MEDAN, SUMUTPOS.CO – PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero berupaya menggabungkan 3 sumber pembangkit listrik, yakni Gardu Induk (GI) Padangsidimpuan dengan GI New Padangsidimpuan dan GI Sarullla. Ternyata pendistribusian yang seharusnya sudah berjalan sejak tahun 2008 tersebut faktanya baru mulai bergerak maksimal awal tahun 2016. “Artinya ada jeda 8 tahun bagi PLN “mendiamkan”, sehingga sangat wajar di dua wilayah itu dan sekitarnya seperti Kabupaten Tapanuli Tengah serta Kabupaten Toba Samosir kerap mengalami pemadaman bergilir,” kata Ramdani Koordinator Investigasi MLP di Medan kepada wartawan, Kamis (5/5).
Bentangan kabel-kabel kawat yang akan membawa energi listrik dari 3 GI itu diprediksi akan berfungsi sama dengan bentangan kabel dari GI lainnya di Indonesia, yakni dipergunakan untuk menerangi wilayah lintasannya. Itu terlihat seperti di kota Medan dan Deliserdang. Di mana bentangan kabel sudah puluhan tahun akrab berada di atas tanah milik ribuan masyarakat.
Namun di dua wilayah itu, walau sebelumnya sudah ada bentangan kabel baik yang 150 KV atau 275 KV namun ternyata masih ada juga segelintir orang yang dengan ketidaktahuannya malah menjustifikasi bahwa bentangan kabel akan memberi rasa tidak nyaman.
”Segelintir masyarakat yang tidak memahami vitalnya energi listrik bagi orang banyak ternyata adalah orang yang memiliki rumah dan selama ini merupakan pelanggan PLN yang juga turut mengalami pemadaman bergilir. Kami heran juga mengapa mereka itu tidak memahami bahwa saluran listrik dari 3 GI itu sebenarnya sejak delapan tahun lalu sudah harus menerangi rumah mereka sehingga tidak perlu mengalami pemadaman. Inilah ketidaktahuan yang kami lihat secara langsung,” ujar Ramdani.
Namun, selain karena ketidaktahuan tersebut, ternyata penolakan segelintir orang di kota Padangsidimpuan diduga karena ada penguasa yang dipilih rakyat secara demokratis? malah melakukan upaya yang tidak terpuji. Upaya itu yang melahirkan segelintir orang melakukan penolakan. Penguasa itu mendorong dan memberikan dukungan terhadap pemilik tanah yang akan digunakan menjadi tapak tower, yang patut diduga adalah rekanan proyek-proyek Pemko Padangsidimpuan. “Ini sangat disayangkan,” tambah pria berambut plontos itu.
Perilaku yang sangat tidak terpuji itu sebenarnya tidak disadari penguasa itu akan dapat memberikan efek yang luar biasa merugikan masyarakat. Sebab kalau terus menerus dilakukan penolakan dengan alasan yang tidak sesuai perundang-undangan, maka masyarakat di dua wilayah tersebut akan terus mengalami pemadaman.
Hasil investigasi dan pengumpulan data informasi MPL menunjukkan, terkait penggantian atas tanah yang dibeli oleh PLN untuk menjadi tapak-tapak tower serta penebangan pohon-pohon tanaman masyarakat di bawah lintasan kabel, ternyata sudah dapat dikategorikan ganti-untung. Sebab harga tanah yang dibeli nyaris di atas harga pasar.
Terkait harga, ini diamini oleh masyarakat. Demikian juga harga pemotongan pohon-pohon, umumnya masyarakat menerimanya.
”Kendala lainnya yang kami perhatikan umumnya didominasi oleh keinginan masyarakat agar PLN membeli seluruh luas tanah miliknya padahal PLN hanya diperbolehkan membeli dengan luas kisaran 400 sampai 500 meter persegi untuk tiap tapak towernya. Karena bersandar pada peraturan terlihat masyarakat dapat menerima,” tambahnya.
Penolakan yang tidak rasional itu, karena diprediksi akan bisa membuyarkan harapan masyarakat di dua wilayah itu untuk bisa menikmati listrik tanpa pemadaman dalam waktu dekat. “Jangan-jangan ulah oknum itu akan membuat masyarakat menunggu delapan tahun lagi mengalami pemadaman seperti sebelum-sebelumnya,” sebutnya.
Maka disarankan sebaiknya seluruh pemangku kepentingan di Kota Padangsidempuan dan Kabupaten Tapanuli Utara dari mulai Wali Kota-Bupati, DPRD sampai Camat dan Kepala Desa maupun aparat hukum seperti Polisi dan Kejaksaan secara bersama-sama bahu membahu untuk membuang aral melintang itu demi kepentingan publik yang lebih luas. (rel/ram)