30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Melamar Pakai KTP Hamzah, Pekerja Tewas Itu Ternyata Adiknya

Foto: Jalal/PM Orangtua Amar Hamdani, pekerja tewas korban ledakan terowongan PLTA yang dikerjakan PT WEB di Tanah Karo, menangis histeris saat mengantar jenazah anaknya ke pemakaman, Kamis (23/2/2016).
Foto: Jalal/PM
Orangtua Amar Hamdani, pekerja tewas korban ledakan terowongan PLTA yang dikerjakan PT WEB di Tanah Karo, menangis histeris saat mengantar jenazah anaknya ke pemakaman, Kamis (23/2/2016).

SUMUTPOS.CO – Isak tangis mengiringi kedatangan jenazah Hamzah (19), di rumah duka Jalan SM Raja Lingkungan III, Kelurahan Bandarsono, Kota Tebingtinggi, Rabu (24/2) dini hari. Hamzah adalah 1 dari 6 korban tewas dalam tragedi meledaknya terowongan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang dikerjakan PT Wampu Eletronik Power (WEP) di Desa Reh Tengah, Kecamatan Kuta Buluh, Kabupaten Karo, Sumut.

Namun ada kisah menarik dalam tragedi maut itu, pihak keluarga menyangkal jenazah tersebut sebagai Hamzah, melainkan Amar Hamdan (17). “Dia bukan Hamzah, tapi Amar Handan. Amar adalah adik Hamzah,” aku Sunardi (46), ayah kandung korban, Kamis (25/2).

Data dari kepolisian menyebut korban bernama Hamzah. Hal itu juga sesuai dengan KTP yang dipakainya saat melamar ke PT. WEB. Ditanya demikian, Sunardi sempat terdiam sejenak. Setelah menarik nafas panjang, Sunardi akhirnya mengaku saat melamar ke perusahaan milik Warga Negara Korea itu, Amar memakai KTP abangnya (Hamzah).

Amar, kata Sunardi, sengaja memakai KTP Hamzah, karena saat menjatuhkan surat lamaran itu dia masih belum cukup umur. “ Waktu melamar itu Amar belum cukup umur, masih 17 tahun. Jadi dia pinjamlah KTP abangnya. Hamzah tidak merantau, adiknya yang diterima bekerja di perusahaan itu,” beber Sunardi sembari mengatakan, mendiang adalah anak ketiga dari lima bersaudara.

Dikisahkan Sunardi, setelah tamat SMA, Amar tidak melanjutkan pendidikannya, tapi langsung bekerja sebagai kuli bangunan.

“Sebelumnya tidak ada firasat buruk akan kehilangan Amar. Kami mendapat kabar duka dari korban selamat yang juga warga Kota Tebingtinggi,” terang Sunardi. Namun beberapa hari lalu, Amar sempat menghubungi ibunya Nurleli (41). Amar mengaku baru bisa pulang minggu depan, karena saat ini dia dan pekerja lain masih sibuk menggali terowongan untuk PLTA.

Dan korban benar-benar pulang.. tapi sebagai jenazah. “Kami tidak habis pikir kalau anak kami akan begitu cepat meninggalkan kami. Amar termasuk anak yang paling perhatian kepada orangtua, terutama pada ibunya. Mendiang selalu membawa oleh-oleh ketika pulang merantau. Janjinya mau pulang, tapi mayatnya yang sampai di rumah,” ratap Sunardi.

“Sekali lagi saya katakan, bukan Hamzah yang meninggal, tapi adiknya Amar Hamdan. Dia pakai KTP abangnya untuk bekerja,” ulang Sunardi.

Sementara Nurleli tak henti-hentinya menangis dan meratapi jenazah putra tercintanya. Nurleli juga tak menyangka, anak yang paling dia sayangi itu akan pergi begitu cepat. Bahkan sangkin terpukulnya, Nurleli berkali-kali jatuh pingsang. Bahkan saat jenazah korban dimakamkan di Tempat Perkuburan Umum (TPU) Jalan SM Raja Kota Tebingtinggi, Nurleli kembali pingsan.

Saat diwawancarai setelah siuman, Nurleli tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun, hanya air matanya saja yang mengalir deras. Sejauh ini Sunardi mengaku belum ada menerima ucapan belasungkawa maupun santunan dari pihak perusahaan. “Meski begitu, saya dengar pihak perusahaan tetap mau bertanggungjawab,” jelas Sunardi sambil menangis.

