29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Penantian Besar di Akhir Bulan September

Ada juga yang beralasan begini. Di zaman Pak Harto yang begitu kuat dan sepenuhnya didukung tentara saja masih terjadi kerusuhan Mei 1998. Trauma lama terus terngiang.

Untuk yang seperti itu sebenarnya sudah kurang relevan lagi. Zaman Pak Harto tidak ada demokrasi. Sekarang sudah ada demokrasi.

Saya percaya demokrasi akan menyelesaikan persoalan mayoritas-minoritas. Semakin matang kita berdemokrasi semakin terjamin hak-hak minoritas. Semakin dewasa demokrasi semakin sama hak-hak warga negara.

Bahwa masih adanya perasaan kurang aman di sebagian golongan minoritas, itu karena demokrasi kita memang belum sepenuhnya dewasa. Tapi kita yakin kita sedang menuju kedewasaan.

Jadi, alasan menyimpan sebagian harta di luar negeri untuk jaga-jaga masa depan mestinya tidak relevan lagi. Masa depan kita di Indonesia. Kita perkuatlah negara yang jadi masa depan kita itu. Mendewasakan demokrasi adalah agenda kita bersama.

Memang demokrasi yang dewasa memerlukan syarat lain: tegaknya hukum. Ini doktrin. Seperti uang tidak bisa disebut uang kalau tidak punya dua sisi. Tidak bisa untuk belanja kalau gambarnya hanya ada di satu sisi. Demokrasi dan Tegaknya Hukum.

Karena itu dewasanya hukum harus jadi prioritas pemerintah.

Untuk merebut kepercayaan rakyat dan untuk melengkapi syarat dewasanya demokrasi.

Itulah yang terjadi Amerika. Inilah yang saya dalami selama enam bulan terakhir saat saya lebih banyak tinggal di Amerika,
Minoritas tidak merasa terancam di sana. Kecuali, hehe, gara-gara satu orang bernama Donald Trump. Tapi ia pun tidak akan laku. Kalau pun terpilih nanti itu karena kelemahan Hillary Clinton. Dan Trump setelah terpilih pun juga tidak akan begitu.

Memang ada keraguan lain. Melemahnya rupiah dari waktu ke waktu merangsang orang menyimpan dana di LN. Agar nilai kekayaan tidak merosot. Selalu saja terbukti yang menyimpan dalam bentuk dolar lebih baik nasibnya. Dibanding saya, misalnya, yang tidak pernah menyimpan uang dalam dolar.

Pengusaha tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Pemerintah yang tidak menjaga nilai tukar rupiah ikut bersalah. Tapi pemerintah akan selalu menyadari ini. Dan akan selalu berusaha memperkuat rupiah.

Saya tahu teman-teman pengusaha besar adalah pendukung Presiden Jokowi. Kini saatnya mereka menunjukkan dukungan mereka itu lebih ikhlas. Dengan cara ikut tax amnesty.

Kalau minggu ini ada dua saja nama besar yang secara terbuka menyatakan ikut tax amnesty, dampak WOW-nya akan sangat heroik. Akan jadi panutan. Yang bisa menggeret gerbong yang panjang. Lalu minggu depannya dua nama besar lagi. Dan lagi. Dan lagi.

Sayangnya saya tidak punya simpanan di luar negeri. Kalau ada, saya mau jadi pendaftar yang pertama. Bahkan meski tidak punya pun saya akan ikut. Namanya fasilitas. Sayang jika tidak dimanfaatkan.

Tinggal Dirjen Pajak yang benar-benar menjamin kerahasiaan angka-angka mereka.

Juga satu jaminan bahwa yang tidak mau ikut akan terkena batunya. (*)

Ada juga yang beralasan begini. Di zaman Pak Harto yang begitu kuat dan sepenuhnya didukung tentara saja masih terjadi kerusuhan Mei 1998. Trauma lama terus terngiang.

Untuk yang seperti itu sebenarnya sudah kurang relevan lagi. Zaman Pak Harto tidak ada demokrasi. Sekarang sudah ada demokrasi.

Saya percaya demokrasi akan menyelesaikan persoalan mayoritas-minoritas. Semakin matang kita berdemokrasi semakin terjamin hak-hak minoritas. Semakin dewasa demokrasi semakin sama hak-hak warga negara.

Bahwa masih adanya perasaan kurang aman di sebagian golongan minoritas, itu karena demokrasi kita memang belum sepenuhnya dewasa. Tapi kita yakin kita sedang menuju kedewasaan.

Jadi, alasan menyimpan sebagian harta di luar negeri untuk jaga-jaga masa depan mestinya tidak relevan lagi. Masa depan kita di Indonesia. Kita perkuatlah negara yang jadi masa depan kita itu. Mendewasakan demokrasi adalah agenda kita bersama.

Memang demokrasi yang dewasa memerlukan syarat lain: tegaknya hukum. Ini doktrin. Seperti uang tidak bisa disebut uang kalau tidak punya dua sisi. Tidak bisa untuk belanja kalau gambarnya hanya ada di satu sisi. Demokrasi dan Tegaknya Hukum.

Karena itu dewasanya hukum harus jadi prioritas pemerintah.

Untuk merebut kepercayaan rakyat dan untuk melengkapi syarat dewasanya demokrasi.

Itulah yang terjadi Amerika. Inilah yang saya dalami selama enam bulan terakhir saat saya lebih banyak tinggal di Amerika,
Minoritas tidak merasa terancam di sana. Kecuali, hehe, gara-gara satu orang bernama Donald Trump. Tapi ia pun tidak akan laku. Kalau pun terpilih nanti itu karena kelemahan Hillary Clinton. Dan Trump setelah terpilih pun juga tidak akan begitu.

Memang ada keraguan lain. Melemahnya rupiah dari waktu ke waktu merangsang orang menyimpan dana di LN. Agar nilai kekayaan tidak merosot. Selalu saja terbukti yang menyimpan dalam bentuk dolar lebih baik nasibnya. Dibanding saya, misalnya, yang tidak pernah menyimpan uang dalam dolar.

Pengusaha tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Pemerintah yang tidak menjaga nilai tukar rupiah ikut bersalah. Tapi pemerintah akan selalu menyadari ini. Dan akan selalu berusaha memperkuat rupiah.

Saya tahu teman-teman pengusaha besar adalah pendukung Presiden Jokowi. Kini saatnya mereka menunjukkan dukungan mereka itu lebih ikhlas. Dengan cara ikut tax amnesty.

Kalau minggu ini ada dua saja nama besar yang secara terbuka menyatakan ikut tax amnesty, dampak WOW-nya akan sangat heroik. Akan jadi panutan. Yang bisa menggeret gerbong yang panjang. Lalu minggu depannya dua nama besar lagi. Dan lagi. Dan lagi.

Sayangnya saya tidak punya simpanan di luar negeri. Kalau ada, saya mau jadi pendaftar yang pertama. Bahkan meski tidak punya pun saya akan ikut. Namanya fasilitas. Sayang jika tidak dimanfaatkan.

Tinggal Dirjen Pajak yang benar-benar menjamin kerahasiaan angka-angka mereka.

Juga satu jaminan bahwa yang tidak mau ikut akan terkena batunya. (*)

Artikel Terkait

Debat

Kisah Ikan Eka

Guo Nian

Sarah’s Bag Itu

Freeport

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/