25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Liani: Kalau Udah Sembuh, Mau Belanja Lagi ke Parluasan.. Lebih Murah

Foto: Dame/sumutpos.co Foto: Dame/sumutpos.co Liani (kanan), salahsatu pasien operasi katarak gratis 'Buka Mata, Lihat Indahnya Dunia' yang digelar Tambang Emas Martabe, di RS Tentara Pematangsiantar, Selasa-Kamis (19-21/1/2016).
Foto: Dame/sumutpos.co
Liani (kanan), salahsatu pasien operasi katarak gratis ‘Buka Mata, Lihat Indahnya Dunia’ yang digelar Tambang Emas Martabe, di RS Tentara Pematangsiantar, Selasa-Kamis (19-21/1/2016).

Kaki wanita itu tampak menggapai-gapai di atas saluran air sempit di halaman rumah sakit. Nampaknya ia tak bisa mengukur sejauh mana ia harus melebarkan kaki sebelum menjejakkan kaki ke sisi lain. Begitu berkali-kali hingga akhirnya ia diangkat kedua wanita yang menopangnya melewati saluran air yang hanya selebar 30 cm itu.

——————-
Dame Ambarita, Sumut Pos

——————-

Wanita itu namanya Liani. Umurnya 80 tahun. Sudah janda. Warga Siantar Utara, Kota Pematangsiantar, Sumut. Ia menderita katarak cukup parah, hingga tidak bisa melihat jelas.

“Hanya bisa melihat bayangan,” ungkapnya saat menunggu giliran di-screening pada hari pertama operasi katarak gratis “Buka Mata Lihat Indahnya Dunia” yang digelar Tambang Emas Martabe di Rumah Sakit Tentara Pematangsiantar, 19-21 Januari 2016.

Meski sudah tua dan ‘nyaris buta’, ada sesuatu yang menarik tentang dirinya. Senyumnya polos dan ia tidak berbakat mengeluh.

“Maaf kurang lancar berbahasa Indonesia. Saya datang langsung dari Tiongkok saat kecil. Masih totok. Suami sudah meninggal. Gajinya kecil,” katanya sembari tersenyum manis.

Sekelompok wanita-wanita Tionghoa tampak antusias melayani dan memapahnya. “Mereka yang membawa saya ke sini. Mereka sayang sama saya,” kata Liani, sambil menyentuhkan tangannya ke salahsatu wanita, yang ternyata relawan itu.

Lewat wanita-wanita relawan berbaju atasan putih itu, Liani menuturkan kalau dirinya sudah 10 tahun terakhir menderita katarak.

Sebelumnya ia hanya terganggu saat membaca dan menonton TV. Tetapi makin lama, kataraknya semakin parah hingga pada enam tahun terakhir ia bahkan tak berani lagi keluar rumah sendirian.

“Dulu kan saya selalu belanja ke Pajak Parluasan, karena harga-harga di sana lebih murah dibanding di Pajak Horas. Tetapi sejak saya katarak, saya tak bisa lagi ke Pajak Parluasan. Jadinya nggak bisa menghemat belanja lagi,” katanya.

Ia mengaku masih bisa melihat jarak dekat. Tetapi pandangan jarak jauh harus meraba-raba. Orang-orang dalam ruangan pun hanya bisa dilihatnya sebagai bayangan. “Kondisi ekonomi tak memungkinkan untuk operasi katarak. Gaji suami (semasa hidup, red) kecil,” ulangnya.

Setelah jadi janda, ia tinggal di rumah anaknya. Dan tak mampu lagi membantu pekerjaan rumah tangga sejak 6 tahun terakhir. “Sekarang hanya duduk saja di kursi. Tapi untuk mandi masih bisa sendiri, meski dengan cara duduk di kursi. Takut jatuh,” ungkapnya.

Agar tak merepotkan anak-anaknya, Liani tetap berusaha memasak sendiri makanannya. Yakni merebus air panas, dan menyiramkannya ke bubur gandum.

Foto: Dame/sumutpos.co Liani (duduk) salahsatu pasien operasi katarak gratis 'Buka Mata, Lihat Indahnya Dunia' yang digelar Tambang Emas Martabe, foto bersama relawan di RS Tentara Pematangsiantar, Selasa (19/1/2016).
Foto: Dame/sumutpos.co
Liani (duduk) salahsatu pasien operasi katarak gratis ‘Buka Mata, Lihat Indahnya Dunia’ yang digelar Tambang Emas Martabe, foto bersama relawan di RS Tentara Pematangsiantar, Selasa (19/1/2016).

