27.8 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Terapi Gen Sembuhkan Kebutaan

Terapi kebutaan
Terapi kebutaan

LONDON, SUMUTPOS.CO – Ada kabar baik bagi para penyandang tunanetra. Sebab, hasil penelitian yang melibatkan terapi gen di Inggris menerbitkan harapan bagi mereka yang mengalami gangguan penglihatan atau sama sekali tidak bisa melihat. Melalui terapi gen, para dokter bisa mengembalikan penglihatan mereka.

Kemarin (16/1) BBC melaporkan bahwa tim ahli bedah di Oxford berhasil memperbaiki penglihatan enam pasien yang selama ini tidak bisa melihat. “Dengan metode terapi gen, tim dokter menyelipkan gen ke bola mata pasien. Cara itu ternyata cukup efektif untuk memperbaiki kemampuan sel mata yang bertugas mendeteksi cahaya,” ujar Profesor Robert MacLaren, pemimpin riset.

Dengan menanamkan gen ke jaringan mata, tim Oxford sukses memperbaiki kerusakan sel. Seiring berjalannya waktu, sel-sel yang semula rusak tersebut mampu berfungsi normal kembali. Dampaknya, pasien yang mengalami gangguan penglihatan bisa kembali melihat. Bahkan, penglihatan mereka menjadi jauh lebih baik daripada sebelumnya. Sebab, sel-sel mata yang rusak kembali sehat.

MacLaren yakin metode tersebut bisa bermanfaat bagi kaum tunanetra. Bahkan, dia optimistis jika terapi gen itu akan memberantas kebutaan. “Saya sangat gembira dengan hasil ini. Kami tidak bisa mengharapkan hasil yang lebih baik lagi,” ungkapnya. Dia berharap penelitian dua tahun itu bisa berkembang dan membuahkan hasil yang lebih memuaskan.

Seorang pasien yang terlibat dalam penelitian tersebut, Jonathan Wyatt, sangat bersukacita dengan hasil terapi gen yang dijalani. Pria yang kini berusia 65 tahun itu mengidap choroideremia yang diturunkan dalam keluarganya. Saat terlibat dalam penelitian MacLaren, Wyatt hanya berharap bisa menghentikan kerusakan di sel matanya. Dengan demikian, dia tetap bisa melihat meski tidak jelas.

Tetapi, di luar dugaan, terapi gen itu justru mampu mengembalikan penglihatannya. Kini dia bisa melihat dengan jauh lebih jelas. “Dulu, saya selalu merasa berjalan di pinggir jurang. Jika saya menunduk, saya tidak bisa melihat apa pun. Tetapi, sekarang saya bisa melihat benda-benda yang letaknya jauh di bawah atau di atas,” jelas Wyatt yang kini bisa berjalan ke toko dekat rumah tanpa bantuan orang lain. (BBC/hep/c15/tia)

 

 

 

====================================[Berita 2]============================

Judul  : Udara Beijing Mengandung Racun

Media  : Jawa Pos

Tgl    : Kamis, 16/01/2014

Diambil: Jumat, 17/01/2014 16:51:06 WIB

————————————————————————–

Udara Beijing Mengandung Racun

 

BEIJING – Kabut abu-abu menyelimuti Kota Beijing kemarin (16/1). Tidak hanya membuat jarak pandang terbatas, kabut polusi yang mengandung partikel-partikel racun itu juga berbahaya bagi kesehatan warga. Kali ini tingkat polusi di ibu kota Tiongkok tersebut tercatat 25 kali lipat batas normal.

“Bau limbah industri yang terbakar memenuhi udara. Kandungan PM 2,5 (partikulat yang diameternya berkisar 2,5 mikrometer) mencapai 500 mikrogram per meter kubik,” terang pemerintah setempat mengutip data statistik.

Kemarin indeks kualitas udara Beijing menunjukkan skala 500. Itu merupakan angka tertinggi yang mengindikasikan bahwa kualitas udara sangat buruk.

Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) yang juga mengamati kualitas udara Beijing melaporkan bahwa tingkat polusi saat pagi tercatat mencapai lebih dari level 671. Namun, angka itu berangsur turun pada siang dan sore.

Padahal, sesuai dengan rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), tingkat paparan partikulat di udara tidak boleh lebih dari level 25 tiap periode 24 jam.

“Saya tidak percaya dengan apa yang saya alami ini,” kata Richard Deutsch, turis AS yang berkunjung ke Lapangan Tiananmen kemarin.

Karena kabut polusi itu, dia tidak bisa menikmati pemandangan Tiananmen dengan leluasa. Richard menyatakan belum pernah terjebak dalam kabut polusi parah seperti kemarin. Bahkan, polusi udara di Los Angeles, menurut dia, masih lebih baik daripada Tiongkok.

Sebagai negara yang perekonomiannya sedang menggeliat, sektor industri Tiongkok memang menjadi prioritas. Bukan hanya Beijing, beberapa kota di Tiongkok memang tidak asing dengan kabut polusi seperti kemarin. Sebab, sebagian besar pabrik dan pembangkit listrik Negeri Panda tersebut menggunakan batu bara sebagai bahan bakar utama. Bahkan, beberapa jenis kendaraan berbahan bakar batu bara.

Lantaran kabut polusi yang sering menyelimuti Beijing, kunjungan wisatawan ke ibu kota turun sekitar 10 persen tahun lalu. Selain berdampak buruk bagi pendapatan dari sektor wisata, kabut polusi mengakibatkan ratusan warga meninggal lebih awal. Saat indeks kualitas udara menunjukkan angka yang tinggi, pemerintah setempat pun mewajibkan warga memakai masker jika beraktivitas di luar rumah. (AP/AFP/hep/c14/tia)

Terapi kebutaan
Terapi kebutaan

LONDON, SUMUTPOS.CO – Ada kabar baik bagi para penyandang tunanetra. Sebab, hasil penelitian yang melibatkan terapi gen di Inggris menerbitkan harapan bagi mereka yang mengalami gangguan penglihatan atau sama sekali tidak bisa melihat. Melalui terapi gen, para dokter bisa mengembalikan penglihatan mereka.

