ayah kandungnya. Tergambar di buku itu bahwa di satu pihak Rosy membenarkan penilaian suaminya mengenai karakter bapaknya. Tapi di sisi lain, apapun itu adalah bapaknya yang juga jadi idolanya.

Hebatnya dalam suasana seperti itu rumah tangga Tahir-Rosy bisa bertahan sangat harmonis. Perkawinan itu kini sudah berumur 38 tahun. Sudah menghasilkan empat orang anak dan 11 cucu (4 laki-laki, 7 perempuan). Di buku itu Tahir memuji habis-habisan Rosy sebagai bidadari kiriman Tuhan.

“Rosy itu isteri yang tidak pernah berbuat salah,” kata Tahir. “Satu-satunya kesalahan yang dia perbuat adalah kawin dengan saya,” tulis Tahir setengah bergurau, setengah merendah.

Inilah bukti bahwa cinta abadi tidak harus muncul sejak sebelum perkawinan. Tahir-Rosy membuktikan cita abadi bisa muncul setelah perkawinan. Dan Tahir menilai keharmonisan itu berkat sikap Rosy yang istimewa. Rosy sama sekali tidak pernah menampilkan diri sebagai anak seorang konglomerat papan atas Indonesia. Kalau tidak ada nama Riyadi di belakangnya orang akan mengira dia gadis dari keluarga biasa. Yang juga istimewa, kata Tahir, Rosy mau menurunkan standar hidupnya mengikuti standar hidup saya.

Sewaktu Tahir bisa membeli rumah di Slipi, Jakarta, hatinya masih belum tenang. Tahir membayangkan apakah isterinya, yang sudah terbiasa tumbuh dan berkembang di rumah seorang konglomerat, bisa menerima tinggal di rumah biasa. Tapi hati Tahir langsung mengembang mana kala melihat untuk pertama kalinya sang isteri memasuki rumah itu. Wajahnya berbinar. Tidak ada mimik terkejut atau ragu atau canggung sedikit pun.

Bahkan di rumah biasa itu Rosy langsung menata sendiri segala perabotan dengan semangatnya. Juga bersih-bersih. Bahkan Rosy hanya mau ada satu pembantu saja di rumah itu. Terasa sekali Rosy bahagia mereka akan tinggal di rumah sendiri. Rosy seperti ingin menunjukkan itulah saatnya dia menjadi ibu dari sebuah rumah tangga yang mandiri.

Tahir menduga sikap istimewa Rosy itu menurun dari ibunya, Ny. Mochtar Riyadi. Tahir memuji mertua perempuannya itu sebagai wanita yang istimewa di dalam keluarga besar Mochtar Riyadi. Mampu menjaga keseimbangan di antara sayap-sayap dalam keluarga itu. Tahir tidak lupa keberhasilannya mencapai gelar S-2 adalah berkat paksaan dari ibu mertua.

“Tahir, semua menantu saya harus lulus S-2. Kamu harus kuliah lagi. Di Amerika. Saya yang membiayai,” ujar mertua perempuan itu seperti dikutip Tahir.

Tahir mencatat ada tiga wanita hebat yang menentukan hidupnya. Tapi yang terutama adalah ibu dan isterinya. Dan yang di atas segala-galanya itu adalah ibunya. Ibunyalah, di samping yang mengandung dan melahirkan, adalah juga yang mendidiknya dengan keras. Ibunyalah yang menyiapkannya menjadi pedagang. Ibunyalah yang menjadi inspirasi dalam hidupnya.

Karena itu foto sang ibu dia pasang secara khusus di lorong kantornya. Di posisi yang mau tidak mau dia menatapnya saat memasuki kantornya. Setiap kali itu pula Tahir merasa mendapat tambahan semangat hidup. Bahkan, sang ibu, setelah ikut pindah ke Jakarta, diberinya kesibukan sebagai salah satu kepala cabang Bank Mayapada di Jakarta. Sampai sekarang. Saat usia beliau sudah 84 tahun. Cabang tersebut menjadi cabang terbaik di antara seluruh cabang Bank Mayapada di Indonesia.

Artikel Terkait

Debat

Kisah Ikan Eka

Guo Nian

Sarah’s Bag Itu

Freeport

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/