26 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Nama HAKI Sering Dicaplok

Posisi Medan sebagai kota metropolitan,tidak dipungkiri mulai dihiasi dengan berbagai jenis bangunan tingkat tinggi, hingga puluhan lantai. Tetapi, tidak semua bangunan di kota metropolitan ini yang tahan dengan gempa. Bahkan, menurut data Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) Sumut dari seluruh bangunan tinggi (minimal 5 lantai) di Sumut, sekitar 60 persen tidak tahan gempa, baik untuk gedung pemerintahan ataupun milik swasta.

Jumlah tersebut belum termasuk dengan bangunan rumah yang cenderung tidak menggunakan ahli konstruksi saat pembangunannya. “Padahal, sudah ada peraturan atau Undang-Undang, di mana setiap pembangunan gedung, rumah, dan lainnya harus menggunakan ahli konstruksi. Bahkan, dalam IMB harus tertera siapa ahli konstruksi nya,” ujar Ketua HAKI Sumut, Simon Dertha Tarigan.

Walaupun sudah ada peraturan, dan kewajiban dalam IMB, ketegasan pemerintah dalam hal ini masih minim. Terbukti, IMB bisa keluar, walau tidak menggunakan ahli konstruksi. “Lihat saja, banyak IMB yang keluar tanpa menyertakan ahli konstruksi. Padahal, sudah ada peraturan. Karena itu, bagaimana masyarakat bisa ngeh, kalau pemerintah saja dian,” lanjutnya.

Diakuinya, terkadang ada kontraktor yang hanya menggunakan atau mencaplok nama HAKI untuk memuluskan kinerjanya. “Harus diingat, dalam HAKI ada juga levelnya, dari madya, utama, hingga pakar,” tambahnya.

Ketidaktegasan pemerintah ini dapat dilihat dari salah satu aspek lainnya. Misalnya, untuk memuluskan jalan pada umumnya para kontraktor akan menggunakan nama HAKI dalam tender. Tetapi, saat pembangunan, HAKI tidak dipakai lagi. “Kalau mau tegas, ini bisa diperiksa dan diperhatikan ulang. Tetapi ini tidak, setelah tender selesai, perhatian apakah sesuai atau tidak tidak dilanjutkan lagi,” ungkapnya.

Dalam hitungan seorang ahli konstruksi, yang diperhatikan saat pembangunan bukan hanya takaran bahan bangun, seperti semen, pasir, batu bata, dan lainnya. Tetapi juga desain bangunan. Apakah cocok di suatu daerah dengan memperhatikan kontur tanah, dan lainnya.

Simon menyatakan, untuk bentuk bangunan di Medan sudah sesuai. Tetapi apakah tahan gempa atau tidak, belum tentu. Apalagi, untuk melihat bangunan tersebut tidak tahan gempa tidak bisa dilihat secara kasat mata. “Pembangunan yang tidak menggunakan jasa konstruksi dapat dilihat pada hasil bangunannya yang turun, retak dan miring sehingga rawan pada gempa,” lanjutnya. (ram/sam/uma/gus)

Posisi Medan sebagai kota metropolitan,tidak dipungkiri mulai dihiasi dengan berbagai jenis bangunan tingkat tinggi, hingga puluhan lantai. Tetapi, tidak semua bangunan di kota metropolitan ini yang tahan dengan gempa. Bahkan, menurut data Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) Sumut dari seluruh bangunan tinggi (minimal 5 lantai) di Sumut, sekitar 60 persen tidak tahan gempa, baik untuk gedung pemerintahan ataupun milik swasta.

Jumlah tersebut belum termasuk dengan bangunan rumah yang cenderung tidak menggunakan ahli konstruksi saat pembangunannya. “Padahal, sudah ada peraturan atau Undang-Undang, di mana setiap pembangunan gedung, rumah, dan lainnya harus menggunakan ahli konstruksi. Bahkan, dalam IMB harus tertera siapa ahli konstruksi nya,” ujar Ketua HAKI Sumut, Simon Dertha Tarigan.

Walaupun sudah ada peraturan, dan kewajiban dalam IMB, ketegasan pemerintah dalam hal ini masih minim. Terbukti, IMB bisa keluar, walau tidak menggunakan ahli konstruksi. “Lihat saja, banyak IMB yang keluar tanpa menyertakan ahli konstruksi. Padahal, sudah ada peraturan. Karena itu, bagaimana masyarakat bisa ngeh, kalau pemerintah saja dian,” lanjutnya.

Diakuinya, terkadang ada kontraktor yang hanya menggunakan atau mencaplok nama HAKI untuk memuluskan kinerjanya. “Harus diingat, dalam HAKI ada juga levelnya, dari madya, utama, hingga pakar,” tambahnya.

Ketidaktegasan pemerintah ini dapat dilihat dari salah satu aspek lainnya. Misalnya, untuk memuluskan jalan pada umumnya para kontraktor akan menggunakan nama HAKI dalam tender. Tetapi, saat pembangunan, HAKI tidak dipakai lagi. “Kalau mau tegas, ini bisa diperiksa dan diperhatikan ulang. Tetapi ini tidak, setelah tender selesai, perhatian apakah sesuai atau tidak tidak dilanjutkan lagi,” ungkapnya.

Dalam hitungan seorang ahli konstruksi, yang diperhatikan saat pembangunan bukan hanya takaran bahan bangun, seperti semen, pasir, batu bata, dan lainnya. Tetapi juga desain bangunan. Apakah cocok di suatu daerah dengan memperhatikan kontur tanah, dan lainnya.

Simon menyatakan, untuk bentuk bangunan di Medan sudah sesuai. Tetapi apakah tahan gempa atau tidak, belum tentu. Apalagi, untuk melihat bangunan tersebut tidak tahan gempa tidak bisa dilihat secara kasat mata. “Pembangunan yang tidak menggunakan jasa konstruksi dapat dilihat pada hasil bangunannya yang turun, retak dan miring sehingga rawan pada gempa,” lanjutnya. (ram/sam/uma/gus)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/