Warga Kota Tebingtinggi yang bekerja di proyek pembangunan PLTA dan saat ini masih dirawat di rumah sakit adalah, Didit Pradana (23), Dermansyah (25) dan Mahrizal Yunus (25), ketiganya warga Kelurahan Persiakan Kota Tebingtinggi. Jenazah Amar dibawa menggunakan mobil ambulans tiba di rumah duka sekira pukul 02.00 WIB. (cr3/deo)

Foto: Jalal/PM Orangtua Amar Hamdani, pekerja tewas korban ledakan terowongan PLTA yang dikerjakan PT WEB di Tanah Karo, menangis histeris saat mengantar jenazah anaknya ke pemakaman, Kamis (23/2/2016).
Foto: Jalal/PM
Orangtua Amar Hamdani, pekerja tewas korban ledakan terowongan PLTA yang dikerjakan PT WEB di Tanah Karo, menangis histeris saat mengantar jenazah anaknya ke pemakaman, Kamis (23/2/2016).

SUMUTPOS.CO – Isak tangis mengiringi kedatangan jenazah Hamzah (19), di rumah duka Jalan SM Raja Lingkungan III, Kelurahan Bandarsono, Kota Tebingtinggi, Rabu (24/2) dini hari. Hamzah adalah 1 dari 6 korban tewas dalam tragedi meledaknya terowongan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang dikerjakan PT Wampu Eletronik Power (WEP) di Desa Reh Tengah, Kecamatan Kuta Buluh, Kabupaten Karo, Sumut.

Namun ada kisah menarik dalam tragedi maut itu, pihak keluarga menyangkal jenazah tersebut sebagai Hamzah, melainkan Amar Hamdan (17). “Dia bukan Hamzah, tapi Amar Handan. Amar adalah adik Hamzah,” aku Sunardi (46), ayah kandung korban, Kamis (25/2).

Data dari kepolisian menyebut korban bernama Hamzah. Hal itu juga sesuai dengan KTP yang dipakainya saat melamar ke PT. WEB. Ditanya demikian, Sunardi sempat terdiam sejenak. Setelah menarik nafas panjang, Sunardi akhirnya mengaku saat melamar ke perusahaan milik Warga Negara Korea itu, Amar memakai KTP abangnya (Hamzah).

Amar, kata Sunardi, sengaja memakai KTP Hamzah, karena saat menjatuhkan surat lamaran itu dia masih belum cukup umur. “ Waktu melamar itu Amar belum cukup umur, masih 17 tahun. Jadi dia pinjamlah KTP abangnya. Hamzah tidak merantau, adiknya yang diterima bekerja di perusahaan itu,” beber Sunardi sembari mengatakan, mendiang adalah anak ketiga dari lima bersaudara.

Dikisahkan Sunardi, setelah tamat SMA, Amar tidak melanjutkan pendidikannya, tapi langsung bekerja sebagai kuli bangunan.

“Sebelumnya tidak ada firasat buruk akan kehilangan Amar. Kami mendapat kabar duka dari korban selamat yang juga warga Kota Tebingtinggi,” terang Sunardi. Namun beberapa hari lalu, Amar sempat menghubungi ibunya Nurleli (41). Amar mengaku baru bisa pulang minggu depan, karena saat ini dia dan pekerja lain masih sibuk menggali terowongan untuk PLTA.

Dan korban benar-benar pulang.. tapi sebagai jenazah. “Kami tidak habis pikir kalau anak kami akan begitu cepat meninggalkan kami. Amar termasuk anak yang paling perhatian kepada orangtua, terutama pada ibunya. Mendiang selalu membawa oleh-oleh ketika pulang merantau. Janjinya mau pulang, tapi mayatnya yang sampai di rumah,” ratap Sunardi.

“Sekali lagi saya katakan, bukan Hamzah yang meninggal, tapi adiknya Amar Hamdan. Dia pakai KTP abangnya untuk bekerja,” ulang Sunardi.

Sementara Nurleli tak henti-hentinya menangis dan meratapi jenazah putra tercintanya. Nurleli juga tak menyangka, anak yang paling dia sayangi itu akan pergi begitu cepat. Bahkan sangkin terpukulnya, Nurleli berkali-kali jatuh pingsang. Bahkan saat jenazah korban dimakamkan di Tempat Perkuburan Umum (TPU) Jalan SM Raja Kota Tebingtinggi, Nurleli kembali pingsan.

Saat diwawancarai setelah siuman, Nurleli tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun, hanya air matanya saja yang mengalir deras. Sejauh ini Sunardi mengaku belum ada menerima ucapan belasungkawa maupun santunan dari pihak perusahaan. “Meski begitu, saya dengar pihak perusahaan tetap mau bertanggungjawab,” jelas Sunardi sambil menangis.

Warga Kota Tebingtinggi yang bekerja di proyek pembangunan PLTA dan saat ini masih dirawat di rumah sakit adalah, Didit Pradana (23), Dermansyah (25) dan Mahrizal Yunus (25), ketiganya warga Kelurahan Persiakan Kota Tebingtinggi. Jenazah Amar dibawa menggunakan mobil ambulans tiba di rumah duka sekira pukul 02.00 WIB. (cr3/deo)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/