Sadar akan kondisi ekonominya, ia pun berdoa agar Tuhan menyembuhkan penyakit kataraknya.

“Dan kemarin, mereka (wanita-wanita relawan) datang dan memberi informasi mengenai operasi katarak gratis ini. Mereka membawaku ke sini,” tuturnya.

Tentu saja Liani senang. Apalagi karena para relawan itu bersedia jadi pendampingnya saat semua anaknya bekerja.

Dengan senyum manis, ia sabar menunggu giliran discreening, diperiksa tekanan darah, kadar gula darah, visus mata, dsb, tanpa banyak mengeluh. Ia bahkan suka memegang tangan paramedis yang memeriksanya, sambil berkata: ‘terima kasih yaa..’ dari hatinya yang paling tulus. Hingga si paramedis ikut-ikutan menggenggam tangannya dengan sayang.

Awalnya ia mengaku takut mendengar kata operasi. Takut sakit. Tapi demi bisa kembali melihat, ia pun berdoa meminta penyertaan Tuhan.

Hari pertama usai operasi mata sebelah kiri, Liani sempat ragu untuk operasi lanjutan mata kanan.

“Belum tau.. tunggu keputusan anak,” cetusnya pada Selasa sore.

Tapi Kamis siang, ia terlihat lagi dalam barisan pasien yang sudah operasi, dengan mata kanan ditutupi perban.

“Ia… saat mata kiri dibuka pada Rabu pagi, ternyata penglihatan saya lebih terang. Jadi saya ikut lagilah operasi untuk mata kanan,” katanya, lagi-lagi tersenyum lebar.

Ia sangat senang. Terlihat dari senyumnya yang terus-menerus terkembang. Dan pada siapapun yang menyapanya, baik pihak relawan dari pihak donatur yakni Tambang Emas Martabe, paramedis, bahkan SUMUTPOS.CO yang berbincang-bincang dengannya, ia selalu tersenyum menampakkan gigi palsunya, sembari berkata: “Makasih yaaa..”. (*)

Foto: Dame/sumutpos.co Foto: Dame/sumutpos.co Liani (kanan), salahsatu pasien operasi katarak gratis 'Buka Mata, Lihat Indahnya Dunia' yang digelar Tambang Emas Martabe, di RS Tentara Pematangsiantar, Selasa-Kamis (19-21/1/2016).
Foto: Dame/sumutpos.co
Liani (kanan), salahsatu pasien operasi katarak gratis ‘Buka Mata, Lihat Indahnya Dunia’ yang digelar Tambang Emas Martabe, di RS Tentara Pematangsiantar, Selasa-Kamis (19-21/1/2016).

Kaki wanita itu tampak menggapai-gapai di atas saluran air sempit di halaman rumah sakit. Nampaknya ia tak bisa mengukur sejauh mana ia harus melebarkan kaki sebelum menjejakkan kaki ke sisi lain. Begitu berkali-kali hingga akhirnya ia diangkat kedua wanita yang menopangnya melewati saluran air yang hanya selebar 30 cm itu.

——————-
Dame Ambarita, Sumut Pos

——————-

Wanita itu namanya Liani. Umurnya 80 tahun. Sudah janda. Warga Siantar Utara, Kota Pematangsiantar, Sumut. Ia menderita katarak cukup parah, hingga tidak bisa melihat jelas.

“Hanya bisa melihat bayangan,” ungkapnya saat menunggu giliran di-screening pada hari pertama operasi katarak gratis “Buka Mata Lihat Indahnya Dunia” yang digelar Tambang Emas Martabe di Rumah Sakit Tentara Pematangsiantar, 19-21 Januari 2016.

Meski sudah tua dan ‘nyaris buta’, ada sesuatu yang menarik tentang dirinya. Senyumnya polos dan ia tidak berbakat mengeluh.

“Maaf kurang lancar berbahasa Indonesia. Saya datang langsung dari Tiongkok saat kecil. Masih totok. Suami sudah meninggal. Gajinya kecil,” katanya sembari tersenyum manis.

