SUMUTPOS.CO – Batu Basiha yang belakangan ini diketahui sebagai salah satu situs sejarah letusan Gunung Api Toba, ternyata memiliki sejarah khusus dan sisi mistis yang dipercayai masyarakat. Konon, nama Basiha diambil dari bahasa Batak yakni artinya Batu Sian Hau (batu dari kayu). Cerita itu pun turun temurun hingga saat ini masih dikenang di daerah itu.
Menurut cerita masyarakat, batu Basiha yang berada di Sibodiala, tepatnya di Desa Aek Bolon, Kecamatan Balige, Tobasa itu awalnya terbentuk dari tumpukan kayu yang rencananya untuk membangun sebuah rumah adat batak. Setelah tersambar petir, tumpukan kayu tersebut berubah menjadi batu.
Timbul Napitupulu (64) yang kerap dipanggil Oppung Boi menuturkan bahwa Batu Basiha merupakan sebuah sejarah dari nenek monyangnya dulu.
Katanya, sekitar ratusan tahun lalu, nenek monyang mereka yang bernama Oppung Manggak Napitupulu atau Juara Keccil Napitupulu berniat membangun sebuah rumah adat batak di lokasi itu. Untuk itu, warga sekitar diminta untuk mengumpulkan kayu, mulai dari Huta Pokki, Huta Ginjang, dan Aek Raja.
Setelah semua kayu terkumpul, seekor harimau mendatangi Juara Keccil. Lalu harimau tersebut mengungkapkan kepadanya, “Boasa bangunonmu jabum dison, hape hutam di Sakkar Nihuta nga disoluk halak? (Mengapa bangun rumah di sini, sementara kampungmu di Sakkar Nihuta sudah ditempati orang lain)”.
Juara Keccil tercengang mendengar itu. Namun dalam benak ia merenung dan akhirnya memutuskan untuk pulang ke Sakkar Nihuta. Di perjalanan pulang, Juara Keccil kembali bertemu dengan seekor harimau yang menghadangnya. Untuk melewati, ia pun terpaksa beradu dengan harimau dan beruntung, harimau tadi bisa dikalahkan. Lantas, kulit harimau diambil dan digunakan sebagai sabuk.
Masih dalam perjalanan pulang, tiba-tiba turun hujan deras, badai dan petir. Lalu petir menyambar tumpukan kayu yang direncanakan untuk membangun rumah, dan seketika tumpukan batu berubah menjadi batu. Saat itulah tumpukan kayu itu dinamai Basiha, artinya batu dari kayu. Sementara niat membangun rumah batal.
“Itulah cerita turun temurun kepada kami, mulai dari nenek moyang kami yang dulu-dulu, sampai ke nenek saya, Bapak saya, lalu sampai kepada saya sendiri,” terang Oppung Boi yang ditemui sedang membersihkan kawasan Batu Basiha beserta para kerabatnya, Kamis (23/4).