26.7 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Sulitnya (Punya) Anak Superpandai

Hari itu Audrey mendadak diajak ke Tulungagung. Kakeknya meninggal. Kakek yang dia sayangi. Kakek yang periang dan penyayang. Sepanjang perjalanan dari Surabaya ke Tulungagung, dia mendengar pembicaraan orang tuanya. Terutama tentang penyebab meninggalnya. Yakni, meninggal karena sedih. Ditinggal mati istrinya. Sang istri meninggal setelah menderita lama: korban tabrak lari.

 

Audrey-kecil sangat sayang oma dan opanya. Audrey memanggilnya Ama dan Akong. Pagi itu, jam 4 pagi, Ama bersepeda sehat ke arah Alun-Alun Tulungagung. Sebuah mobil menabraknya. Tidak pernah diketahui siapa penabraknya.

Dari situlah Audrey terus berpikir. Mengapa orang yang begitu menyenangkan harus meninggal. Bahagia itu ternyata bisa datang dan pergi. Banyak sekali yang dia renungkan. Padahal, kalau ada orang dewasa bicara, Audrey itu hanya diam. Begitulah kata ibunya. Kami-kami ini tidak tahu bahwa dalam diamnya itu ternyata dia terus berpikir. Padahal, orang mengira dia diam karena tidak peduli dengan pembicaraan orang dewasa.

Kata Audrey, umur itu ternyata pendek. Sejak saat itu, Audrey bertekad untuk mengisi umur yang pendek itu dengan sebanyak mungkin arti kehidupan. Audrey jadi anak genius. Audrey bukan tidak bisa berubah.

Dia terkejut saat ke dokter gigi. Orang tuanya membawa Audrey ke dokter gigi di Singapura. Di sana dia mendapat kesan betapa orang-orang Singapura sangat bangga akan negaranya. Padahal, dia melihat orang-orang itu memiliki nama China. Kesimpulannya: untuk bangga pada negara, untuk membela negara, ternyata tidak harus dengan cara mengubah identitas. Dengan nama tetap China, dengan kulit tetap kuning, dengan mata tetap sipit, ternyata orang-orang itu begitu fanatik pada ke-Singapura-annya. Pada negaranya.

Audrey mulai mau belajar lagi bahasa Mandarin. Dengan cepat. Bahasa apa pun bisa dia kuasai dengan mudah. Bahkan, Audrey sudah menerbitkan beberapa buku pelajaran bahasa Mandarin untuk anak Indonesia.

Audrey juga mulai ingin punya nama Tionghoa.

Dia ke pengadilan. Mengubah namanya. Menjadi: Audrey Yu Jia Hui. Dia ingin membuktikan bahwa untuk cinta negara tidak harus mengubah atau menyembunyikan identitas suku atau rasnya. Seperti di Singapura. Dan sebetulnya juga di Amerika.

Hanya, dia tetap masih membujang. Umurnya sudah 30 tahun saat ini. Mengajar bahasa Inggris untuk level tertinggi di Shanghai. Sambil terus menyusun konsep penerapan Pancasila yang baik. Saya sudah dikirimi draf konsep pemasyarakatan Pancasila menurut dia. Saya sudah membaca dan ikut merenungkannya.

Ibunya juga sudah mulai berubah. Audrey sudah bisa pulang tahun depan dengan suasana baru.

’’Saya baru tahu dari bukunya kalau perasaannya kepada saya seperti itu,’’ kata sang ibu kepada saya. ’’Saya menyesal,’’ tambahnya. ’’Saya sudah berubah. Saya mau berubah,’’ kata sang ibu. (*)

Hari itu Audrey mendadak diajak ke Tulungagung. Kakeknya meninggal. Kakek yang dia sayangi. Kakek yang periang dan penyayang. Sepanjang perjalanan dari Surabaya ke Tulungagung, dia mendengar pembicaraan orang tuanya. Terutama tentang penyebab meninggalnya. Yakni, meninggal karena sedih. Ditinggal mati istrinya. Sang istri meninggal setelah menderita lama: korban tabrak lari.

 

Audrey-kecil sangat sayang oma dan opanya. Audrey memanggilnya Ama dan Akong. Pagi itu, jam 4 pagi, Ama bersepeda sehat ke arah Alun-Alun Tulungagung. Sebuah mobil menabraknya. Tidak pernah diketahui siapa penabraknya.

Dari situlah Audrey terus berpikir. Mengapa orang yang begitu menyenangkan harus meninggal. Bahagia itu ternyata bisa datang dan pergi. Banyak sekali yang dia renungkan. Padahal, kalau ada orang dewasa bicara, Audrey itu hanya diam. Begitulah kata ibunya. Kami-kami ini tidak tahu bahwa dalam diamnya itu ternyata dia terus berpikir. Padahal, orang mengira dia diam karena tidak peduli dengan pembicaraan orang dewasa.

Kata Audrey, umur itu ternyata pendek. Sejak saat itu, Audrey bertekad untuk mengisi umur yang pendek itu dengan sebanyak mungkin arti kehidupan. Audrey jadi anak genius. Audrey bukan tidak bisa berubah.

Dia terkejut saat ke dokter gigi. Orang tuanya membawa Audrey ke dokter gigi di Singapura. Di sana dia mendapat kesan betapa orang-orang Singapura sangat bangga akan negaranya. Padahal, dia melihat orang-orang itu memiliki nama China. Kesimpulannya: untuk bangga pada negara, untuk membela negara, ternyata tidak harus dengan cara mengubah identitas. Dengan nama tetap China, dengan kulit tetap kuning, dengan mata tetap sipit, ternyata orang-orang itu begitu fanatik pada ke-Singapura-annya. Pada negaranya.

Audrey mulai mau belajar lagi bahasa Mandarin. Dengan cepat. Bahasa apa pun bisa dia kuasai dengan mudah. Bahkan, Audrey sudah menerbitkan beberapa buku pelajaran bahasa Mandarin untuk anak Indonesia.

Audrey juga mulai ingin punya nama Tionghoa.

Dia ke pengadilan. Mengubah namanya. Menjadi: Audrey Yu Jia Hui. Dia ingin membuktikan bahwa untuk cinta negara tidak harus mengubah atau menyembunyikan identitas suku atau rasnya. Seperti di Singapura. Dan sebetulnya juga di Amerika.

Hanya, dia tetap masih membujang. Umurnya sudah 30 tahun saat ini. Mengajar bahasa Inggris untuk level tertinggi di Shanghai. Sambil terus menyusun konsep penerapan Pancasila yang baik. Saya sudah dikirimi draf konsep pemasyarakatan Pancasila menurut dia. Saya sudah membaca dan ikut merenungkannya.

Ibunya juga sudah mulai berubah. Audrey sudah bisa pulang tahun depan dengan suasana baru.

’’Saya baru tahu dari bukunya kalau perasaannya kepada saya seperti itu,’’ kata sang ibu kepada saya. ’’Saya menyesal,’’ tambahnya. ’’Saya sudah berubah. Saya mau berubah,’’ kata sang ibu. (*)

Artikel Terkait

Debat

Kisah Ikan Eka

Guo Nian

Sarah’s Bag Itu

Freeport

Terpopuler

Artikel Terbaru

/