Sekelompok wanita-wanita Tionghoa tampak antusias melayani dan memapahnya. “Mereka yang membawa saya ke sini. Mereka sayang sama saya,” kata Liani, sambil menyentuhkan tangannya ke salahsatu wanita, yang ternyata relawan itu.

Lewat wanita-wanita relawan berbaju atasan putih itu, Liani menuturkan kalau dirinya sudah 10 tahun terakhir menderita katarak.

Sebelumnya ia hanya terganggu saat membaca dan menonton TV. Tetapi makin lama, kataraknya semakin parah hingga pada enam tahun terakhir ia bahkan tak berani lagi keluar rumah sendirian.

“Dulu kan saya selalu belanja ke Pajak Parluasan, karena harga-harga di sana lebih murah dibanding di Pajak Horas. Tetapi sejak saya katarak, saya tak bisa lagi ke Pajak Parluasan. Jadinya nggak bisa menghemat belanja lagi,” katanya.

Ia mengaku masih bisa melihat jarak dekat. Tetapi pandangan jarak jauh harus meraba-raba. Orang-orang dalam ruangan pun hanya bisa dilihatnya sebagai bayangan. “Kondisi ekonomi tak memungkinkan untuk operasi katarak. Gaji suami (semasa hidup, red) kecil,” ulangnya.

Setelah jadi janda, ia tinggal di rumah anaknya. Dan tak mampu lagi membantu pekerjaan rumah tangga sejak 6 tahun terakhir. “Sekarang hanya duduk saja di kursi. Tapi untuk mandi masih bisa sendiri, meski dengan cara duduk di kursi. Takut jatuh,” ungkapnya.

Agar tak merepotkan anak-anaknya, Liani tetap berusaha memasak sendiri makanannya. Yakni merebus air panas, dan menyiramkannya ke bubur gandum.

Foto: Dame/sumutpos.co Liani (duduk) salahsatu pasien operasi katarak gratis 'Buka Mata, Lihat Indahnya Dunia' yang digelar Tambang Emas Martabe, foto bersama relawan di RS Tentara Pematangsiantar, Selasa (19/1/2016).
Foto: Dame/sumutpos.co
Liani (duduk) salahsatu pasien operasi katarak gratis ‘Buka Mata, Lihat Indahnya Dunia’ yang digelar Tambang Emas Martabe, foto bersama relawan di RS Tentara Pematangsiantar, Selasa (19/1/2016).

Sadar akan kondisi ekonominya, ia pun berdoa agar Tuhan menyembuhkan penyakit kataraknya.

“Dan kemarin, mereka (wanita-wanita relawan) datang dan memberi informasi mengenai operasi katarak gratis ini. Mereka membawaku ke sini,” tuturnya.

Tentu saja Liani senang. Apalagi karena para relawan itu bersedia jadi pendampingnya saat semua anaknya bekerja.

Dengan senyum manis, ia sabar menunggu giliran discreening, diperiksa tekanan darah, kadar gula darah, visus mata, dsb, tanpa banyak mengeluh. Ia bahkan suka memegang tangan paramedis yang memeriksanya, sambil berkata: ‘terima kasih yaa..’ dari hatinya yang paling tulus. Hingga si paramedis ikut-ikutan menggenggam tangannya dengan sayang.

Awalnya ia mengaku takut mendengar kata operasi. Takut sakit. Tapi demi bisa kembali melihat, ia pun berdoa meminta penyertaan Tuhan.

Hari pertama usai operasi mata sebelah kiri, Liani sempat ragu untuk operasi lanjutan mata kanan.

“Belum tau.. tunggu keputusan anak,” cetusnya pada Selasa sore.

Tapi Kamis siang, ia terlihat lagi dalam barisan pasien yang sudah operasi, dengan mata kanan ditutupi perban.

“Ia… saat mata kiri dibuka pada Rabu pagi, ternyata penglihatan saya lebih terang. Jadi saya ikut lagilah operasi untuk mata kanan,” katanya, lagi-lagi tersenyum lebar.

Ia sangat senang. Terlihat dari senyumnya yang terus-menerus terkembang. Dan pada siapapun yang menyapanya, baik pihak relawan dari pihak donatur yakni Tambang Emas Martabe, paramedis, bahkan SUMUTPOS.CO yang berbincang-bincang dengannya, ia selalu tersenyum menampakkan gigi palsunya, sembari berkata: “Makasih yaaa..”. (*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/