29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Batman Capek

Azrul Ananda

Saya sudah nonton Batman v Superman di bioskop tiga kali. Pelajaran paling berharga: Mengapa kita butuh Batman yang sudah capek, yang sudah 20 tahun berusaha membasmi kejahatan?

 

***

 

Sudah nonton Batman v Superman: Dawn of Justice? Kalau belum, mungkin setelah membaca tulisan ini Anda akan pengin menonton. Kalau sudah, Anda akan membaca tulisan ini lebih mudah. Atau, setelah membaca tulisan ini, Anda akan memahami film itu secara lebih mendalam.

Bagi pembaca yang bukan penghobi film, atau terlalu tua untuk memahami konsep film modern, atau mungkin masih muda tapi cara berpikirnya tua, mungkin harus tahu dulu gambaran besar film ini (dan industri film global sekarang).

Film zaman sekarang dibuat bukan hanya untuk ditonton di bioskop. Film zaman sekarang dibuat beriringan dengan elemen-elemen lain yang terjadi di luar bioskop. Film zaman sekarang juga dirancang supaya punya kaitan lain setelah beredar di bioskop.

Semua punya tujuan untuk membuat kita terhibur dan bisa berasyik-asyik ria dengan film tersebut dan dunia seputarnya. Dan, semua punya tujuan utama untuk menghasilkan duit sebesar-besarnya (Ya iya lah! Teman saya pernah bilang: Emang hidup pakai cinta doang?).

Film Batman v Superman ini salah satu contoh yang paling kompleks.

Kenal Batman? Mungkin iya. Kenal Superman? Mungkin iya. Kenal Wonder Woman? Mungkin iya. Kenal dunia komik mereka? Mungkin iya.

Pertanyaan selanjutnya: Kenal Batman versi yang mana? Kenal Superman versi yang mana? Kenal Wonder Woman yang seperti apa? Lalu, kenal berapa variasi komik dari para superhero tersebut?

Kalau tidak punya pemahaman kompleks soal pertanyaan-pertanyaan di atas, mungkin kalau nonton Batman v Superman justru bakal merasa bingung.

Kok Batman-nya begitu? Apa yang terjadi pada Superman? Kenapa jalan ceritanya begitu? Nanti ceritanya mau dibawa ke mana?

Saya termasuk penggemar komik. Saya sudah dicekoki bacaan sejak masih TK, dan memang suka membaca apa saja sejak masih TK juga. Jadi, walau mungkin pemahaman saya tentang Batman dan Superman tidak sedetail penggemar asli, saya masih bisa mengikuti perkembangan dan sejarah perkembangan tokoh-tokoh itu.

Di Batman v Superman, jujur saya paling terpikat sama Wonder Woman (hehehe…). Malah mungkin siap menonton untuk kali keempat, hanya untuk menonton Gal Gadot memerankan sang superhero.

Tapi soal karakter, paling ’’dapat feeling’’-nya sama Bruce Wayne alias Batman versi Ben Affleck (Batfleck).

Mungkin tidak banyak yang sadar, dan tidak banyak yang paham (karena tidak memahami dialog film, termasuk terjemahannya), kalau Batman di film ini adalah Batman tua. Batman yang sudah berusia di atas 40 tahun, yang sudah lebih dari 20 tahun mencoba membasmi kejahatan.

’’Even you’ve got too old to die young (Bahkan Anda pun telah menjadi terlalu tua untuk mati muda),’’ begitu sindir Alfred, pembantu Batman, yang diperankan Jeremy Irons.

Azrul Ananda

Saya sudah nonton Batman v Superman di bioskop tiga kali. Pelajaran paling berharga: Mengapa kita butuh Batman yang sudah capek, yang sudah 20 tahun berusaha membasmi kejahatan?

 

***

 

Sudah nonton Batman v Superman: Dawn of Justice? Kalau belum, mungkin setelah membaca tulisan ini Anda akan pengin menonton. Kalau sudah, Anda akan membaca tulisan ini lebih mudah. Atau, setelah membaca tulisan ini, Anda akan memahami film itu secara lebih mendalam.

Bagi pembaca yang bukan penghobi film, atau terlalu tua untuk memahami konsep film modern, atau mungkin masih muda tapi cara berpikirnya tua, mungkin harus tahu dulu gambaran besar film ini (dan industri film global sekarang).

Film zaman sekarang dibuat bukan hanya untuk ditonton di bioskop. Film zaman sekarang dibuat beriringan dengan elemen-elemen lain yang terjadi di luar bioskop. Film zaman sekarang juga dirancang supaya punya kaitan lain setelah beredar di bioskop.

Semua punya tujuan untuk membuat kita terhibur dan bisa berasyik-asyik ria dengan film tersebut dan dunia seputarnya. Dan, semua punya tujuan utama untuk menghasilkan duit sebesar-besarnya (Ya iya lah! Teman saya pernah bilang: Emang hidup pakai cinta doang?).

Film Batman v Superman ini salah satu contoh yang paling kompleks.

Kenal Batman? Mungkin iya. Kenal Superman? Mungkin iya. Kenal Wonder Woman? Mungkin iya. Kenal dunia komik mereka? Mungkin iya.

Pertanyaan selanjutnya: Kenal Batman versi yang mana? Kenal Superman versi yang mana? Kenal Wonder Woman yang seperti apa? Lalu, kenal berapa variasi komik dari para superhero tersebut?

Kalau tidak punya pemahaman kompleks soal pertanyaan-pertanyaan di atas, mungkin kalau nonton Batman v Superman justru bakal merasa bingung.

Kok Batman-nya begitu? Apa yang terjadi pada Superman? Kenapa jalan ceritanya begitu? Nanti ceritanya mau dibawa ke mana?

Saya termasuk penggemar komik. Saya sudah dicekoki bacaan sejak masih TK, dan memang suka membaca apa saja sejak masih TK juga. Jadi, walau mungkin pemahaman saya tentang Batman dan Superman tidak sedetail penggemar asli, saya masih bisa mengikuti perkembangan dan sejarah perkembangan tokoh-tokoh itu.

Di Batman v Superman, jujur saya paling terpikat sama Wonder Woman (hehehe…). Malah mungkin siap menonton untuk kali keempat, hanya untuk menonton Gal Gadot memerankan sang superhero.

Tapi soal karakter, paling ’’dapat feeling’’-nya sama Bruce Wayne alias Batman versi Ben Affleck (Batfleck).

Mungkin tidak banyak yang sadar, dan tidak banyak yang paham (karena tidak memahami dialog film, termasuk terjemahannya), kalau Batman di film ini adalah Batman tua. Batman yang sudah berusia di atas 40 tahun, yang sudah lebih dari 20 tahun mencoba membasmi kejahatan.

’’Even you’ve got too old to die young (Bahkan Anda pun telah menjadi terlalu tua untuk mati muda),’’ begitu sindir Alfred, pembantu Batman, yang diperankan Jeremy Irons.

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/