Kemarin (16/1) BBC melaporkan bahwa tim ahli bedah di Oxford berhasil memperbaiki penglihatan enam pasien yang selama ini tidak bisa melihat. “Dengan metode terapi gen, tim dokter menyelipkan gen ke bola mata pasien. Cara itu ternyata cukup efektif untuk memperbaiki kemampuan sel mata yang bertugas mendeteksi cahaya,” ujar Profesor Robert MacLaren, pemimpin riset.

Dengan menanamkan gen ke jaringan mata, tim Oxford sukses memperbaiki kerusakan sel. Seiring berjalannya waktu, sel-sel yang semula rusak tersebut mampu berfungsi normal kembali. Dampaknya, pasien yang mengalami gangguan penglihatan bisa kembali melihat. Bahkan, penglihatan mereka menjadi jauh lebih baik daripada sebelumnya. Sebab, sel-sel mata yang rusak kembali sehat.

MacLaren yakin metode tersebut bisa bermanfaat bagi kaum tunanetra. Bahkan, dia optimistis jika terapi gen itu akan memberantas kebutaan. “Saya sangat gembira dengan hasil ini. Kami tidak bisa mengharapkan hasil yang lebih baik lagi,” ungkapnya. Dia berharap penelitian dua tahun itu bisa berkembang dan membuahkan hasil yang lebih memuaskan.

Seorang pasien yang terlibat dalam penelitian tersebut, Jonathan Wyatt, sangat bersukacita dengan hasil terapi gen yang dijalani. Pria yang kini berusia 65 tahun itu mengidap choroideremia yang diturunkan dalam keluarganya. Saat terlibat dalam penelitian MacLaren, Wyatt hanya berharap bisa menghentikan kerusakan di sel matanya. Dengan demikian, dia tetap bisa melihat meski tidak jelas.

Tetapi, di luar dugaan, terapi gen itu justru mampu mengembalikan penglihatannya. Kini dia bisa melihat dengan jauh lebih jelas. “Dulu, saya selalu merasa berjalan di pinggir jurang. Jika saya menunduk, saya tidak bisa melihat apa pun. Tetapi, sekarang saya bisa melihat benda-benda yang letaknya jauh di bawah atau di atas,” jelas Wyatt yang kini bisa berjalan ke toko dekat rumah tanpa bantuan orang lain. (BBC/hep/c15/tia)

 

 

 

====================================[Berita 2]============================

Judul  : Udara Beijing Mengandung Racun

Media  : Jawa Pos

Tgl    : Kamis, 16/01/2014

Diambil: Jumat, 17/01/2014 16:51:06 WIB

————————————————————————–

Udara Beijing Mengandung Racun

 

BEIJING – Kabut abu-abu menyelimuti Kota Beijing kemarin (16/1). Tidak hanya membuat jarak pandang terbatas, kabut polusi yang mengandung partikel-partikel racun itu juga berbahaya bagi kesehatan warga. Kali ini tingkat polusi di ibu kota Tiongkok tersebut tercatat 25 kali lipat batas normal.

“Bau limbah industri yang terbakar memenuhi udara. Kandungan PM 2,5 (partikulat yang diameternya berkisar 2,5 mikrometer) mencapai 500 mikrogram per meter kubik,” terang pemerintah setempat mengutip data statistik.

Kemarin indeks kualitas udara Beijing menunjukkan skala 500. Itu merupakan angka tertinggi yang mengindikasikan bahwa kualitas udara sangat buruk.

Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) yang juga mengamati kualitas udara Beijing melaporkan bahwa tingkat polusi saat pagi tercatat mencapai lebih dari level 671. Namun, angka itu berangsur turun pada siang dan sore.

Padahal, sesuai dengan rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), tingkat paparan partikulat di udara tidak boleh lebih dari level 25 tiap periode 24 jam.

“Saya tidak percaya dengan apa yang saya alami ini,” kata Richard Deutsch, turis AS yang berkunjung ke Lapangan Tiananmen kemarin.

Karena kabut polusi itu, dia tidak bisa menikmati pemandangan Tiananmen dengan leluasa. Richard menyatakan belum pernah terjebak dalam kabut polusi parah seperti kemarin. Bahkan, polusi udara di Los Angeles, menurut dia, masih lebih baik daripada Tiongkok.

Sebagai negara yang perekonomiannya sedang menggeliat, sektor industri Tiongkok memang menjadi prioritas. Bukan hanya Beijing, beberapa kota di Tiongkok memang tidak asing dengan kabut polusi seperti kemarin. Sebab, sebagian besar pabrik dan pembangkit listrik Negeri Panda tersebut menggunakan batu bara sebagai bahan bakar utama. Bahkan, beberapa jenis kendaraan berbahan bakar batu bara.

Lantaran kabut polusi yang sering menyelimuti Beijing, kunjungan wisatawan ke ibu kota turun sekitar 10 persen tahun lalu. Selain berdampak buruk bagi pendapatan dari sektor wisata, kabut polusi mengakibatkan ratusan warga meninggal lebih awal. Saat indeks kualitas udara menunjukkan angka yang tinggi, pemerintah setempat pun mewajibkan warga memakai masker jika beraktivitas di luar rumah. (AP/AFP/hep/c14/tia)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/